Beranda / Politik dan Hukum / Praktisi Hukum Desak Revisi Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016

Praktisi Hukum Desak Revisi Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016

Jum`at, 06 September 2024 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Kasibun Daulay S.H., praktisi hukum dan advokat ternama menyampaikan sudah sangat layak Qanun 12 Tahun 2016 itu direvisi untuk menyesuaikan sekaligus mengharmonikan dengan regulasi lain guna menguatkan kualitas berdemokrasi melalui Pilkada ke depannya. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pasca polemik terkait tes baca Alquran sebagai syarat lolos atau tidaknya ke tahapan Pilkada 2024 yang diselenggarakan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada Rabu (4/9/2024), terungkap beberapa fakta menarik.

Ternyata dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, terdapat batas minimal nilai 50. Namun, kelemahan qanun ini adalah tidak adanya deskripsi detail setiap indikator penilaian yang digunakan penguji.

Menanggapi hal tersebut, dialeksis.com, Jumat (6/9/2024) menghubungi Kasibun Daulay S.H., praktisi hukum dan advokat ternama. Menurutnya, batasan nilai 50 perlu dinaikkan menjadi 70 atau 75 dengan merevisi qanun tersebut.

"Sudah sangat layak Qanun 12 Tahun 2016 itu direvisi untuk menyesuaikan sekaligus mengharmonikan dengan regulasi lain guna menguatkan kualitas berdemokrasi melalui Pilkada ke depannya," ungkapnya.

Selain itu, Daulay menyarankan agar tim seleksi diumumkan ke publik. Hal ini bertujuan agar masyarakat mengetahui siapa yang terlibat dan dapat menilai track record mereka ketika dilibatkan dalam tim uji baca Alquran.

"Tujuan diumumkan ke publik agar mengetahui apakah sosok yang dilibatkan dalam tim memiliki hubungan dengan kandidat, bahkan untuk mengetahui penilaian orang apakah berkualitas dan layak orang tersebut dilibatkan dalam tim uji baca Alquran," jelasnya.

Usulan lain dari pengacara kondang ini adalah agar hasil penilaian tim wajib diumumkan sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Hal ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi siapa pun yang berkeinginan maju agar mempersiapkan diri secara keilmuan dan kapasitas.

"Usulan itu menjadi penting karena ada efek jera bagi siapa pun yang mau maju harus bersiap diri secara matang agar tidak malu ketika dilakukan uji baca Alquran," tegasnya.

Akhirnya, ia juga menyarankan agar DPRA menjadikan revisi Qanun 12 Tahun 2016 sebagai prioritas dalam agenda mereka.

"Terpenting ada keseriusan dari seluruh anggota DPRA untuk menjadikan Qanun 12 Tahun 2016 sebagai agenda utama yang direvisi tahun ini dengan skala prioritas," pungkasnya.[ra]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda