Respons JPPR Terhadap Pelaporan Ketua Bawaslu ke DKPP
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
DIALEKSIS.COM | Politik - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh masyarakat sipil. Rahmat Bagja dilaporkan atas pernyataannya yang mengusulkan Penundaan Pilkada serentak.
Perwakilan pelapor Darmansyah menilai Rahmat Bagja melanggar kode etik atas usulan penundaan pilkada. Dia pun menyebut Rahmat Bagja melanggar 4 pasal. Dalam keterangan tertulisnya disebutkan bahwa Pasal yang diduga dilanggar oleh Ketua Bawaslu Republik Indonesia di antaranya Pasal 8 Huruf c Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 11 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 17 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pasal 19 Huruf J Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Darmansyah menilai Rahmat Bagja melakukan pelanggaran kode etik karena adanya potensi penggiringan opini. Menurutnya, Bawaslu tidak seharusnya bicara usulan tersebut, sebab tugasnya hanya mengadili pelanggaran Pemilu.
Menyikapi hal tersebut, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita menilai statement Rahmat Bagja sebenarnya adalah statement yang tidak seharusnya dikeluarkan karena Bawaslu RI tidak dalam mandat itu. Akan tetapi, mungkin Bawaslu mempunyai kajian secara internal terkait proses persiapan pilkada yang dikaitkan dengan indeks kerawanan.
"Dalam indeks kerawanan yang kemudian dikeluarkan pada Pemilu 2024, jika dilihat memang jumlah potensi yang cukup banyak pihak kemudian berkoordinasi dan mencegah terjadinya hal atau potensi konflik. Sebab potensi konflik ini bisa berasal dari bemacam ragam dan dari mana saja," sebut Nurlia Dian.
Ada potensi money politic, tuturnya, bisa jadi juga ada potensi di luar dugaan, seperti perkiraan BMKG terhadap cuaca yang kurang mendukung untuk pelaksanaan tersebut nantinya dan ada serangan-serangan hoaks atau kabar-kabar berita yang dapat mengganggu masyarakat.
"Tingkat hoaks jelang pemilu ini biasanya cukup tinggi, ada aja orang yang memproduksi berita-berita yang tidak kita inginkan," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (8/8/2023).
Hal-hal di atas adalah hal yang harus diwaspadai. Ia juga melihat jika Bawaslu seharusnya tidak memberikan pernyataan demikian, kalau diungkapkan seperti release berita. Namun, sesungguhnya itu adalah rapat secara internal (tertutup).
"Mengapa media bisa membuka itu? Ini hal menarik untuk didiskusikan. Namun apapun yang terjadi, Bawaslu hanya mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu 2024," ujarnya.
"Ia (Rahmat Bagja) mungkin memiliki dasar untuk statement itu, tetapi statement seperti itu juga sebaiknya tidak perlu dikeluarkan," tutupnya. [AU]