Senin, 14 Juli 2025
Beranda / Sosok Kita / Ayah Profesor, Pelita Intelektual dari Balik Dinding Dayah

Ayah Profesor, Pelita Intelektual dari Balik Dinding Dayah

Sabtu, 12 Juli 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Mirza Ferdian

Prof. Dr. H. Tgk. Muntasir A. Kadir, MA., pimpinan Dayah Jamiah Al-Aziziyah, Batee Iliek, Kabupaten Bireuen. Foto: doc Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Soki - Dunia pendidikan pesantren, atau yang lebih akrab disebut dayah di Aceh, selama ini dikenal sebagai taman tumbuhnya akhlak dan keilmuan agama. Namun, lebih dari sekadar lembaga tradisional, dayah telah lama membuktikan diri sebagai ladang yang menumbuhkan intelektual - intelektual ulung yang mampu bersaing di ruang akademik modern. Satu lagi bukti nyata lahir dari sosok Tgk. Muntasir A. Kadir, atau yang akrab dipanggil Ayah Mun.

Ayah Mun, alumni Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, baru saja meraih gelar Guru Besar (Profesor) dalam bidang Politik Islam di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe. Sebuah pencapaian yang tidak hanya menjadi mahkota pribadi, tetapi juga cahaya inspiratif bagi ribuan santri dayah yang tengah menapaki jalan sunyi pendidikan.

Kini, lengkaplah nama beliau menjadi Prof. Dr. H. Tgk. Muntasir A. Kadir, MA., pimpinan Dayah Jamiah Al - Aziziyah, Batee Iliek, Kabupaten Bireuen. Sebuah kombinasi sempurna antara ulama yang membumi di tengah santri dan intelektual yang menara ilmunya terpancang kokoh di dunia akademik.

Sejarah Aceh telah mencatat beberapa ulama besar yang menembus sekat antara pendidikan tradisional dayah dan dunia perguruan tinggi. Salah satunya adalah Abuya Prof. Dr. Tgk. Muhibbudin Waly, putra pendiri Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abuya Mudawaly Al-Khalidy.

Abuya Muhibbudin, yang wafat pada 7 Maret 2012, adalah sosok ulama karismatik yang sukses meraih Guru Besar Ilmu Hukum Islam di Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ). Kehadirannya menjadi inspirasi lintas generasi, bagaimana seorang anak dayah mampu berkiprah di panggung keilmuan nasional tanpa kehilangan ruh kesederhanaan dan keteladanan.

Kini, tongkat estafet itu seakan diteruskan oleh Ayah Mun di Batee Iliek. Dengan penuh dedikasi, beliau membangun dayah sebagai ruang pembinaan ilmu dan akhlak yang terjaga dari berbagai kebiasaan buruk. Salah satu prinsip kuat yang beliau tegakkan adalah larangan merokok di lingkungan dayah. Tidak hanya bagi santri, tetapi juga bagi seluruh dewan guru dan pengurus.

“Di sini, rokok bukan sekadar persoalan kesehatan, tapi juga keteladanan,” begitu kira - kira pesan moral yang tersirat dari sikap tegas beliau. Bahkan para mantan santrinya yang kini telah dewasa pun segan merokok di hadapan beliau.

Keteladanan Ayah Mun tidak hanya tercermin dalam ceramah atau pelajaran di kelas. Ia hadir nyata dalam sikap keseharian, dalam kesungguhan mendidik, dalam kedisiplinan menjaga lingkungan dayah, dan dalam kesederhanaan hidupnya.

Di era ketika banyak orang terjebak dalam dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, Ayah Mun membuktikan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan. "Seorang santri bisa menjadi cendekiawan. Seorang ulama bisa menjadi profesor."

Pencapaian Ayah Mun adalah tamparan lembut bagi mereka yang masih memandang sebelah mata pendidikan dayah, seolah-olah hanya menghasilkan pemuka agama tanpa wawasan akademik yang luas. Padahal, dari balik tembok sederhana dayah-dayah itu, telah lahir pemikir-pemikir besar yang mampu mewarnai ruang publik dengan gagasan-gagasan cemerlang.

Kini, gelar profesor yang melekat pada Ayah Mun bukan sekadar kebanggaan pribadi, melainkan amanah besar untuk terus menginspirasi generasi muda dayah. Jalan masih panjang, tantangan semakin kompleks, namun arah perjuangan sudah terang, memperkokoh sinergi antara keislaman yang kaffah dan keilmuan yang membumi.

Kita semua patut bersyukur atas capaian ini. Semoga semakin banyak santri dayah yang mengikuti jejak beliau, memadukan ilmu agama yang mendalam dengan kecakapan akademik yang mumpuni.

Dan sebagai bentuk penghormatan atas kiprah dan keilmuannya, mulai hari ini, mari kita panggil beliau dengan sebutan "Ayah Profesor dari Batee Iliek."

Selamat, Ayah Profesor. Semoga Allah SWT terus memberkahi langkah-langkahmu dalam membangun peradaban yang tercerahkan. 

Penulis: Mirza Ferdian/Warga Lambhuk

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI