Anggota DPR RI Asal Aceh Ini Tawarkan Gagasan Penguatan Dana Otsus
Font: Ukuran: - +
Anggota DPR RI asal Aceh dari fraksi Partai Demokrat, Teuku Riefky Harysa (Foto: Dok. DPR RI)
DIALEKSIS.COM - Banda Aceh | Pemerintah Pusat di tahun 2019 ini telah mengalokasikan untuk Aceh anggaran sebesar Rp8,357 triliun Dana Otonomi Khusus (Otsus) dalam APBN 2019 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 129 Tahun 2018 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 yang disahkan pada 29 November 2018 lalu.
Dana Otsus bagi Aceh selaku daerah otonomi khusus setiap tahun mengalami peningkatan. Untuk tahun 2019 sebesar Rp 8,357 triliun mengalami peningkatan sekitar Rp 328 miliar bila dibanding Dana Otsus tahun 2018 sebesar Rp 8,029 triliun. Angka tersebut juga meningkat jauh dibanding tahun 2017 sebesar Rp 7,9 triliun.
Secara keseluruhan dihitung sejak pasca damai hingga 2018, total sekitar Rp66,5 triliun sudah digelontorkan pemerintah pusat demi membangkitkan Aceh yang telah sekian lama terpuruk ekses konflik. . Jika mengacu pada UU Pemerintahan Aceh, pemberian dana otsus akan berakhir pada 2027.
Disisi lain terjadi sebuah paradoks, dimana meski setiap tahun Aceh terus menurus menerima gelontoran dana otsus, namun ekonomi Aceh serta kesejahteraan warganya dinilai masih belum menggembirakan. Bila tak elok dikatakan terpuruk.
Tengok saja, berdasarkan data termutakhir yang disampaikan BPS Aceh pada bulan januari 2019 lalu, tepatnya Selasa (15/1), per September 2018 Aceh masih berada di urutan Pertama sebagai Provinsi termiskin di Pulau Sumatera. Sementara secara Nasional Aceh menempati urutan keenam Provinsi termiskin. Aceh sedikit lebih baik dari Papua yang menempati urutan pertama termiskin di Indonesia, disusul Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin pada konferensi Pers berita statistik, profil kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk di provinsi Aceh periode September, menyatakan, jumlah penduduk miskin di Aceh pada September 2018 mencapai 831 ribu orang atau 15,68%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama September 2017 penduduk miskin Aceh bertambah sebanyak 2 ribu orang atau 15,92%.
Disadari oleh banyak pihak bahwa ekonomi Aceh sejauh ini memang masih sangat tergantung pada APBA. Hal tersebut terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan Aceh (2013-2017) sebesar 2,18 persen, 0,55 persen di antaranya merupakan kontribusi dari belanja pemerintah. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan struktur ekonomi Aceh hingga hari ini masih sangat ditentukan oleh besaran aliran dana otsus dalam APBA.
Tak heran kemudian banyak pihak yang cemas apabila dana otsus Aceh di stop pada tahun 2027. Timbul kekhawatiran apabila dana otsus berakhir 8 tahun lagi, maka ekonomi Aceh dikhawatirkan akan semakin terpuruk pasca habisnya aliran dana otsus tersebut.
Pandangan demikian timbul bila mengacu pada struktur ekonomi Aceh hari ini yang masih belum beranjak dalam lubang kemiskinan meski dengan limpahan dana otsus yang terus meningkat setiap tahun.
Gagasan Percepatan Pembangunan Aceh
Berkaca dari hal tersebut, Anggota DPR RI asal Aceh dari fraksi Partai Demokrat, Teuku Riefky Harysa menawarkan sejumlah gagasan dalam rangka percepatan ekonomi Aceh sekaligus menghadapi tantangan era berakhirnya dana otsus bagi Aceh.
Kepada Dialeksis, Riefky Harsya disatu sisi mengakui bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam rangka perbaikan kesejahteraan dan ekonomi Aceh kedepan.
"memang masih banyak hal yang sangat perlu dibenahi di Aceh. Yang paling utama tentu adalah terkait sektor perekonomian Aceh, khususnya pada penyediaan lapangan pekerjaan. Mengingat dana otsus tidak lama lagi akan berakhir" ujar mantan ketua Ketua Komisi X yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, Perpustakaan itu.
Disisi lain Riefky menyatakan perlu adanya strategi strategi khusus dalam rangka pemberdayaan ekonomi Aceh sebelum dana otsus berakhir. Diantaranya percepatan pembukaan lapangan pekerjaan, percepatan pembangunan yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Terkait hal tersebut,dirinya menawarkan sejumlah langkah praktis yang perlu ditempuh dalam rangka membenahi sektor perekonomian Aceh.
"Oleh karena itu tentu siapapun anggota DPR RI maupun DPD yang terpilih lima tahun kedepan, harus menfokuskan pada dua hal.
Pertama, peningkatan kesejahteraan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Utamanya dalam memanfaatkan atau memberi masukan bagi Pemerintah Aceh agar dana otsus dapat dioptimalkan untuk ketiga sektor yaitu perekonomian, kesejahteraan, dan lapangan pekerjaan.
Kedua, bersama sama dengan pemerintahan aceh untuk melobi pusat untuk mendapatkan kebijakan semacam ekstension atau perpanjangan dari dana otsus tersebut dalam rangka untuk menghindari keterpurukan ekonomi di Aceh pasca berakhirnya dana otsus." tukas anggota DPR RI asal Aceh yang telah duduk tiga periode di DPR RI ini.
Perlunya Kolaborasi
Mantan Anggota Pansus RUU Pemerintahan Aceh ini juga menyatakan perlunya kolaborasi yang baik antara pihak pemerintah Aceh dengan anggota parlemen senayan dalam rangka penguatan dana otsus.
"Terkait penguatan dana otsus, perlu kolaborasi yang baik antara Pemerintah Aceh serta Anggota DPR maupun Anggota DPD RI. Kita melihat bagaimana kolabirasi itu sangat baik dan saling mendukung ketika pembahasan Rancangan Undang Undang Pemerintah Aceh beberapa dekade lalu. Disisi lain ada ratusan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat setiap tahun.Sementara anggota DPR RI penugasannya hanya di satu komisi. Tidak mungkin memantau seluruh perkembangan di eksekutif. Oleh karena itu Disarankan agar pemerintah Aceh memiliki tim khusus untuk memantau kebijakan kebijakan yang sedang berkembang "ujar mantan Ketua Komisi VII (Energi) pada periode 2009-2014 ini.
Selain itu Riefky juga menyarankan perlu ada pertemuan rutin dengan anggota parlemen dari Aceh baik anggota DPR RI maupun senator.
"Disinilah kemudian perlu adanya saling mendukung dan memantau apa saja isu yang perlu di perjuangkan. Terlebih kalau berbicara ekstension atau perpanjangan dana otsus harus jelas mekanismenya. Termasuk Pembagian tugas, secara peraturan perundang undangan itu harus dilakukan seperti apa? terkait tekanan atau lobi politik itu seperti apa? Hal ini perlu data, perlu argumentasi, perlu dokumen resmi. Mana yang menjadi tupoksi DPR dan mana yang menjadi tupoksi antara pemerintah aceh dan pusat. Karena itu perlu dibuat kordinasi secara rutin." tegas jebolan Akademi Militer di Millitary Collage of Vermont, Amerika Serikat serta Pasca-Sarjana di Universitas Indonesia ini.
Terakhir, Riefky mengatakan siapapun anggota DPR RI terpilih kedepan harus mendukung bersama sama dengan Pemerintahan Aceh untuk memperjuangkan adanya perpanjangan dana otsus.
"Jangan sampai dana otsus berhenti, Aceh menjadi failed alias bangkrut" pungkas Riefky yang kini akan kembali berlaga di pemilu 2019 sebagai caleg DPR RI Daerah Pemilihan Aceh 1 Nomor urut 1 dari Partai Demokrat ini. (PD)