Beranda / Berita / Aceh / Bantu Kesulitan Gampong dan BAS, Pedagang Toko di Simeuleu Ditetapkan Sebagai Tersangka

Bantu Kesulitan Gampong dan BAS, Pedagang Toko di Simeuleu Ditetapkan Sebagai Tersangka

Jum`at, 16 Juli 2021 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Berita Acara Penyitaan, yang ditandatangani oleh Kepala Desa Kuala Makmur, M Rais Nasution. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Simeulu - Seorang pedagang dan pemilik toko di Simeulue berinisial SM terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian pasca membantu kesulitan perangkat gampong dan pihak Bank Aceh Syariah (BAS) untuk mencairkan uang tunai pada akhir tahun 2019.

Pedagang toko, Surya Mandala (SM) menceritakan kronologis peminjaman uang dari perangkat desa Kuala Umo, kabupaten Simeulue kepada Dialeksis.com, Jumat (16/07/2021).

Hal itu bermula ketika pihak pedagang dengan sukarela memberikan utang kepada pihak desa guna pembangunan desa.

“Tahun 2019, desa Kuala Kumo, berhutang di toko saya pada bulan november. Pihak desa mengambil barang material bangunan dalam bentuk utang,” ucapnya.

Kemudian, setelah berhutang 1 bulan, kata SM, di 20 desember 2019 pihak desa saat itu ada 5 desa memasuki masa pencairan uang desa memasuki pencairan uang desa melalui BPD (Bank Aceh Syariah) dan saat itu pihak desa yang hendak mengambil uang cash di BPD tidak ada uang cas sebesar Rp 830 Juta untuk desa Kuala Makmur.

“Pada saat itu keuchik gampong mengatakan pihak desa pernah minta ke BAS jika tidak ada cash 830 juta maka berikan saja 630 juta. Sementara, 200 Juta dalam bentuk tunai itu utang desa di toko bisa dikirim langsung ke rekening toko,” ucapnya.

Diketahui, saat itu BAS tidak memiliki uang tunai karena sudah masuk akhir tahun jadi tidak bisa mencairkan uang dalam bentuk tunai atau cash, bahkan hal itu bukan hanya untuk desa kuala makmur saja, namun desa yang lain juga mengalami hal yang sama.

Kemudia, lanjut SM, dirinya dihubungi geuchik untuk memberi tahu tidak bisa memberikan uang dalam bentuk tunai karena pihak BAS tidak bisa melakukan transaksi karena tidak memiliki uang cash yang seharusnya.

Kwitansi peminjaman uang Rp. 200 Juta oleh pihak gampong kepada pemilik toko SM. [Foto: ftr]

“Kemudian, mereka ingin pinjam uang 200 juta kepada saya karena tidak bisa tarik uang cash di BAS untuk keperluan membeli material bangunan dan pembayaran ongkos tukang, kebetulan saya ada jadi saya pinjamkan, keuchik bilang ke saya pihaknya akan mengirim uang 400 juta, 200 juta pelunasan utang desa dan 200 juta pengembalian uang cash yang dipinjam, ini disaksiakan oleh perangkatnya, bendaharanya, dan TPK nya bahkan ada kwitansinya,” ucapnya.

Tahun 29 Maret 2019 menjelang ramadhan, SM ditetapkan menjadi tersangka.

“Saya terkejut saya dijadikan tersangka karena terlibat masalah uang oleh Polres Simeulu, dapat penjelasan karena uang masuk ke rekening saya lebih. Kemudian saya bawa pak keuchik langsung menghadap pimpinan BAS Simeulue,” jelasnya.

SM menjelaskan, saat berjumpa pimpinan BAS Simeulue, dikatakan saat ingin menanrik uang oleh pihak desa sebesar 830 Juta tidak ada cah, jadi hanya ada 430 juta, jadi memang tidak bisa tarik uang sebanyak itu dan hal tersebut sudah sesuai Surat Edar (SE) Gubernur Aceh.

“Saya heran kenapa niat baik saya membantu desa yang saat itu butuh dana besar dalam proyeksi pembangunan yang kala itu tidak menarik uang di BAS karena sudah akhir tahun, dan malah saya dijadikan tersangka, saya bingung dan heran, rasanya sangat tidak adil, saya tidak salah kenapa saya dihukum,” tukasnya dengan kesal.

Sementara itu, Kepala Desa Kuala Makmur, M Rais Nasution membeberkan kepada Dialeksis.com, Jumat (16/07/2021) bahwa dari perkara tersebut, pihak Polres Simeulu juga memanggil dirinya yang awalnya hanya sebagai saksi atas kasus tersebut.

“Awalnya saya memohon untuk tidak ditahan dan di kabulkan dengan catatan katanya harus memberikan uang jaminan Rp150 juta kepada pihak polisi," jelas M Rais.

Dirinya mengatakan, belakangan setelah melakukan berbagai upaya hingga menjual emas keluarga dan sebagainya. Ternyata dirinya hanya mampu mengumpulkan uang Rp. 80 juta kepada pihak Reskrim Polres.

“Setalah menyerahkan uang jaminan kepada Polres Simeulue, kemudian saya disodorkan sebuah surat yang berupa bahwa uang tersebut bukan sebagai jaminan, tapi sebagai uang sitaan negara dari tangan kepala desa,” ucapnya.

Lanjutnya, “saya pertama tidak mau untuk tanda tangan dan bersikeras, namun karena dipaksa dan terpaksa saya harus menandatangangi surat tersebut,” tutupnya kepada Dialeksis.com. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda