Beranda / Tajuk / Terbakarnya Museum Nasional, Hangusnya Jejak Sejarah

Terbakarnya Museum Nasional, Hangusnya Jejak Sejarah

Senin, 18 September 2023 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Kondisi Museum Nasional pascakebakaran (Agung Pambudhy/detikcom)


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Musibah mendera Indonesia, gedung Museum Nasional, Sabtu (16/09/2023) malam hangus terbakar. Amukan si jago merah ini menjadi musibah musibah nasional. Publik bertanya, apakah ini lebih tepat disebut kelalaian ketimbang musibah?

seperti apa pengamanan aset berharga sejarah bangsa Indonesia hingga dalam sekejap mata dapat lenyap dilahap si jago merah? Apakah aset sejarah tidak jadi skala prioritas teramat penting pemerintah? Atau dianggap sebelah mata saja?

Lebih dari itu, musibah ini menguak buruk rupa tata kelola mitigasi bencana di tanah air. Setingkat Museum Nasional saja tidak profesional. Konon lagi mitigasi aset sejarah dan cagar budaya. Apakah kita harus menutup mata, ketika jejak sejarah untuk anak cucu tergilas musibah kebakaran dan bencana. 

Jangan salahkan generasi mendatang akan mengalami musibah lebih dasyat. Yaitu musibah buta sejarah, bahkan rapuh identitas jati dirinya dari sebuah peradaban bangsa. Melestarikan dan memastikan aset sejarah merupakan cara negara menjaga identitas bangsa dan merawat ingatan agar tidak terjadi patahan sejarah itu sendiri. 

Padahal, aset sejarah dan cagar budaya hal terpenting merekam jejak perjalanan ke-Indonesiaan sebagai sebuah negara dan bangsa besar. Artinya kepedulian kolektif serta menganggap penting merawat sejarah hanya sebatas wacana tanpa tindakan nyata menjaganya. 

Kita fahami jika menyimpan koleksi-koleksi berharga yang dibutuhkan bangsa negara sebagai bukti jati diri, tempat pembelajaran sejarah, dan merekam bukti-bukti ke-indonesiaan yang selalu diagungkan. Sayangnya, di kasus kebakaran museum Nasional seperti tak mencerminkan benar-benar terjaga dengan baik.

Pemerintah Indonesia harus menjadikan musibah ini sebagai pintu awal upaya memasukan revisi regulasi terkait keamanan dan memasukan program mitigasi bencana sebagai standar operasional prosedur (SOP) yang harus ada di setiap museum di negara kesatuan Republik Indonesia.

Upaya itu agar meseum lebih tertata, sekaligus memastikan aset aset sejarah kebudayaan bangsa Indonesia tetap terjaga, terlindungi dan terawat dengan seksama.

Tragedi kebakaran yang menghanguskan enam ruangan pameran koleksi prasejarah di Museum Nasional Indonesia, harus terjawab dengan jelas. Bukan hanya penyebabnya, namun apa dampak dari musibah nasional ini.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sudah meminta pihak kepolisian segera melakukan investigasi demi mengusut penyebab kebakaran yang dikenal dengan sebutan Museum Gajah ini.

Bagaimana dengan pengamanan benda-benda bersejarah yang ada di museum itu setelah kebakaran terjadi. Apakah aman? Polisi masih mendalami penyebab kebakaran yang disebut sebut berasal dari letupan pendingin udara (AC) dari bangunan non-permanen untuk pekerja di belakang gedung.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya (BLU MCB) Kemendikbud Ahmad Mahendra mengungkapkan, enam ruang pamer koleksi prasejarah di Gedung A ludes terbakar, koleksi yang terdampak kebakaran di museum hanyalah replika sementara ruang koleksi gedung B sama sekali tidak terdampak.

Ia menjelaskan, benda bersejarah hasil repatriasi dari Belanda tidak terdampak kebakaran. Sebab, koleksi itu disimpan di lokasi yang jauh dari pusat kebakaran. Namun apakah publik percaya begitu saja, bila penjelasan dan pembuktianya tidak transparan?

Di Aceh juga ada cukup banyak museum, mulai dari Museum Aceh, Museum Tsunami Langsa, Museum Aceh Tengah, Museum Lhokseumawe, Museum Bireuen dan museum-museum lainnya. Semua meseum ini harus mawas diri. 

Museum di Aceh juga harus memberikan perhatian lebih pada keamanannya, kelayakan SOP dan hal-hal lain menyangkut mitigasi bencana. 

Jangan berpikir, urusan museum sederhana dengan urusan menyimpan dan memamerkan koleksi saja, lebih daripada itu. Hakikatnya eksistensi museum adalah sebuah cagar budaya dalam mempertahankan identitas kebangsaan, sekaligus menjagaharkat dan martabat bangsa. 

Jadi sebaiknya pengelola museum di Aceh jangan bermain dengan bencana atau jangan membuka ruang potensi terjadinya bencana.

Karena bukti sejarah tak ternilai harganya, sejarah sebagai sumber pendidikan generasi penerus dan menjaga memori. Karena menjaga sejarah sama juga menjaga jati diri bangsa dan negara. Seperti kata bung karno, Jas Merah. Jangan Lupakan Sejarah!

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bupati bireuen
Komentar Anda