Polda Aceh Diminta Tuntaskan Kasus Proyek Pengendalian Banjir di Dinas Pengairan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian meminta Polda Aceh mengusut tuntas kasus pembangunan pengendalian banjir di Dinas Pengairan Aceh.
Alfian menjelaskan, tahun 2022 melalui Dinas Pengairan Aceh membangun saluran insfrastruktur pengendalian banjir di Krueng Buloh Aceh Utara dan Krueng Nalan di Kabupaten Bireuen.
Untuk pembangunan Krueng Buloh dengan nilai kontraknya, Rp 7.680.140.464. Kemudian terjadi perubahan kontrak menjadi Rp 8.448.154.000 yang dikerjakan oleh perusahaan CV. Asfar Raya.
Kemudian pembangunan pengendalian banjir Krueng Nalan Kabupaten Bireuen dengan nilai kontrak Rp 6.462.379.000 yang dikerjakan oleh PT. Traya Anggun Permai.
“Berdasarkan monitoring kami atas penelusuran dua pembangunan tersebut, kedua pembangunan tersebut dikerjakan oleh orang yang sama dan beda perusahaannya saja. Saat ini, pembangunan pengendalian banjir tersebut dalam penyelidikan Polda Aceh,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Selasa (26/9/2023).
Kasus itu, kata Alfian, sudah masuk lidik selama 8 bulan, pembangunan tersebut potensi terjadi tidak sesuai spek atas pembangunan dan kuat dugaan terjadi korupsi.
Lebih lanjut, Alfian mengatakan pihak Polda juga sudah pernah mengandeng ahli kontruksi/fisik ke lapangan dan banyak permasalahan yang ditemukan pada saat itu.
Kini, sambungnya, pihak Polda sudah meminta ke BPKP Aceh untuk melakukan audit kerugian atas pembangunan yang dimaksud.
Oleh karena itu, MaTA meminta kepada Polda Aceh untuk mengusut kasus pembangunan tersebut secara konsisten sehingga ada kepastian hukum.
“Karena bukan potensi korupsi saja, akan tetapi dampak kerugian secara sosial bagi warga sangat besar apabila kontruksi yang dibangun tidak sesuai secara spek, warga merasa lega dan bebas atas ancaman banjir ketika kedua lokasi tersebut dibangun oleh pemerintah,” jelasnya.
Akan tetapi, kata dia, ketika pelaksanaan terjadi pembangunan yang tidak kokoh maka menjadi kecewa, karena tidak sesuai tujuan awal perencanaan untuk pengendalian banjir. Tetapi kalau dibangun hanya untuk kepentingan "tertentu" dan warga hanya dijadikan sebagai objek atas pembagunan tersebut maka kejahatan telah terjadi disana.
Untuk itu, MaTA meminta secara tegas kepada BPKP untuk mempercepat hasil audit sehingga pengusutan atas pembangunan tersebut dapat berjalan sesuai harapan publik.
“Penelusuran kami, Polda sudah tiga bulan meminta audit kerugian ke BPKP dan bagaimana perkembangannya. Transparansi dan akuntabilitas atas penanganan kasus ini menjadi penting sehingga ada kepastian hukum. Siapa pun yang diduga terlibat atau menerima hasil korupsi atas kejahatan yang telah dilakukan menerima patut negara memberi efek jera,” jelasnya lagi.
Dalam hal ini, kata Alfian, MaTA konsisten mengawal pengusutan kasus ini dan MaTA tidak ingin penegakan hukum atas kasus korupsi dicawe-cawe tanpa ada kepastian hukum dan rasa keadilan bagi warga penerima mafaat atas pembangunan tersebut.