Beranda / Politik dan Hukum / Pengadaan Barang dan Jasa di RSUDZA Sebesar Rp 350 Miliar Dinilai Tidak Transparan

Pengadaan Barang dan Jasa di RSUDZA Sebesar Rp 350 Miliar Dinilai Tidak Transparan

Rabu, 29 Mei 2024 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar. [Foto: dok pribadi]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, mengkritik keras Rencana Umum Pengadaan (RUP) Rumah Sakit Umum (RSU) Zainal Abidin Banda Aceh yang diunggah pada akun SPSE RS Zainal Abidin. Menurutnya, data yang disajikan dalam RUP tersebut tidak transparan.

TTI menemukan keterangan belanja barang dan jasa senilai Rp.356.290.354.371,- untuk Tahun Anggaran 2024, namun informasi ini dinilai terlalu global dan kurang rinci.



"Seharusnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Rumah Sakit Zainal Abidin menguraikan secara detail alat-alat yang dibutuhkan. Mengumumkan secara global hanya menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada niat jahat untuk menutup-nutupi informasi," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis.com, Rabu (29/5/2024).

Ia menambahkan, transparansi dan keterbukaan merupakan prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Nasruddin juga menyoroti potensi persekongkolan dalam pelaksanaan pengadaan barang melalui sistem e-Katalog. 

"Pengadaan barang yang dilakukan dengan sistem e-Katalog sangat mungkin terjadi persekongkolan dengan pihak penyedia. Ini terjadi karena tidak ada proses tender sehingga tidak ada persaingan yang sehat, meskipun secara aturan diperbolehkan," jelasnya.

Dalam pernyataannya, Nasruddin meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan persekongkolan ini. Ia mengingatkan APH harus bertindak cepat untuk mencegah korupsi yang dilakukan dengan modus e-Katalog. "KPA diduga menerima setoran fee antara 15 hingga 20 persen," tambahnya.

Nasruddin menegaskan bahwa e-Katalog kini menjadi modus baru dalam melakukan korupsi di pengadaan barang. "Cara paling aman untuk melakukan korupsi dalam pengadaan barang adalah melalui e-Katalog. Dalam metode ini, tidak ada proses tender sehingga KPA dapat langsung menunjuk penyedia yang sudah mempunyai relasi khusus. Tentunya, tidak ada 'makan siang gratis'. Semua pengadaan barang melalui e-Katalog memiliki upah dengan persentase yang sudah disepakati sebagai komitmen fee," terangnya.

Ia juga menyebut Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah Nomor 122 Tahun 2022 tentang tata cara penyelenggaraan Katalog Elektronik dijadikan alasan pembenaran pengadaan barang. 

"Padahal, niat jahat dan akal bulus PA/KPA dengan cara bersekongkol dengan penyedia barang patut dipertanyakan," pungkasnya.

TTI mendesak Direktur RSU Zainal Abidin selaku Pengguna Anggaran (PA) untuk meninjau kembali paket-paket yang sudah diumumkan pada RUP SPSE. Menurut Nasruddin, tindakan ini penting untuk memastikan transparansi dan mencegah potensi korupsi di masa depan.

Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) RSUDZA, Rahmadi saat dihubungi Dialeksis.com untuk meminta penjelasan terkait pengadaan barang dan jasa tersebut, Rahmadi tidak merespons hingga berita ini diturunkan. 

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda