Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Gerbong Baru Pelarian PKS Bernama Garbi

Gerbong Baru Pelarian PKS Bernama Garbi

Jum`at, 09 Agustus 2019 11:09 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi perang ideologi antara Garbi yang dimotori eks PKS dengan PKS. [FOTO: politiktoday.com]

DIALEKSIS.COM - Diam-diam, Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) sudah menggurita se-Nusantara. Ormas ini pun sudah menyatakan akan segera membuat partai politik, yang disinyalir muncul dengan nama Partai Gelora.   

Dengan begitu, terbelah sudah tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kubu Sohibul Iman basisnya kader senior PKS dengan kubu Anis Matta yang merupakan geng kader muda PKS.

Dari perpecahan itu, muncul istilah Faksi Keadilan untuk Sohibul cs dan Faksi Sejahtera bagi kubu Anis cs. Tersebut pula ‘kata sandi’ antara Osin (Orang Sini) untuk para senior dan Osan (Orang Sana) bagi kelompok muda.

Embrio perpecahan diduga sudah tumbuh saat Anis meniupkan gagasan pembaruan bangsa dengan sepotong frasa mantra: Arah Baru Indonesia (ABI).

Gagasan ini dihembus sejak 2013, saat dirinya menjabat Presiden PKS--ia menggantikan presiden sebelumnya Luthfi Hasan Ishaaq yang terjerat kasus korupsi impor daging sapi.

Anis memimpin saat mesin partai sedang macet. Di samping membangun kembali PKS, Anis juga ingin gagasan ABI didengar generasi senior. Tapi alumni Syariah Islam LIPIA Jakarta ini hanya memiliki waktu yang singkat untuk melunakkan ideologi lama.

Ki-ka: Kubu Faksi Sejahtera, Fahri Hamzah, alm Taufiq Ridlo, dan Anis Matta. [FOTO: Antara]

Pada 9-10 Agustus, PKS menggelar Musyawarah I Majelis Syuro Masa Khidmah 2015-2020 di Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.

Hasilnya, Ketua Majelis Syuro dua periode Hilmi Aminuddin digantikan dengan Salim Segaf Aljufri. Kubu Anis yang sudah tak sepaham dengan konsep partai tertutup Hilmi, diduga memang ingin melengserkan Sang Guru di PKS itu.

Hilmi, dulunya cukup dekat dengan Anis. Namun makin kesini, makin berjarak. Pasalnya, dua tokoh beda generasi itu saling kontradiktif. Hilmi mendesain PKS layaknya partai tertutup, sedangkan Anis ingin menjadikannya partai terbuka.

Upaya Anis makin terhadang. Sebab musyawarah di Bandung Barat itu juga menggantikan dirinya sebagai Presiden PKS.

Dia harus senyum kecut kepada rival ideologinya, Sohibul Iman, yang sudah pula terkontaminasi dengan oleh doktrin Hilmi: pengelolaan sumber daya parlemen yang didesentralisasi ke Majelis Syuro.

Ketua DPP PKS Indra saat itu menjelaskan, terpilihnya Sohibul Iman tak akan menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PKS.

"PKS tidak ada blok A, B, atau C. Semua hadir. Tidak ada budaya pecah di PKS, tidak ada sama sekali. Anis Matta masuk badan kerja sama internasional. Sesuai kepiawaian beliau. Mereka tetap dibutuhkan," kata Indra kepada media.

Tapi statement Indra hanya hiburan belaka. Realitanya, pergantian pucuk pimpinan itu menjadi awal mula ‘Perang Dunia Ketiga di tubuh PKS’.

Mahfudz Siddiq, kader PKS mengungkapkan, konflik internal partai kebanggaan ormas Islam itu justru bergelora semenjak keluarnya hasil Musyawarah I Majelis Syuro Masa Khidmah pada Agustus 2015 itu.

Mahfudz Siddiq saat memberikan orasi kebangsaan pada deklarasi Garbi Bali di pelataran Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Sabtu (06/10/2018). [FOTO: IST]

Para pengurus PKS yang sebelumnya rajin bahas ide ABI yang dilontarkan Anis (disebut Orang Sana) kehilangan arena. Sementara elit PKS (disebut Orang Sini) menganggap ide pembaruan itu bisa merusak DNA partai.

Perang ideologi pun tak terhindarkan lagi. Puncaknya ketika Anis Matta, sang pencetus gagasan ABI yang masih berstatus anggota Majelis Syuro, dilarang maju sebagai cawapres oleh DPP PKS pada Pilpres 2019.

Padahal sebelumnya, eks Presiden PKS itu masuk dalam salah satu dari 9 nama cawapres dari PKS yang akan disandingkan dengan Capres Prabowo.

Baca: Sosok Anis Matta Penggagas ABI

Anis dan loyalisnya diduga sedang ‘mengkudeta PKS’ dengan ideologi ABI. Dugaan ini berdasarkan hasil ‘operasi intelijen’ yang dilakukan DPP PKS lewat unit intelijen PKS. Unit yang dikembangkan Suripto, eks anggota Badan Intelijen Negara didikan Benny Moerdani.

"Ustaz Hilmi Aminuddin memang memperkuat unit intelijen yang dibuat oleh Pak Suripto," kata Mahfudz seperti dikutip Tirto.id

"Kebetulan saya tujuh tahun di Komisi I, mitranya orang BIN, jadi paham," imbuhnya.

Hilmi Aminuddin yang memperkuat unit intelijen saat menjadi Ketua Majelis Syuro sejak 2005, disebut Anis kemudian menjadi bumerang. Ya, tim itu akhirnya menyelidiki gerakan pembaruan yang digagasnya.

Mahfudz menjelaskan, saat konflik internal mencuat, beredar dokumen setebal 27 halaman berjudul "Mewaspadai Gerakan Mengkudeta PKS". 

Dokumen ala operasi intelijen ini dibuat pada 25 Maret 2018 dan menyebar ke para petinggi PKS.

Setidaknya, dalam dokumen itu disebutkan; Anis, Fahri Hamzah dan para pengikutnya ingin menggulingkan elite PKS pimpinan Sohibul Iman dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, serta para loyalis partai lainnya.

Mahfud menceritakan, dokumen itu berisi paparan modus kerja gerakan mengkudeta PKS oleh Anis Matta cs dan bagaimana menanggulangi gerakan tersebut.

"Orang-orang yang disebut sebagai loyalis Anis Matta ini banyak yang menjadi petahana di DPRD," beber Mahfudz yang juga mendukung gagasan Anis.

Mahfudz sendiri kader potensial PKS yang akhirnya dicoret dari daftar caleg PKS yang diajukan ke KPU pada Pilpres 2019, setelah hampir 15 tahun menjadi anggota DPR.

Tirto menulis, nama Mahfudz tak lagi tercatat sebagai caleg PKS meski ia tak pernah menyatakan mengundurkan diri.

Menurutnya, ada upaya menyingkirkan Anis dan para loyalisnya menjelang Pilpres 2019. 

Indikasinya, muncul surat edaran bertanda tangan Presiden PKS Sohibul Iman dilampiri dua formulir yang meminta loyalitas legislator pada partai.

Dua formulir itu meminta para legislator, baik di parlemen daerah dan pusat, bersedia diganti sewaktu-waktu dan mengundurkan diri dengan tanggal kosong. Kedua surat ini mengikat karena harus ditandatangani dengan cap materai.

Tak menunggu lama. Di daerah, sejumlah pimpinan DPW PKS yang pro Anis ditendang. Api makin membara.

Sesaat usai Musyawarah di Bandung Barat, berhembus kabar di kalangan internal partai, Anis akan membuat ormas baru: Garbi, yang akan dideklarasikan di lebih dari 50 kabupaten/kota di Indonesia.

Benar saja, terhitung sejak September tahun lalu, deklarasi Ormas Garbi terdengar satu per satu. Mulai dari tanah kelahiran Anis, Makassar, kemudian menggurita sampai ke Sumatera, termasuk Aceh.

Geliat Garbi di Aceh

Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI yang sempat dipecat PKS dan juga disebut sebagai inisiator Garbi, girang bukan kepalang. Dia ikut hadir dalam deklarasi Garbi Aceh, 1 November 2018.

Sekumpulan orang dari kalangan dewasa akhir hingga remaja, memadati salah satu kafe di kawasan Lampineung, Kota Banda Aceh. Mereka mengikuti acara bertajuk "Deklarasi Garbi Aceh & Ngopi Bareng FH".

Fahri Hamzah berorasi dalam Deklarasi Garbi Aceh di Banda Aceh. [FOTO: kumparan]

FH adalah inisial Fahri Hamzah. Sebelum berlangsungnya deklarasi, peserta yang merupakan pengurus Garbi Aceh, memang hanyut dalam diskusi santai dan ngopi bareng Wakil Ketua DPR RI.

Kepada peserta Fahri meluapkan kegembiraannya. Sebab Garbi telah menggurita di beberapa daerah di Indonesia. Secara persuasif dia katakan, Garbi menjadi wadah aspirasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

"Saya senang karena gelora Garbi dari seluruh Indonesia makin kuat. Mudah-mudahan ini bisa menjadi kanal bagi satu aspirasi untuk mengharapkan agar Indonesia di masa depan punya kejelasan arah," ujarnya seperti dilansir Kumparan, 2 November 2019.

Dia menegaskan Garbi lahir dari kegelisahan orang-orang yang mengharapkan agar bangsa Indonesia kembali kepada jati dirinya. Bahwa selama ini ada perasaan tidak terarah dari bangsa ini.

Ormas ini akan menjadi wadah untuk menginisiasi, mengakumulasi dan mengkanalisasi kegelisahan masyarakat.

Ketua Garbi Aceh, Salman Syarifuddin Alhafizh, berharap deklarasi Garbi Aceh menjadi bagian dari upaya menghadirkan narasi baru untuk perubahan Indonesia.

Menurutnya, Garbi akan berkonsentrasi dalam agenda sosial kemasyarakatan, ide, gagasan dan narasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai nomor lima negara terkuat di dunia.

"Di tingkat lokal juga akan menjadi ormas yang akan mendorong penegakan Syariat Islam secara kaffah di Aceh," katanya.

Tak lama usai deklarasi Garbi Aceh, tentakel Garbi menjalar ke berbagai kabupaten/kota di Aceh, seperti Banda Aceh, Aceh Besar, Bireuen, Lhokseumawe, hingga Aceh Tengah.

Di Aceh Tengah, sosok senior PKS Aceh, Raihan Iskandar hadir mendeklarasikan Garbi Chapter Aceh Tengah, pada 30 Januari 2019 di lantai 2 Niminawa Cafe, Umah Opat, Takengon. Konsep acaranya sama, diskusi santai dan ngopi bareng.

Gagasan yang diusung Garbi mengisi ruang diskusi di sela-sela aroma kopi arabika Tanah Gayo.

"Kita ingin semua bersama membangun bangsa. Menawarkan gagasan dan narasi untuk menjadikan Indonesia kembali besar. Ada potensi luar biasa pada bangsa ini. Bahkan ketika baru merdeka, Indonesia mampu menjadi kekuatan dan menghadirkan non blok," kata Raihan.

Mantan legislator asal Aceh itu juga mengungkapkan kondisi umat Islam sebagai umat mayoritas namun seperti menjadi orang asing di negeri sendiri. Hal ini juga dipikirkan Garbi.

Raihan Iskandar, yang diwawancarai Dialeksis.com pekan lalu, mengatakan, Garbi hadir karena adanya kegelisahan terhadap nasib bangsa. Hal ini tentu saja sebagaimana kata Fahri Hamzah saat deklarasi Garbi Aceh.

"Kita kan sudah 20 tahun reformasi, peran bangsa ini untuk tampil di pentas dunia belum kelihatan. Kemudian dari inisiatornya Anis Matta dan Fahri Hamzah kepingin supaya Indonesia ini bisa lebih berdaya guna di pentas dunia," kata eks Ketua Umum DPW PKS Aceh itu.

Makanya, Raihan menambahkan, Garbi mengusung visi besar membawa Indonesia kepada lima besar kekuatan dunia. Ormas ini mengusung tagline "Garbi untuk Indonesia yang nasionalis, religius, demokratis dan sejahtera".

Baca: Wawancara Khusus Raihan Iskandar Soal Garbi

Pergerakan Garbi di Aceh turut diamati peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) di Banda Aceh. 

Koordinator JSI, Saddam Rassanjani bilang, Garbi lahir karena kebutuhan seorang Anis Matta yang ingin naik sebagai calon presiden pada Pemilu 2024.

"Anis sepertinya sangat ngebet jadi presiden, namun sepertinya petinggi-petinggi PKS yang lebih senior belum merestui niatannya itu. Sadar dirinya tidak mendapatkan dukungan, akhirnya Anis mengakomodir dirinya sendiri dengan membentuk partai politik baru," katanya kepada Dialeksis.com, Rabu (30/7/2019).

Alumni Magister Public Policy & Management University of Glasgow--kampus di Skotlandia yang dikenal karena pengajaran dan penelitian yang memiliki reputasi internasional--itu juga tertarik dengan pernyataan Anis Matta maupun partnernya Fahri Hamzah yang ingin membentuk partai politik (parpol).

Menurutnya, trend ormas menjadi parpol sudah terjadi beberapa kali sebelumnya, seperti Nasdem dan Perindo. 

Bedanya, kedua parpol ini bersikukuh akan konsisten menjadi ormas, namun akhirnya jadi partai juga.

"Sementara Garbi memainkan politik yang jujur dan santun. Mereka adalah ormas yang akan bertransformasi menjadi partai politik, sehingga saya rasa proses peralihannya akan lebih diterima oleh masyarakat," nilai Saddam.

Ketika simpatisan PKS beraksi di Banda Aceh. [FOTO: Serambi Indonesia]

Ketika Garbi bertransformasi menjadi parpol, baik dengan nama Garbi atau dengan nama berbeda--seperti nama Partai Gelora yang sempat beredar belakangan--menurut Saddam, akan mengganggu basis konstituen PKS pada Pemilu 2024.

Hal itu sangat disayangkan, karena suara PKS sedang mengalami peningkatan secara nasional. Perhatikan data berikut.

PKS yang berdiri pada 1998 dengan nama Partai Keadilan selalu lolos masuk DPR. Pemilu pertama diikuti pada 1999 dengan nama PK. Memperoleh 1,3 persen suara nasional sehingga berhak atas 7 kursi DPR.

Namun Partai Keadilan kemudian harus ubah nama usai berlaku UU No 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Saat itu ada syarat minimal harus punya 2 persen suara mengikuti pemilu periode selanjutnya atau pada 2004. PK pun menjadi PKS pada 2003.

PKS lalu meraup 7,34 persen pada Pemilu 2004 dengan meraih 45 kursi. Berikutnya, pada 2009, peringkat PKS makin naik dengan perolehan 7,88 persen suara nasional. 57 kursi DPR didapat.

Raih suara PKS sedikit kempes pada Pemilu 2014. Hanya mengumpulkan 6,79 persen suara nasional dan mendapat 40 kursi DPR atau 7,1 persen.

Setahun menjelang Pemilu 2019, inisiator Garbi Fahri Hamzah sempat memprediksi PKS bakal tak bisa lagi menempatkan kader di DPR periode 2019-2024.

"Mungkin inilah umur PKS 20 tahun, selesai tahun inilah. Kan kita dulu deklarasi 1998, ini 2018, mungkin ini innalillahiwainnailaihirojiun," ujar Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dilansir detikcom, Selasa (17/7/2018).

Tapi realitanya, hasil Pemilu 2019 cukup membanggakan bagi PKS. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, partai yang sedang dikomandoi Sohibul Iman menempati posisi enam dengan raihan 11.493.663 suara atau sekitar 8,21 persen.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut kenaikan perolehan suara ini tak terlepas dari konsistensi partai mendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Efek mendukung Prabowo-Sandi sangat terasa bagi PKS," ujar Mardani seperti dikutip CNNIndonesia, (20/5/2019).

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. [FOTO: CNN Indonesia]

Dia membeberkan alasan lain, yaitu program-program PKS seperti janji Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup dan penggratisan pajak sepeda motor, diklaim memicu dukungan dari masyarakat luas. 

Selain itu militansi kader PKS dan dukungan para ulama juga sangat berperan dalam membantu PKS lolos ambang batas parlemen.

Anis pun mengomentari perolehan PKS pada Pileg 2019. Menurutnya, tak banyak perubahan dalam tubuh PKS sejak 2014. 

"Saya kira hasil 2019 hampir sama dengan hasil 2014," ujarnya di Denpasar, Jumat (5/7/2019), seperti dikutip detikcom.

Dia mengatakan, isu dan tokoh yang berkiprah di PKS hanya didominasi orang yang sama. 

"Karena pada dasarnya tokoh-tokohnya itu-itu juga, agenda yang disampaikan itu-itu juga. Jadi peta ini yang sama saja," cetus eks Wakil Ketua DPR RI itu.

Terlepas bagaimana penilaian panglima Osan dan Osin, Saddam menilai, jika tidak pecah kongsi, suara PKS akan terus meningkat seiring perjalanan waktu.

Namun, seandainya internal partai terbelah dua, maka suara PKS akan tergerus pada 2024. "Setidaknya 50 persen," sebut Koordinator JSI.

Potensi suara PKS susut jika Garbi jadi mendirikan parpol, karena menurut dia, bisa dikatakan ruh Garbi itu PKS.

"Kemudian saya melihat secara segmentasi sementara ini fokus relasi yang dibangun Garbi adalah kalangan 40 tahun kebawah yang memiliki mobilitas lebih tinggi dibandingkan yang sudah sepuh," imbuhnya.

Seperti diketahui, tambahnya, tipikal kader-kader PKS memiliki militansi yang tinggi, sehingga ketika mereka pindah ke gerbong Garbi, semangat yang telah dibangun tersebut akan ikut terbawa.

Dia menegaskan, "dan itu hal yang positif bagi Garbi untuk meningkatkan poin elektabilitas pada Pemilu 2024 nanti."

Meskipun dia mengakui, ketika Garbi melahirkan parpol nanti, tidak semua eks PKS bergabung. Namun kader dan anggota mereka nanti akan mengikuti kulturnya pentolan partai yang identik dengan almamater putih-kuning-hitam itu.

Pun di Aceh. Ideologi yang dijual Garbi akan "mudah laku". Sebab Garbi menawarkan ideologi nasionalis-religius.

Bagi masyarakat Aceh yang sebagian besarnya hidup dengan tradisi menjalankan nilai-nilai positif yang terkandung dalam syariat Islam, dinilai Saddam, akan sangat mudah menerima gagasan Garbi.

"Apalagi, tokoh kunci Garbi di Aceh adalah mereka yang terkenal relijius di masyarakat," tandasnya.

Garbi yang akan ‘memecah’ suara PKS di arus bawah tak membuat gaduh PKS Aceh. Sekretaris DPW PKS Aceh Khairul Akmal menilai, Garbi yang akan membuat parpol itu bagian dari demokrasi.

Sebab, Undang-undang memberikan ruang kebebasan kepada setiap warga negara Indonesia untuk berpendapat, berkumpul, dan berserikat.

"Nah, ketika ada orang yang dulunya mereka itu pendiri partai namun hari ini mereka sudah tidak bersepakat lagi dengan PKS dan membuat ormas baru bahkan membuat partai baru, secara kontek kepartaian sebenarnya tidak ada masalah," kata Khairul Akmal saat diwawancarai Dialeksis.com pekan lalu.

Seandainya nanti, eks PKS dengan gerbong Garbi akan mendirikan partai, "itu sebuah sebuah kewajaran," sebut Khairul.

Karena sebelumnya, sudah ada parpol nasional lain yang duluan pecah. Ia menyebut eks Golkar yang melahirkan Hanura, Gerindra, dan Nasdem, juga PDI yang melahirkan PDI Perjuangan.

