Beranda / Berita / Aceh / BPCB Aceh Sebut Masyarakat Juga Berhak Usulkan Pelestarian Cagar Budaya

BPCB Aceh Sebut Masyarakat Juga Berhak Usulkan Pelestarian Cagar Budaya

Jum`at, 05 November 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Pamong Budaya Ahli Muda Cagar Budaya (BPCB Aceh),  Andi Irfan Syam. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Aceh melalui Pamong Budaya Ahli Muda Cagar Budaya, Andi Irfan Syam mengatakan, status bangunan kuno yang bersejarah yang baru ditemukan itu masih dianggap objek yang diduga sebagai cagar budaya. 

Penetapan status sebagai cagar budaya itu harus melalui proses pendekatan, ada rekomendasi dari tim ahli cagar budaya, kemudian hasil tersebut akan menjadi acuan untuk Pemerintah Daerah setempat untuk menetapkan statusnya sebagai cagar budaya.

"Namun objek-objek yang sifatnya memiliki nilai sejarah misalnya tempat peristirahatan berkaitan dengan sejarah di masa lalu itu sebaiknya dilakukan pendataan dan diregistrasi, langkah awalnya melalui registrasi oleh tim pendaftaran Dinas Kebudayaan setempat yang ada di daerah," jelasnya kepada Dialeksis.com, Jumat (5/11/2021).

Andi Irfan menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya itu disebutkan pelestarian harus dari tingkat bawah. Peran BPCB memberikan dukungan teknis.

"Jadi misalnya mereka (Dinas Kebudayaan) ingin melakukan kajian terhadap objek tersebut, sementara mereka belum mengerti teknik itu mereka bisa meminta dukungan teknis ke BPCB," kata dia.

Ia menambahkan, pelestarian cagar budaya itu bukan hanya dilakukan oleh BPCB saja, tetapi seluruh masyarakat berhak melakukan pelestarian begitu juga dengan pemerintah daerah di bidang kebudayaan. Hal itu termaktub dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, namun harus melalui kaidah pelestarian yang diatur sesuai regulasi.

"Jadi harus masuk dalam sistem registrasi nasional tentang cagar budaya, harus dilakukan pendaftaran dulu objek yang diduga cagar budaya. Itu yang menjadi dasar untuk selanjutnya dikaji oleh tim ahli cagar budaya agar bisa dikatakan atau kayak untuk direkomendasikan sebagai cagar budaya," jelasnya lagi.

Pernyataan tersebut merespon adanya peninggalan "Mersah Paloh" atau Musala yang pernah menjadi tempat tinggal Pahlawan Nasional Tjoet Njak Dhien selama di Kampung Celala Aceh Tengah.

Saat ini, bangunan itu tidak lagi berfungsi sebagai "Mersah" atau tempat ibadah sejak 2013. Pasalnya kondisi bangunan yang bocor dan rusak parah.

Sebelumnya, Budayawan Aceh, Tarmizi A Hamid mengaku baru mendengar adanya tempat persinggahan pahlawan perempuan Tjoet Njak Dhien di tanah Gayo. Untuk itu, harus dipastikan dulu apa benar bangunan tersebut peninggalan dari Tjoet Njak Dhien.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda