Kuta Dance Theater Mewakili Aceh di Festival Tari Remaja
Font: Ukuran: - +
Suasana latihan tari Mulawi yang mewakili Aceh.
DIALEKSIS.COM | Takengon - Aceh berhasil lolos seleksi dalam festival tari remaja. Dari 118 peserta yang mengirimkan video tentang tari kreasi untuk diseleksi panitia, ditetapkan hanya 33 yang berhak mengikuti kompetisi.
Dari 33 yang terseleksi itu, satu diantaranya dari Aceh. Kuta dance theater terpilih mewakili provinsi ujung barat Sumatera ini dengan tari Mulawi. Event ini akan diselanggarakan pada 1 sampai 5 Juli 2019 di Gedung Kesenian Jakarta.
Tari dengan musik tradisional orisinil ini, tidak dibenarkan ada musik modern di dalamnya seperti gitar misalnya, digarap dengan apik oleh kreograper Aceh, Ana Kobat dan Ahmad Dahlan. Sementara urusan musik diramu oleh musisi tradisional handal Aceh, Wandi Gajo.
"Insya Allah kita akan tampil semaksimal mungkin mewakili Aceh dalam event ini. Persiapan untuk itu terus kita matangkan," sebut Ana Kobat, pelatih tari , kepada Dialeksis.com, saat mereka melakukan latihan di gedung Dispora Aceh Tengah, Minggu (22/6/2019).
Tari Mulawi, adalah tari yang diciptakan Ana Kobat, mengisahkan bagaimana gadis gadis Gayo melepaskan kegembiraan dihatinya dengan teriakan " aaaaahoooooooiiiii wiiiiiiieeew.
Dialeksis.com yang menyaksikan mereka berlatih untuk mewakili Aceh ini, terlihat dari gerakan tangan dan irama tubuh, mengambarkan budaya yang relegius di sela sela ungkapan sebuah kegembiraan. Ada nuansa romantis di dalamnya yang dibungkus dengan santun.
Mulawi menurut Ana Kobat, bercerita bagaimana aktifitas gadis Gayo yang santun, menjaga norma agama dan adat, serta turut serta membantu orang tua.
Kisah ini berawal menjelang shubuh dan fajar yang mulai menyinsing. Gadis Gayo menggerakan kaki menyusuri gunung dan lembah saat dingin menusuk tulang, menembus kabut pagi.
Gadis gadis mengambil air ke sungai. Bercengkrama dengan sahabatnya, mandi, dan mencuci. Di sisi lain perjaka Gayo, terdengar melantunkan senandung. Suaranya menggema walau sang gadis pujaannya tidak terlihat.
Baik sang gadis maupun bujang Gayo, berharap dapat berpapasan dengan pujaan hatinya, saat sang gadis pulang dari sungai. Walau hanya sekedar melepas senyum dan sekilas menatap. Mereka tetap menjaga norma adat dan agama. Para gadis menutup aurat dengan budaya Gayo, kain kelubung di atas kepala.
Pertemuan para gadis Gayo dan bujang Gayo ini melahirkan rasa malu namun ada kegembiraan di dalamnya. Pada saat itulah para gadis secara bersamaan melantunkan teriakan mulawi, ahooooyyyy wiiieeeww.
Untuk lolos ke festival nasional ini, musik yang mengiringi tarian ini juga harus benar benar osinil daerah. Wandi Gajo yang sudah menjiwai musik tradisionil Gayo, menampilkan sejumlah alat music yang ada di negeri penghasil kopi ini.
Musik yang ditampilkan pada festival tari remaja di GKJ ini, diantaranya ; Canang, gong, teganing (musik bambu), suling, kanvas (bantal), suling, gegong, gegedem, uluh wih (bambu yang diisi air) dan gerantung ( alat dari bambu yang digantungkan di leher kerbau). Serta tepukan tangan dengan irama khas didong yang diperagakan Dahlan, sang penari Guwel- Sining.
Panitia membatasi peserta yang ikut dalam festival ini, demkian untuk umur. Penari hanya 4 orang (Desi, Restu, Mida dan Sova). Umur mereka tidak boleh lebih dai 25 tahun.
Demikian dengan pemain musik tradisionil,juga dibatasi. Hanya 5 orang yang bisa menunjukan kebolehan dan umur mereka tidak lebih dari 35 tahun.
Mereka yang memainkan musik itu; Rizki Permata ( gong, canang, bantal (kanvas), suling dan gegong. Edi Ranggayoni ( rapai, teganing, gegedem, gerantung). Ruslan memainkan rapai, vokal, uluh wih. Rizki Rahmat memainkan teganing, canang.
Masuknya Kuta dance theater dalam seleksi panitia, menurut Ana kobat, vidio dan persiapan tarinya haanya 4 hari. Setelah mereka lulus seleksi, kemudian panitia mengundang mereka untuk whorkshop tentang kreograper dan musik tradisionil.
"Semoga kita yang mewakili Aceh ini dapat masuk nominasi. Kita akan berupaya maksimal," sebut Ana kobat, kepada Dialeksis.com di sela mereka latihan. (baga)