Rombak Total Pejabat di Pemerintah Aceh?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
DIALEKSIS.COM | Tajuk - Harapan berbagai pihak di Aceh sangat lugas. Rombak total pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh.
Harapan itu salah satunya disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Menurut Alfian, perombakan pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh harus secara total. Harapannya agar dapat lahir kebijakan fundamental dalam pembangunan Aceh berikutnya.
“Jadi, harus ada perombakan total,” sebut Alfian.
Harapan itu bisa dimaklumi apalagi jika dihadapkan dengan fakta-fakta pembangunan di Aceh dibanding daerah lainnya.
TikToker Rahma melalui akun @rahma_11.11 kembali menyinggung status provinsi termiskin di Sumatera dan provinsi terkorup di urutan 13.
Harapan perombakan pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh juga pernah disampaikan oleh Banggar DPR Aceh dalam salah satu rekomendasi yang disampaikan kepada Pj Gubernur Aceh. Banggar DPR Aceh berharap Pj Gubernur Aceh mengganti Kepala SKPA yang berkinerja rendah.
Melalui Dialeksis, Koordinator MaTA mengingatkan agar Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki melakukan proses mutasi dan rotasi pejabat dengan profesional dan tidak asal tunjuk.
Dan, setelah mendapat izin dari Mendagri dan rekomendasi dari KASN, Pemerintah Aceh sedang melakukan evaluasi kinerja dan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh tim yang diketuai oleh Teuku Setia Budi.
Mantan Sekretaris Daerah (2010-2013) yang juga permah menjadi Ketua Pansel seleksi pejabat pada tahun 2018 itu mengatakan arahan utama Pj Gubernur Aceh adalah proses evaluasi kinerja dan uji kompetensi sesuai dengan regulasi yang ada.
“Proses pergantian pejabat dilakukan dalam kerangka regulasi,” sebutnya.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menegaskan tidak tertutup kemungkinan dari evaluasi kinerja dan uji kompetensi akan ada pejabat yang dinonjobkan.
Dan untuk mengisi jabatan yang lowong akan dilakukan open bidding, termasuk untuk 9 jabatan yang saat ini belum definitif.
Rombak total pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh memang menjadi momentum penting bagi Pj Gubernur Aceh.
Seperti yang disebut Alfian, perombakan pejabat dapat menjadi prestasi dan legacy bagi Achmad Marzuki dalam memperbaiki tata kelola birokrasi Pemerintah Aceh.
Jika perombakan total dilakukan secara profesional, maka Pj Gubernur Aceh akan dikenang sebagaimana rakyat mengenang Gubernur Aceh periode pertama awal damai, yaitu Irwandi Yusuf.
Kala itu, dengan penuh keberanian Irwandi Yusuf melakukan fit and proper test. Bahkan, berani merampingkan dinas dari 42 SKPA/dinas menjadi 34 SKPA.
Jumlah jabatan eselon II juga terperbaiki dari 79 menjadi 47. Pengurangan juga terjadi pada jumlah eselon III dan eselon IV. Hanya saja yang belum dilakukan saat itu mengurangi jumlah pegawai, yang meningkat dari 5.492 menjadi 8.372.
Saat itu, proses rekrutmen dibentuk tim penyeleksi yang di dalamnya ada konsultan dari luar negeri. Peserta seleksi bahkan terbuka untuk nasional.
Desain yang digunakan saat itu adalah asesment center. Dalam desain ini ada 7 komponen kompetensi yaitu integritas personal dan kepemimpinan, visi dan misi, kemampuan mendapatkan sesuatu dari orang lain, komunikasi, kompetensi profesional, berpikir strategis, dan fokus pada pencapaian hasil.
Pada proses seleksi juga dilakukan pengukuran dan pengamatan rekam jejak bakal calon pejabat sehingga benar-benar diperoleh pejabat yang kompeten, profesional, dan memiliki prestasi kerja yang tinggi.
Saat itu, terpilih 34 Kepala SKPA dan bagi yang tidak terpilih tetap merasa puas dengan proses seleksi yang dijalani.
Jika saat itu Irwandi Yusuf tidak terikat dengan beban politik hasil Pilkada dan terbebas dari dikte tim sukses dan donatur kampanye, maka sebagai Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki juga tidak terhalang untuk melakukan mutasi/rotasi dan seleksi secara terbuka dan kompetitif sesuai dengan sistem merit.
Dengan kata lain, tangan Achmad Marzuki tidak terbelenggu oleh berbagai pihak di Aceh. Beliau tidak perlu merasa tidak enak hati atas konsekuensi yang timbul akibat perombakan total pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh.
Bahkan, Achmad Marzuki akan dikenang sebagai pahlawan birokrasi karena berani menghadirkan pejabat pimpinan tinggi (pratama) yang bersedia berkerja secara extraordinary guna mengatasi berbagai problem pemerintahan dan pembangunan yang masih terus melilit, khususnya stigma provinsi termiskin yang terus melekat.
Hanya saja, semangat perombakan total juga harus terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan regulasi. Dengan kata lain, mutasi, rotasi, nonjob, dan pengisian jabatan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Ada regulasi yang wajib dipedomani. Dengan begitu, pejabat yang kinerjanya berpredikat istimewa tidak layak untuk dinonjobkan.
Bagi pejabat yang memiliki kompetensi tidak pantas pula untuk disia-siakan. Dan bagi yang memang berkinerja rendah juga tidak elok untuk dipertahankan.
Memang, sangat mungkin terjadi, usai evaluasi dan uji kompetensi terdapat posisi/jabatan yang lowong. Dan, untuk mengisi jabatan yang lowong, termasuk 9 jabatan yang belum definitif juga tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN antara lain mengamanatkan bahwa pengisian jabatan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan.
Merujuk Peraturan KASN Nomor 2 Tahun 2017, ada 9 prinsip yang akan diawasi KASN dalam pengisian jabatan yang menerapkan sistem merit, diantaranya seleksi yang kompetitif, terbuka dan adil, menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian untuk kepentingan masyarakat, dan melindungi ASN dari pengaruh politik.
Tidak hanya itu, ada juga pantangan yang harus dijauhi dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, diantaranya pantangan melakukan tindakan diskriminasi, pantangan memaksakan aktivitas politik, dan pantangan menghalangi untuk ikut bersaing, dan pantangan melakukan praktek nepotisme.
Tentu saja yang diharapkan dari penyegaran pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh ini adalah agar ikhtiar mengatasi kemiskinan Aceh (salah satunya) dapat dilakukan dengan kerja-kerja extraordinary.
Ada beban moral ketika saban waktu berbagai pihak menyebut Aceh sebagai provinsi termiskin. Ada rasa tidak enak hati ketika stunting masih melanda Aceh yang sejak awal sangat antusias membangun kesehatan masyarakat. Ada rasa malu menyeruak di hati ketika provinsi bersyariah lagi damai ini sepi kegiatan investasi.
Untuk itu, diharapkan berbagai pihak dapat membebaskan Pj Gubernur Aceh dari “titip menitip” kawan, rekan, syedara, dan bebas pula dari permainan “padum bata - padum batee.” Ikhlaskan untuk kali ini Pemerintah Aceh diisi oleh pejabat-pejabat yang benar-benar berintegritas dan berkapasitas serta bersedia melakukan kerja-kerja extraordinary.
Pada waktunya nanti, siapapun yang bersedia mengambil kesempatan dan memberi dukungan penuh pada rombak habis pejabat tinggi kali ini sesuai rambu-rambu regulasi yang ada akan tersenyum mengenang keberanian dalam melakukan jihad birokrasi. Semoga! [*]
- LSM MaTA Merekomendasikan Pemerintah Aceh Evaluasi Pejabat BPKS dan RSUDZA
- Soal Mutasi Pejabat Pemerintah Aceh, LSM MaTA: Harus Profesional, Jangan Asal Tunjuk
- Instruksi PJ Gubernur Soal Penggunaan Bahasa Aceh di Lingkungan Pemerintah Dinilai Gegabah
- Tidak Paham Tata Kelola Pemerintahan, GeRAK Aceh: Mendagri Harus Evaluasi Pj Gubernur Aceh