Pun jika berwujud partai nanti, Garbi takkan sama dengan PKS. Parpol bentukan Anis cs pasti akan tampil dengan entitasnya sendiri. Sekalipun hadir dengan partai islam, tak jadi momok. Sebab sudah ada pula partai islam lainnya, semisal PPP dan PBB.

"Dia (Garbi_red) juga hadir, silahkan berkompetisi," ujar Khairul Akmal yang sempat mencalonkan diri sebagai Caleg DPRA Dapil 1 pada Pileg 2019 lalu.

Eks Ketua Komisi A DPRA 2004-2009 ini menambahkan, "Semua partai ada visi dan misinya masing-masing, tentu akan punya pengikut masing-masing." [FOTO: lensaaceh.com]

Khairul juga menggarisbawahi, kehadiran parpol bentukan Garbi nanti takkan melemahkan internal PKS, meskipun pada eks PKS--Osan--berpindah ke Gerbong Garbi yang mungkin saja ikut menggiring pengikutnya.

Sebagai bukti, Anis cs menebarkan gagasan Garbi hampir setahun sebelum Pemilu 2019, sebagai upaya ‘sedikit nakal’ untuk memecah suara PKS di arus bawah. Namun hasilnya, kata Khairul, PKS malah berhasil mendulang suara lebih bagus dari pemilu sebelumnya.

"Ya secara signifikan tidak berpengaruh. Mungkin saja targetnya 10 persen tapi kita dapatnya 8 persen, ada pengaruhnya 2 persen itu kan dalam bentuk prediksi. Apalagi kalau dia (Anis cs_red) katakan berdirinya partai itu untuk pemilu yang akan datang, berarti sudah punya positioning dan masyarakat bisa melihat bahwa ini partai A dan ini partai B," jelasnya.

Secara nasional, PKS tak gentar dengan gerakan pembaruan yang dibangun Garbi. 

Kepada publik, Presiden PKS Sohibul Iman menegaskan pihaknya tak khawatir para kader PKS akan merapat ke Garbi jika nantinya menjadi partai.

Sohibul percaya kadernya solid. "Enggak (khawatir kader PKS diambil Garbi), insyaallah. Saya udah bilang, saya percaya kepada kader PKS. Udah pada matang semua," kata Sohibul di Hotel Mercure Jakarta Batavia, Senin (5/8/2019) pekan lalu, seperti dilansir detikcom.

Presiden PKS Sohibul Iman. [FOTO: Liputan6.com]

Kini para ‘pelarian’ PKS telah berpindah gerbong. Faksi Sejahtera menerangkan, kepindahan itu salah satunya disebabkan gagasan Anis cs tak diterima sehingga sejumlah kader PKS kubu Osan disingkirkan--hal ini setidaknya diakui Raihan Iskandar dalam wawancara dengan Dialeksis.com.

Namun, Faksi Keadilan menyatakan, mereka tak pernah mendepak ‘kader PKS nakal’ apalagi kalau disebut dimarjinalkan, melainkan kepindahan gerbong itu karena sudah beda visi--hal ini setidaknya diakui Sekretaris DPW PKS Aceh Khairul Akmal.

"Jadi kalau disebutkan dimarjinalkan saya kira kurang tepat lah, tapi kalau mereka punya visi yang berbeda akhirnya setelah sekian lama, bisa jadi," katanya kepada Dialeksis.com.

Garbi terus bergelora. Entah nantinya memang mendirikan parpol dengan nama Partai Gelora atau nama lain, Garbi, kata Fahri Hamzah, lahir untuk menyikapi indikasi begitu lemahnya kepemimpinan bangsa saat ini.

"Garbi adalah kafilah yang muncul dalam rute perjalanan bangsa Indonesia apabila ada gejala sebuah bangsa mulai lunglai, sebuah kepemimpinan mulai lalai."

Demikian kata Fahri Hamzah seperti dikutip Viva.co.id dalam sambutannya saat deklarasi Garbi Jakarta di Epiwalk Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, Minggu, 3 Maret 2019.(Makmur Emnur)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda