Kisah Hidup Sang Jenderal Benny Moerdani Hingga Kepalanya Dihargai 5.000 Gulden
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi Mozaik Leonardus Benjamin Moerdani. tirto.id/Nauval
DIALEKSIS.COM | Soki - Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin (LB) Moerdani atau dikenal Benny Moerdani sudah ikut berperang sejak usia 13 tahun. Benny Moerdani selalu berada di garis depan pertempuran mulai dari perang melawan penjajah di masa Revolusi Kemerdekaan hingga penumpasan pemberontakan bersenjata di berbagai daerah seperti, PRRI/Permesta, DI/TII, pembebasan Irian Barat, Ganyang Malaysia di pedalaman Kalimantan, hingga penumpasan G30/S/PKI.
Dikutip dari buku berjudul “Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani, Dia Tidak Bisa Dibeli dengan Uang” yang dilihat oleh dari Sindonews, saat masih berusia belasan tahun, Benny Moerdani sudah berani menyabung nyawa dengan menyusup ke Markas Belanda untuk mencari tahu rencana-rencana tentara Belanda. Meski taruhannya sangat berat karena jika tertangkap nyawa bisa melayang, namun Benny yang fasih berbahasa Belanda tak gentar, dia menjalankan tugasnya dengan baik sebagai mata-mata.
Saat berpangkat Letnan Satu, Benny yang kala itu menjabat sebagai Komandan Kompi A Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) kini bernama Kopassus mendapat tugas berat yakni, merebut Pekanbaru, Riau dari tangan PRRI. Benny akan diterjunkan dengan pesawat khusus C-47 Dakota.
Masalah muncul karena Benny belum pernah berlatih terjun payung. Sementara anak buahnya sudah memiliki wing terjung di dadanya. Meski begitu, Benny tetap nekat terjun. Setelah mendapat arahan singkat dari Letda Soeweno sesaat sebelum terjun, Benny akhirnya berhasil melakukan penerjunan dengan selamat. “Wedhus (kambing) saja dipakein parasut, ditendang terjun bisa selamat, apalagi manusia?” ucap Benny kala itu.
Benny kembali membuktikan keberaniannya sebagai prajurit sejati ketika diperintahkan Letkol Udara Wiriadinata untuk masuk ke pusat kota Pekanbaru. Saat itu, pusat kota masih dikuasai musuh dengan persenjataan lengkap dan modern. Tanpa pikir panjang, dengan mengendarai Jeep Willy 44 hasil rampasan, Benny bersama 4 kawannya langsung ke pusat kota. Dalam waktu singkat, Benny berhasil melumpuhkan kekuatan musuh tanpa ada korban jiwa dipihak Benny.
Sepak terjang Benny Moerdani di medan operasi membuat namanya ditakuti lawan dan musuh-musuhnya. Bahkan, pasukan elite dari salah satu negara Eropa sampai menawarkan hadiah menggiurkan bagi siapa pun yang bisa menangkap mantan Jenderal Korps Baret Merah itu hidup atau mati.
Dalam buku berjudul “Benny Moerdani yang Belum Terungkap” perburuan terhadap Benny oleh pasukan elite Belanda Koninklijke Mariniers bermula ketika Benny yang saat itu berpangkat Kapten bersama prajurit RPKAD diterjunkan dalam Operasi Naga di Irian Barat kini Papua. Operasi Naga, merupakan operasi yang cukup berat karena harus menggagalkan rencana Belanda mendirikan “negara boneka” di Papua. Operasi ini menjadi strategi TNI untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda yang jumlahnya mencapai 10.000 prajurit dan berpusat di Biak.
Rencana selanjutnya, TNI akan menyerbu Biak dalam Operasi Jawa Wijaya. Selain itu, Operasi Naga ini juga merupakan perwujudan dari Tri Komando Rakyat (Trikora) yang diumumkan Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961. Di mana Indonesia hendak memperkuat diplomasi dalam perundingan dengan Belanda di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tepat pukul 03.00 dini hari, 23 Juni 1962 sebanyak 213 prajurit Kopassus diterjunkan dari tiga pesawat C-130 Hercules di atas Merauke, Papua. Sayangnya, operasi tersebut bocor oleh siaran radio Australia. Hal ini membuat Operasi Naga tidak berjalan sesuai rencana. Pasukan Belanda yang mengetahui informasi tersebut kemudian melakukan pengadangan dan penyergapan terhadap Benny dan pasukannya.
Akibatnya, perjalanan pasukan Naga yang dipimpin Benny menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke menemui banyak rintangan. Tidak hanya alam tapi juga harus bertempur dengan Marinir Belanda. Salah satunya, pertempuran yang terjadi pada 28 Juni 1962. Saat itu, dua perahu motor Marinir Belanda tiba-tiba menyerang pasukan Benny Moerdani yang sedang beristirahat di Sungai Kumbai. Pertempuran jarak dekat pun tak dapat dielakkan.
Benny yang tidak menduga bakal mendapat serangan mendadak tersebut, langsung berlindung dan menginstruksikan anak buahnya untuk menyelamatkan diri. Dalam penyergapan tersebut, Jenderal Kopassus ini nyaris tewas karena topi rimbanya tertembak. Beruntung, nyawanya masih bisa selamat.
Saat berupaya menyelamatkan diri dari penyergapan itu, mantan Panglima ABRI ini tidak menyadari jika jaketnya sedang dilepas. Sedangkan senjata, radio dan dokumen lainnya yang diikatkan di tubuhnya berhasil di selamatkan.
Dikutip dari buku “Kopassus untuk Indonesia” dalam pertempuran sengit di Sungai Kumbai, Benny bersama pasukan Naga berhasil memukul mundur pasukan Marinir Belanda yang didaratkan dengan menggunakan dua perahu motor dan kapal sungai di hulu Sungai Kumbai. ”Yang dipakai Benny adalah strategi kucing. Kalau bertemu ya bertempur. Kalau tidak ya kucing-kucingan. Tujuan kami sebagai umpan supaya Belanda memecah konsentrasi pasukannya yang di Biak dan terbukti berhasil,” kenang Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi yang saat Operasi Naga masih berpangkat Letnan Satu.
Di pedalaman belantara Papua, pertempuran sengit antara kedua pasukan elite tersebut terus terjadi. Belanda bahkan sempat mengeluarkan pengumuman bagi siapa pun yang bisa meringkus Kapten Benny akan diberi hadiah 500 gulden. ”500 gulden untuk informasi atau menangkap keduanya hidup atau mati,” kata Ben Mboi yang terkejut karena melihat banyak pamflet berisi foto dirinya dan Benny Moerdani di pohon dan dinding rumah warga.
Upaya Belanda menangkap Benny tak berhasil dan terus gagal hingga akhirnya gencatan senjata antara Pasukan Naga dan Marinir Belanda disepakati. Pada 17 Agustus 1962 Benny bersama pasukannya dijamu makan di Markas Marinir Belanda di Merauke. Saat itu, Benny terkejut mengetahui jaketnya terpampang di dinding Markas Marinir Belanda. Jaket hasil sitaan dalam pertempuran Sungai Kumbai milik Benny tersebut bahkan dijadikan sasaran lempar pisau. Di situlah baru diketahui betapa kesalnya tentara elite Belanda terhadap Kapten Benny.
Keberanian Benny Moerdani di medan operasi diakui Jan Willem de Leeuw, tentara Belanda yang pertama kali bertemu di Irian Barat. Jan bercerita tentang betapa beraninya Benny sebagai komandan tentara Indonesia saat itu. ”Selain profesional sebagai tentara, Benny juga sebagai seorang negosiator ulung,” tutur Jan.
Keberhasilannya dalam operasi ini menarik perhatian Presiden Soekarno yang kemudian menganugerahi kenaikan pangkat luar biasa dan tanda kehormatan bintang sakti kepada Benny dan pasukannya. Bintang Sakti merupakan tanda kehormatan yang diberikan pemerintah untuk menghormati keberanian dan ketabahan tekad seorang prajurit yang melebihi panggilan kewajiban dalam operasi militer.
Bahkan untuk menghormati jasa-jasanya kepada negara, Presiden Soeharto mengangkat Benny sebagai Panglima ABRI. Meski selama meniti kariernya di militer, Benny tidak pernah menjabat sebagai Pangdam, Komandan Brigade dan Komandan Korem, termasuk mengikuti pendidikan di Sesko. "Iya, tapi dia dulu yang terjun di Merauke," ujar Menhan Prabowo Subianto menirukan ucapan Soeharto dalam buku biografinya berjudul "Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto".
Tidak hanya itu, untuk mengenang peristiwa penerjunan pada 1987 patung Benny dengan parasutnya yang tergulung di pundak berdiri di Kampung Kuprik, Distrik Tanah Miring sekitar 30 Km dari Merauke. Dalam prasasti itu tertulis.
“Di sini daerah penerjunan dalam rangka pembebasan Irian Barat yang dipimpin oleh Kapten L Benny Moerdani pada tanggal 4 Juni 1962. Terima kasih atas perhatian masyarakat dan pemerintah daerah tinggkat II. Persembahan masyarakat dan pemda 2 Oktober 1989” [Okezone].
Disadur: https://nasional.okezone.com/read/2022/01/23/337/2536338/benny-moerdani-jenderal-kopassus-yang-nyawanya-dihargai-5-000-gulden-oleh-pasukan-elite-belanda?page=3