Menjaga Bahasa Aceh Tetap Hidup di Tengah Arus Modernisasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Diskusi brainstorming yang membahas langkah-langkah konkret untuk melestarikan bahasa Aceh. Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa, aktivis, dan pemerhati budaya Aceh. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Krisis identitas yang mengancam bahasa daerah di Aceh semakin nyata seiring perkembangan zaman dan arus globalisasi.
Menanggapi isu tersebut, Himpunan Mahasiswa Aceh Besar (HIMAB) melalui Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) menggelar diskusi brainstorming yang membahas langkah-langkah konkret untuk melestarikan bahasa Aceh. Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa, aktivis, dan pemerhati budaya Aceh.
Musaddiq, Ketua PSDM HIMAB, menekankan bahwa acara tersebut adalah bentuk ikhtiar untuk menjaga warisan budaya dan bahasa sebagai identitas masyarakat Aceh.
"Diskusi ini merupakan langkah awal bagi kami untuk memastikan bahwa bahasa Aceh tidak hilang di tengah modernisasi yang terus berkembang. Kami ingin bahasa Aceh tetap hidup dan relevan di kalangan generasi muda,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (6/9/2024).
Dalam diskusi tersebut, Ketua HIMAB, Isratullah, menyuarakan keprihatinannya mengenai fenomena generasi muda Aceh yang semakin menjauh dari bahasa daerah mereka sendiri.
"Bahasa merupakan elemen krusial yang mencerminkan budaya, nilai-nilai, dan jati diri masyarakat. Bahasa Aceh adalah pilar kebudayaan kita. Jika bahasa ini hilang, maka kita juga kehilangan sebagian dari identitas kita sebagai masyarakat Aceh," tegas Isratullah.
Ia juga menyoroti bahwa banyak anak muda saat ini yang enggan berbicara dalam bahasa Aceh karena merasa malu atau gengsi.
Masalah ini, menurut Isratullah, memerlukan perhatian serius dan langkah segera.
"Bahasa Aceh bukan hanya alat komunikasi, tapi juga warisan leluhur yang harus kita pertahankan. Jika tidak, kita berisiko kehilangan jati diri kita sebagai bangsa yang kaya akan budaya," tambahnya.
Salah satu gagasan menarik yang muncul dalam diskusi ini adalah pentingnya pendidikan bahasa daerah sejak dini.
Nibras, Ketua Bidang Pendidikan HIMAB, mengusulkan agar kurikulum sekolah memasukkan pelajaran bahasa Aceh.
“Kita harus mengajarkan bahasa Aceh di sekolah-sekolah agar anak-anak tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya bahasa ini sebagai identitas mereka,” ujar Nibras.
Diskusi tersebut juga membuka ruang bagi ide-ide kreatif lainnya. Salah satu peserta, Afdhal, Sekretaris Umum HIMAB, mengungkapkan bahwa penggunaan teknologi dapat menjadi alat efektif untuk mendekatkan generasi muda pada bahasa Aceh.
"Kami ingin bahasa Aceh kembali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Selain melalui kurikulum formal di sekolah, kami juga berencana mengadakan kelas bahasa di komunitas dan membuat festival budaya sebagai ajang memperkenalkan kembali bahasa kita," kata Afdhal.
Selain itu, para peserta juga mengusulkan pengembangan aplikasi belajar bahasa Aceh yang interaktif dan menarik bagi generasi muda.
"Teknologi bisa menjadi solusi yang relevan untuk menyampaikan bahasa Aceh kepada generasi digital saat ini. Kita bisa menciptakan konten-konten digital yang membangkitkan rasa bangga untuk berbicara dalam bahasa Aceh," ujarnya.
Dalam sesi brainstorming tersebut, berbagai ide dan strategi dirumuskan untuk menjaga keberlangsungan bahasa Aceh.
Salah satunya adalah pembuatan konten digital yang bisa diakses secara luas oleh masyarakat. HIMAB juga berkomitmen untuk mengadakan festival budaya yang mengangkat tema pelestarian bahasa sebagai bentuk nyata dari upaya ini.
Diskusi diakhiri dengan pembentukan tim kerja yang akan bertugas merancang dan mengimplementasikan program-program pelestarian bahasa Aceh.
Tim ini akan berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, sekolah-sekolah, dan komunitas lokal, untuk memastikan bahwa bahasa Aceh tetap diajarkan, digunakan, dan dicintai oleh generasi muda.
Melalui kegiatan ini, HIMAB berharap dapat membuka mata seluruh elemen masyarakat akan pentingnya melestarikan bahasa Aceh di tengah derasnya pengaruh budaya global.
Dengan semangat kebersamaan dan komitmen yang kuat, HIMAB siap berperan aktif dalam menjaga bahasa Aceh sebagai bagian integral dari identitas Aceh.
"Bahasa Aceh adalah warisan yang tak ternilai, dan kami, mahasiswa Aceh Besar, memiliki tanggung jawab untuk menjaganya tetap hidup," tutup Isratullah. [nh]