DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tim Revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), Prof. Dr. Husni Jalil, SH., MH mengatakan pihaknya terus mematangkan usulan perubahan regulasi yang menjadi landasan hubungan pusat-daerah, termasuk masa depan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh.
"Perubahan UUPA yang kami ajukan hanya mencakup delapan pasal dan satu pasal tambahan. Intinya berbicara tentang kewenangan Aceh yang selama ini belum bisa maksimal dilaksanakan, serta soal dana khusus yang akan berakhir, sehingga perlu dipertanyakan keberlanjutannya," ujar Husni kepada media dialeksis.com setelah diskusi publik dengan tema Refleksi 20 Tahun Damai Aceh: Menavigasi Tantangan, Mengawal Otonomi dan Merumuskan Masa Depan di Uin Ar-raniry Banda Aceh, Selasa, 12 Agustus 2025.
Menurutnya, usulan revisi yang sudah dilengkapi dengan naskah akademik telah diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Aceh mengusulkan agar Dana Otsus tetap diberikan sebesar 2,5 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional, tanpa batas waktu.
"Teorinya, money follows function. Setiap kewenangan harus diikuti dengan dana. Kalau kewenangan khusus terus ada, maka dananya pun harus terus ada. Kalau tidak, kewenangan itu akan sulit dijalankan," tegasnya.
Husni memproyeksikan pembahasan revisi UUPA harus selesai paling lambat tahun 2026. Jika tidak, akan ada dampak serius terhadap perencanaan anggaran, terutama menjelang berakhirnya alokasi Dana Otsus pada 2028.
"Kalau UUPA belum direvisi, berarti tidak ada dasar hukum bagi Dana Otsus. Saya khawatir 2028 akan menjadi persoalan politik, sosial, dan ekonomi, termasuk masalah jaminan kesehatan Aceh (JKA). Kalau bantuan kesehatan diubah atau dihapus, masyarakat bisa terbebani biaya saat berobat," ujarnya.
Dari delapan poin revisi yang diusulkan, Husni menyoroti satu masalah penting: pengurangan pajak bagi wajib pajak yang membayar zakat. Pasal ini sudah diatur di UUPA, namun hingga kini belum memiliki perangkat hukum yang memadai.
"Aturan itu tidak bisa dijalankan karena tidak ada peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan. Padahal, walaupun tertulis di undang-undang, kewenangan perpajakan ada di pemerintah pusat. Jadi, PP itu penting supaya rakyat yang sudah membayar zakat bisa menguranginya dari pajak yang wajib dibayar," jelasnya.
Husni berharap pemerintah pusat segera merespons dan membahas revisi ini bersama DPR RI. Baginya, kepastian hukum soal Dana Otsus dan kewenangan Aceh tidak boleh dibiarkan menggantung terlalu lama.
"Kalau Dana Otsus tidak diperpanjang, dan pada pertengahan 2026 belum ada keputusan, maka pada saat pembahasan anggaran 2028 Aceh akan kehilangan dasar hukumnya. Itu akan sangat berisiko bagi penyelenggaraan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat," pungkasnya.