Beranda / Berita / Aceh / Prof Apridar: 16 Tahun Perdamaian Aceh: Buah Keberanian dan Konsistensi Kepemimpinan SBY

Prof Apridar: 16 Tahun Perdamaian Aceh: Buah Keberanian dan Konsistensi Kepemimpinan SBY

Minggu, 15 Agustus 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Prof. Dr. H. Apridar, SE, MSi guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Prof. Dr. H. Apridar, SE, MSi guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh menilai, 16 tahun perdamaian Aceh adalah buah dari keberanian dan konsentesi Presiden SBY.

“Perdamaian Aceh melalui Nota Kesepahaman Helsinki (2005) merupakan tonggak sejarah yang mengubah 'Image' dunia terhadap Indonesia. Inilah kemudian yang menjadikan Aceh sebagai Laboratorium Perdamaian Dunia,” sebut Afridar dalam sebuah tulisanya.

Menurut Apridar, proses perdamaian yang terjadi di Aceh, tidak terlepas dari keberanian pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyikapi peluang yang muncul paska tsunami di Aceh (2004).

Apridar menyebutkan, sebagai Panglima Tertinggi TNI, Presiden SBY dengan teguh dan konsisten mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Berani meninggalkan pendekatan keamanan dalam melihat serta menyelesaikan konflik bersenjata di Aceh.

“Solusi damai memang cara yang paling tepat dalam menyelesaikan masalah Aceh. Pendekatan keamanan yang cenderung represif harus ditinggalkan, karena selalu gagal menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lebih dari tiga dekade. Bahkan pendekatan represif lah yang sejatinya selalu menimbulkan masalah baru di Aceh,” sebut Apridar.

Menurut mantan Rektor Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, periode 2010-2014 dan 2014-2018 ini, sikap dan cara pandang SBY yang mempermudah proses perdamaian di Aceh, meskipun Presiden SBY merupakan Jenderal TNI Purnawirawan.

“Tak dapat kita bayangkan jika pada saat itu kita tidak dipimpin oleh kepala negara yang humanis, presiden yang mengedepankan diplomasi dan cara-cara damai. Beliau adalah contoh nyata keselarasan antara perkataan dan perbuatan,” sebutnya.

“Oleh karenanya, tugas kita saat ini untuk melanjutkan estafet, menjaga, merawat, dan mengisi perdamaian dengan pembangunan dan kontribusi nyata. Ingat, perdamaian ini diraih dengan susah payah, jadi janganlah terlalu mudah dilepas dan disia-siakan,” pinta Apridar.

Menurut Apridar, perdamaian ini merupakan anugerah dan Nikmat dari Allah SWT, melalui tangan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Bapak Perdamaian Dunia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajaran pemerintahannya. Terima kasih Pak SBY, sebutnya. (baga)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda