Beranda / Analisis / Kasus Novel Baswedan Akankah Terkuak?

Kasus Novel Baswedan Akankah Terkuak?

Kamis, 17 Januari 2019 15:42 WIB

Font: Ukuran: - +


Publik nyaris lupa, bahwa di negeri ini ada kasus kekerasan yang menimpa penyidik KPK. Nama Novel Baswedan, seperti hilang ditelan masa. Kasus yang menimpa penyidik KPK itu "sudah dikuburkan". Kasus sejak 11 April 2017, hilang tanpa bekas. 

Saat publik dibuaikan dengan kasus itu, tiba tiba Kapolri Tirto Karnavian, mengeluarkan surat tugas untuk mengungkapkan kasus, bagaikan mengangkat batang terendam itu. Setelah 634 hari kasus itu tak berujung, kini kembali dicongkel.

Seriuskah kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK ini diungkap? Kasus itu belum terungkap, namun aksi teror terhadap penyidik KPK masih berlangsung. Awal tahun 2019 ini, dua rumah pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif, dilanda teror. Dirumah mereka dipasangi bom pipa paralon palsu dan dilempar molotov.

Kasus Novel belum tuntas, muncul teror baru. Sudah lama berbagai fihak, termasuk korban Novel meminta pihak penyidik untuk membentuk tim gabungan guna mengungkap kasus yang menimpanya. Namun permintaan itu bagaikan angin lalu.

Namun di medio Januari 2019 ini, publik kembali disentakan, Kapolri Tirto Karnavian menanda tangani Surat Tugas untuk mengungkap kasus kekerasan terhadap Novel Baswedan. Tidak tanggung- tanggung personil yang dimasukan Kapolri dalam mengungkap kasus ini.

Tercatat di SK nomor ; Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 tertanggal 8 Januari 2019, selain Kapolri sebagai penanggungjawab tugas ini, juga didalamnya ada 64 personil lainya. Jumlah tim yang sangat besar untuk mengungkapkan kasus Novel Baswedan.

Tim ini diketuai Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis dengan wakil Karobinops Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta serta jajaran penyidik dan penyelidik polisi. Pihak KPK juga diikut sertakan dalam tim itu, antara lain lima orang dari bagian penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan internal. 

Ada juga   7 orang pakar dilibatkan, yakni mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo, Ketua Setara Institute Hendardi, komisioner Kompolnas Poengky Indarti, serta komisioner Komnas HAM Nur Kholis dan Ifdhal Kasim.

Kasus penyiraman air keras terhadap Novel, pada 11 April 2019 akan genap 2 tahun. Siapa pelakunya? Publik dikaburkan dengan sejumlah informasi, pihak penyidik sudah menjelang 2 tahun belum mampu mengungkapkanya.

Polisi sudah "berusaha" mencari pelaku , bahkan sampai sempat menangkap sejumlah orang, kemudian dilepas karena menurut polisi tidak terlibat. Mereka yang ditangkap itu disebut polisi sebagai mata elang.

Namun semuanya bagaikan kabut kelabu, sulit ditembus. Kini Kapolri menerakan tanda tanganya untuk mengungkap kasus Novel? Jumlah personil yang dilibatkan mengejutkan. Namun seriuskah untuk mengungkapnya?

"Surat perintah tugas itu adalah menindaklanjuti rekomendasi tim Komnas HAM dalam perkara Novel Baswedan," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen M Iqbal di Mabes Polri pada Jumat, 11 Januari 2019.

Tim ini, kata Iqbal dibentuk setelah rekomendasi dari Komnas HAM diterima. Rekomendasi Komnas HAM ini ditujukan kepada Kapolri, KPK, dan Presiden. Komnas HAM meminta segera dibentuk tim gabungan, terdiri dari unsur internal dan eksternal kepolisian, untuk mencari fakta dan mengungkap kasus penyerangan/ penyiraman air keras terhadap Novel.

Surat perintah tugas itu berlaku enam bulan. Namun pembentukan tim memunculkan beragam komentar. Ada yang mengaitkan kasus itu dibuka kembali waktunya waktunya berdekatan dengan Pemilu 2019. Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai ada unsur politik di balik pembentukan tim itu, sedangkan pihak Jokowi-Ma'ruf Amin menepisnya, termasuk dari Mabes Polri. (Sumber Detik.com).

"Beberapa pihak eksternal juga melakukan pengawasan dan penguatan seperti Ombudsman, Kompolnas, terakhir Komnas HAM. Mungkin kebetulan saja dekat dengan pesta demokrasi. Tapi tidak ada kaitan sama sekali," kata Iqbal pada Senin, 14 Januari 2019.

Namun pihak KPK menaruh harapan kepada tim, agar kasus itu mampu terungkap. Demikian korban Novel Baswedan. "Kami meminta untuk dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, bukan tim penyidik dan penyelidik. Bedanya apa dengan tim yang sebelumnya?" tanya Novel.

Korban akan menanti hasil kerja tim gabungan Polri itu. Dia menyebut penyidikan polisi sebelumnya tidak sungguh-sungguh. "Tentu kita semua akan menilai tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya adalah ini bisa diungkap dengan benar," ucap Novel.

Korban mengkhawatirkan, pembuktian kasus itu dibebankan padanya. Novel berharap tim gabungan Polri itu tidak hanya sekadar formalitas memenuhi rekomendasi Komnas HAM. "Sejak kapan ada penyidikan investigasi perkara penyerangan yang beban pembuktian dibebankan pada korban. Sejak kapan teror yang diduga ada aktor intelektualnya tapi dimulai dari motif dulu. Di dunia rasanya tidak ada," ujar Novel (Detik.com).

Namun harapan Novel tentang tim gabungan, ditepis pihak Polri. Polisi menyatakan tim gabungan penyidikan teror terhadap Novel Baswedan berbeda dengan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Polisi menyebut tim yang dibentuk bersifat teknis, berbeda dari TGPF.

"(TGPF) itu tim tidak teknis. Sudah banyak itu. Ini adalah tim yang teknis kepolisian itu. Apakah mampu TGPF saja? Ini teknis, di dalamnya polisi profesional, KPK, pakar-pakar yang mengawasi dan memberi masukan. Komnas HAM pasti sudah punya pertimbangan profesional," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/1/2019).

Demikian dengan adanya komentar kasus itu ada muatan politik, Karo Penmas Humas Polri, membantah pihaknya bekerja karena ada muatan politik. "Nggak ada kaitannya (ke politik), semuanya agar polisi bekerja lebih profesional lagi. Kami bekerja sesuai fakta hukum," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.

Publik kini menunggu,  sejarah apalagi yang akan tercatat di negeri ini, setelah Kapolri mengeluarkan surat tugas untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. 

Apakah kasus itu akan terungkap dan menyeret tersangkanya ke meja hijau, atau "perburuan" kali ini sama dengan dua tahun yang lalu, berpacu di jalan yang tak berujung? ( Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda