Razia Kuliner Aceh Mengandung Ganja, Budayawan: Jangan Buat Stigma Negatif dan Rugikan Pedagang
Font: Ukuran: - +
Budayawan dan kolektor manuskrip kuno, Tarmizi Hamid mengatakan, razia kuliner Aceh oleh BNN yang diisukan mengandung ganja haruslah dilakukan secara hati-hati. Tujuannya, agar tidak memperkuat stigma negatif beredar di masyarakat.[Foto: Net]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Budayawan dan kolektor manuskrip kuno, Tarmizi Hamid mengatakan, razia kuliner Aceh oleh BNN yang diisukan mengandung ganja haruslah dilakukan secara hati-hati. Tujuannya, agar tidak memperkuat stigma negatif beredar di masyarakat.
“Jika razia ini hendak dilakukan, maka harus ada pembuktian, apakah pernah didapatkan. Kalau isu ini melebar, maka jelas akan merugikan pedagang Aceh,” ujar Tarmizi Hamid dalam keterangan, Kamis (24/5/2024).
Tarmizi menjelaskan, ganja secara historis memang kerap digunakan sebagai penyedap dan bumbu masak pada zaman kerajaan tempo dulu. Namun, setelah ganja masuk kelompok narkotika kelas satu, penggunaannya sebagai bumbu masak telah dilarang.
Ia mengimbau kepada publik untuk tidak menuding kuliner Aceh mengandung ganja hanya karena rasanya yang lezat.
”Kuliner Aceh memang enak-enak. Namun jangan langsung dikaitkan dengan ganja. Kita tidak boleh menuduh sembarangan,” ujarnya.
Menurutnya, Pemerintah Aceh dalam konteks penerapan Syariat Islam harus berperan aktif agar dapat memastikan semua usaha kuliner memiliki sertifikat halal. Sertifikat ini resmi dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh melalui Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan makanan.
Sementara itu, Kepala Bidang Audit dan Manual Sistem Jaminan Produk Halal LPPOM MPU Aceh, Deni Candra mengatakan bahwa program razia kuliner Aceh yang dilakukan BNN Aceh tidak salah.
”Tetapi, harus menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Jangan sampai menuduh,” tegasnya.
Pihaknya juga telah memeriksa potensi kandungan bahan haram, termasuk ganja dan alkohol, untuk memastikan produk tersebut mendapatkan sertifikat halal. [*]