Beranda / Tajuk / Warisan Alhudri untuk Pendidikan Aceh

Warisan Alhudri untuk Pendidikan Aceh

Jum`at, 24 Mei 2024 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Drs H Alhudri MM. Foto: Doc Humas Disdik Aceh.


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Selepas tiga tahun memimpin, Drs H Alhudri MM meninggalkan jejak warisan bagi pendidikan Aceh. Di bawah kepemimpinannya, langkah nyata mendekatkan pendidikan ke masyarakat terpencil mulai dibelah. Melalui kebijakan kelas jauh, akses menuntut ilmu kini terbuka luas hingga ke pelosok Aceh Timur dan Aceh Selatan. Inilah kemajuan hakiki untuk anak-anak Aceh yang selama ini terpaksa menempuh jarak puluhan kilometer demi mengenyam bangku sekolah.

Namun itu bukan satu-satunya jejak penting Alhudri. Ada 68 SMK di Aceh yang meraih status Badan Layanan Umum Daerah, angka tertinggi se-Indonesia. Sebuah prestasi mengagumkan yang menyingkap tekad Aceh untuk meningkatkan mutu dan tata kelola sekolah kejuruan. Sebab masa depan daerah ini juga tergenggam di tangan para lulusan SMK yang dibekali keterampilan unggul.

Kepemimpinan Alhudri juga melahirkan 548 Guru Inti UTBK yang kini menjadi mentor bagi siswa di 23 kabupaten/kota Aceh. Tak hanya membuka peluang siswa pelosok untuk meraih impian kuliah di PTN, kehadiran guru inti ini membuktikan tekad Aceh untuk tak membiarkan satu pun putra-putrinya tertinggal dalam mengakses pendidikan berkualitas.

Di tengah tonggak sejarah itu, kita pun patut mengapresiasi langkah yang diambil dinas pendidikan di bawah kepemimpinan lain. Bagaimana tidak, angka kelulusan program sertifikasi guru ASN dan PPPK di Aceh mencapai 71,2 persen, tertinggi secara nasional. Sebuah upaya nyata untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme para pengajar yang menjadi ujung tombak pendidikan berkualitas.

Meski hanya tiga tahun memimpin, Alhudri meninggalkan warisan penting bagi kemajuan pendidikan Aceh. Kini, tongkat estafet diemban Marthunis yang baru dilantik. Namun jangan lupakan, selain mewarisi capaian pendahulunya, ia juga mewarisi tanggung jawab besar untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi semua anak Aceh.

Maka, tak ada jalan lain bagi Marthunis selain melanjutkan ekspansi akses pendidikan ke daerah terpencil sembari meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu guru. Kedua hal ini ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Meratakan akses tanpa mengejar mutu hanya akan melahirkan generasi buta huruf baru. Sebaliknya, fokus mengejar mutu dengan mengabaikan akses hanya akan memupuk kesenjangan pendidikan di Aceh. 

Maka jalannya sudah terbentang. Tinggal dibelah sejajar oleh Marthunis dan jajarannya demi meraih mimpi mulia: pendidikan berkualitas bagi semua anak Aceh di seluruh penjuru. Kita lihat di kepemimpian Marthunis semakin baik dari warisan Alhudri atau sebaliknya, biar waktu membuktinya. Gagal menuntaskan, nyawa pendidikan Aceh akan layu selamanya. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI