Peumanoe Pucok Menjadi Tradisi Di Aceh Selatan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Yunardi
DIALEKSIS.COM | Tapaktuan - Lain lubuk lain airnya, lain pula ikanya. Demikian dengan resam adat budaya, satu daerah dengan daerah lain tentunya berbeda. Di Aceh saja misalnya, dihiasai dengan beragam budaya dan bahasa yang berbeda.
Dalam perkawinan misalnya, dari ujung timur sampai ujung barat, bahkan ke selatan Aceh, tradisi itu berbeda beda. Di Aceh selatan, negeri dengan julukan Kota naga, memiliki peumanoe pucok , sebuah budaya yang hingga kini masih berlaku dalam tatanan masyarakat.
Adat dalam pesta perkawinan ini, sudah menjadi bagian dari anak gadis yang akan menanggalkan prediketnya menuju pelaminan. Seorang anak daroe, sebelum dia duduk dikursi ratu sehari, dia terlebih dahulu dinobatkan pihak keluarga duduk di atas pentas.
Gadis calon pengantin ini, setelah dimandikan didudukan di atas pentas. Alunan lagu sedih khas kota Naga itu dilantunkan. Nada nada yang menggugah sang gadis agar tidak melupakan tangga rumahnya kalau nanti sudah berkeluarga, membuat sang gadis berlinang air mata.
Nasihat dalam alunan lagu itu akan merasuk sukma sang calon penggantin, apalagi dia keluarga sang daroe ini sudah tidak lagi lengkap. Pihak keluarga menyelenggarakan pesta ini sebagai kenduri terahir melepaskan masa dara, sebelum melangkah kepelaminan.
Adakalanya pesta peumanoe pucok ini diadakan menjelang hari H. Sang putri dimandikan untuk bersih diri, disertai dengan taburan bunga semerbak mewangi. Pesta pemanoe pucok ini, sampai saat ini tidak bisa dipisahkan dari tradisi warga Aceh Selatan.
"Saya juga baru selesai melaksanakan tradisi peumanoe pucok, dimana adik saya akan mengubah statusnya dari seorang gadis, menjadi pendamping hidup sang imam. Semoga tradisi ini akan terus membudaya, tidak lekang di panas dan lapuk di hujan," harap Tati, salah seorang warga Tapak Tuan, yang baru saja mengadakan pesta peumanoe pucok. (Yun)