Selasa, 21 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Flower Aceh Sesalkan Proses Revisi UUPA Tanpa Keterlibatan Perempuan

Flower Aceh Sesalkan Proses Revisi UUPA Tanpa Keterlibatan Perempuan

Senin, 20 Oktober 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, S.Pd.I, M.Si. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Proses pembahasan revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) 2025 yang akan berlangsung pada Selasa, 21 Oktober 2025 tanpa kehadiran perempuan menuai kritik tajam dari kalangan pegiat perempuan. 

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, S.Pd.I, M.Si, menyayangkan tidak adanya perempuan yang diundang dalam rapat pembahasan awal revisi tersebut.

Menurut Riswati, momen revisi UUPA adalah fase penting dalam memperkuat tata kelola pemerintahan Aceh yang demokratis, inklusif, dan berpihak kepada rakyat.

Karena itu, keterlibatan perempuan bukan hanya soal representasi formal, melainkan juga tentang memastikan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan hadir dalam setiap pasal yang dibahas.

“Proses ini momentum penting untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang demokratis dan berpihak pada rakyat. Karena itu, kami memandang penting keterlibatan perempuan dalam setiap tahap pembahasan revisi ini,” tegas Riswati kepada media dialeksis.com, Senin (20/10/2025).

Ia menilai, absennya perempuan dalam forum pembahasan awal menjadi refleksi nyata bahwa ruang partisipasi publik di Aceh masih sempit. 

Padahal, selama ini perempuan Aceh telah memainkan peran vital dalam sejarah perdamaian, penguatan ekonomi keluarga, serta pembangunan sosial masyarakat di berbagai sektor.

“Tidak diundangnya perempuan dalam rapat pembahasan awal menjadi refleksi bahwa ruang partisipasi publik masih perlu diperluas. Padahal, perempuan Aceh telah lama menjadi penggerak perdamaian, ekonomi, keluarga, dan pembangunan sosial di berbagai sektor,” ujarnya.

Flower Aceh, lembaga yang telah puluhan tahun memperjuangkan hak-hak perempuan dan perdamaian di Aceh, menegaskan bahwa pelibatan perempuan akan memberikan perspektif berbeda dan memperkaya arah kebijakan yang dihasilkan. 

Menurut Riswati, pengalaman hidup perempuan menghadirkan nilai empati, keberlanjutan, dan keadilan sosial yang selama ini kerap absen dalam perumusan kebijakan publik.

“Pelibatan perempuan akan mengisi perspektif berbeda agar kebijakan yang dihasilkan lebih inklusif dan berkeadilan. Perspektif perempuan menghadirkan pengalaman hidup dan nilai kemanusiaan yang memperkaya isi dan arah revisi UUPA,” tambahnya.

Riswati menekankan, jika pemerintah dan DPRA benar-benar ingin revisi UUPA menjadi tonggak kemajuan Aceh, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuka ruang dialog yang setara. 

Ia menyerukan agar perempuan, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil diberi kesempatan berbicara, menyampaikan analisis, dan memberi masukan terhadap substansi perubahan UUPA.

“Kami harap pemerintah dan DPR Aceh segera membuka ruang dialog yang melibatkan perempuan, akademisi, dan masyarakat sipil. Dengan begitu, revisi UUPA dapat menjadi tonggak penguatan demokrasi Aceh yang berlandaskan nilai keadilan, kesetaraan, dan kebersamaan,” ujar Direktur Flower Aceh itu.

Dalam pandangan Flower Aceh, revisi UUPA tidak bisa hanya dibaca sebagai urusan politik dan administrasi, tetapi juga sebagai proses sosial yang menentukan arah masa depan rakyat Aceh, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya

“Aceh akan lebih kuat jika perempuan turut bersuara dalam menentukan masa depannya,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI