Delky: Mari Berdo'a, DPRA Jangan Sampai Kreuh-Kreuh Bu Kraak, Keunong Ie Leumoh
Font: Ukuran: - +
Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) dan Ketua Yayasan Aceh Kreatif, Delky Nofrizal Qutni. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jika memang penetapan Said Anwar Fuadi sebagai Kepala ULP Aceh oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Dari rilis yang didapat oleh Dialeksis.com, Minggu (15/08/2021) Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) dan Ketua Yayasan Aceh Kreatif, Delky Nofrizal Qutni mengatakan hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana Pasal 107, huruf c tentang JPT Pratama, angka 3: memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara akumulatif paling kurang selama 5 (lima) tahun dan Permenpan RB Nomor 13 Tahun 2014, maka DPRA secara kelembagaan harus memiliki langkah kongkret, Surati KASN, Menpan RB dan Mendagri serta rekomendasikan kepada Gubernur untuk memecat Kepala ULP.
"Yang Diharapkan publik kepada para wakilnya di legislatif itu langkah yang kongkret," ucapnya.
Apakah hingga masa pansus berakhir tidak ada rekomendasi kongkret berupa temuan pelanggaran dan seterusnya.
"Kita berharap pansus DPRA dapat pertanggung jawabkan kerjanya kepada publik. Moga-moga saja tak dibungkam dengan kesepakatan pengamanan tender pokir, list dari ULP atau sebagainya," ujar Delky.
Begitupun pansus terkait temuan BPK, publik mengharapkan ada tindak lanjut kongkret. " Ayo umumkan mana saja 96 temuan lebih audit BPK RI yang belum ditindaklanjuti sampai 60 hari kelender sebagaimana Jun no 15 tahun 2017 pasal 20 dan 21 serat peraturan BPK RI no 2 tahun 2017. Jangan sampai mulai dari hitungan 60 kelender atau 60 hari kerja pun masih simpang siur. Lalu apa saja temuan investigasi DPRA setelah turun ke dapil masing-masing. Publik mau lihat apakah DPRA akan tindaklanjuti hingga ke APH atau pupus ditengah jalan nantinya.
Kita berharap pansus kali ini tak bernasib sama dengan pansus-pansus sebelumnya.
"Jika sebagian untuk membuka ruang negosiasi bukan atas dasar menjalankan fungsi pengawasan dewan, maka bubarkan saja pansus," tegasnya
Pansus PBJ sejauh ini hanya mendorong percepatan tender. Kongkretnya publik menunggu hasil kongkret dari kinerja pansus. "Kita tunggu berani gak diumumkan secara transparan dan terbuka kepada publik, sehingga tak ada dusta antara wakil rakyat dan rakyatnya," jelasnya.
Kita tantangin dech pansus PBJ bongkar pelanggaran proses pengdaan barang dan jasa di ULP Aceh. Sekalian pansus diminta Surati lembaga berkompeten seperti BPKP dan LKPP untuk lakukan audit forensik pengadaan barang dan jasa di Aceh.
Moga saja kisah pansus kali ini tidak seperti cerita interpelasi dan hak angket yang seakan mengisahkan perumpamaan politik yang dimainkan eksekutif dan legislatif Aceh selama ini seperti perumpamaan Kita juga tidak ingin jika istilah "bagi mie wayang, bagi tikoh nyawong (bagi kucing bersenda, bagi tikus nyawa). Rakyat suarakan kebenaran, sementara ujung-ujungnya para petinggi legislatif dan eksekutif malah akhirnya bersandiwara dan rakyat tetap jadi korbannya.
"Semoga wakil rakyat kita di legislatif tidak termasuk ke dalam golongan Politisi kreuh-kreuh bu kraak, watee keunong ie, ka leumoh," tutupnya. (*)