DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh menyampaikan apresiasi dan rasa syukur atas Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang secara resmi menetapkan empat pulau yang selama ini berpolemik sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2430 Tahun 2025 yang ditandatangani pada Senin, 23 Juni 2025.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Penetapan ini sekaligus mengakhiri perdebatan panjang terkait status kewilayahan yang selama ini sempat mencatat keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara.
Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M. Nasir, S.IP., MPA, menyambut keputusan ini dengan penuh rasa syukur dan bangga.
Ia menilai keputusan Mendagri adalah bentuk ketegasan negara dalam menuntaskan polemik batas wilayah yang telah berlangsung cukup lama.
“Keputusan ini adalah kabar baik bagi rakyat Aceh, khususnya masyarakat Aceh Singkil. Ini bukan hanya soal batas administratif, tapi juga menyangkut marwah dan sejarah wilayah kita,” ujar Nasir dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, Senin (23/6/2025).
Nasir juga menyampaikan penghargaan tinggi kepada Bapak Presiden beserta jajaran kementerian terkait, bapak Gubernur dan Bapak Wakil Gubernur, seluruh pihak yang selama ini terlibat aktif dalam proses advokasi, klarifikasi data, dan penyusunan dokumen pendukung yang menjadi dasar keputusan Kemendagri.
“Semangat kolektif dan kerja kolaboratif dari lintas lembaga, termasuk jajaran Pemerintah Aceh, Forbes DPR dan DPD RI, DPRA, tim teknis, akademisi, dan elemen masyarakat, menunjukkan bahwa diplomasi daerah bisa berhasil ketika dibangun dengan argumentasi kuat dan semangat menjaga keutuhan wilayah,” lanjutnya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Wakil Ketua DPR RI Prof. Sufmi Dasco Ahmad dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi atas perhatian dan dukungan mereka dalam proses pengembalian pulau tersebut.
Menurut Sekda Aceh itu, pengalaman Aceh ini dapat menjadi referensi dalam penyelesaian sengketa batas wilayah lainnya di Indonesia, dengan mengedepankan prinsip-prinsip hukum, sejarah, dan musyawarah antar daerah.
Nasir juga menegaskan, penetapan empat pulau sebagai bagian sah dari Provinsi Aceh bukan hanya menjadi kemenangan administratif, tetapi juga simbol dari upaya panjang rakyat Aceh dalam menjaga harga diri dan integritas wilayahnya.
“Pemerintah Aceh menyatakan komitmen untuk terus membangun dan melayani masyarakat di setiap jengkal tanah yang telah diperjuangkan. Keputusan ini bukan titik akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar untuk menjadikan kawasan tersebut bagian tak terpisahkan dari kemajuan Aceh ke depan,” pungkasnya.
Senada dengan Nasir, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Drs. Syakir, M.Si, menyebut keputusan ini sebagai kemenangan atas dedikasi panjang dalam perjuangan administratif dan historis.
“Kami di Biro Pemerintahan sudah sejak awal melakukan kajian bersama tim teknis untuk mengumpulkan seluruh dokumen pendukung, mulai dari Staatsblad tahun 1908 hingga peta topografi TNI AD tahun 1978 dan kesepakatan bersama kedua Gubernur tahun 1992 beserta petanya, dan dokumen terkait lainnya. Semua itu menjadi pijakan penting dalam meyakinkan pemerintah pusat,” terang Syakir.
Menurut Syakir, penetapan ini bukan sekadar penegasan garis batas, melainkan peneguhan identitas wilayah yang secara historis dan sosiokultural memang bagian dari Aceh.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Aceh akan segera menindaklanjuti keputusan ini dengan langkah-langkah administratif di lapangan untuk memastikan pelayanan publik dan pembangunan daerah berjalan optimal di wilayah tersebut.
“Setelah keputusan ini, tugas kita berikutnya adalah melakukan langkah-langkah strategis, termasuk pemetaan ulang, penyesuaian dokumen perencanaan pembangunan daerah, serta memastikan masyarakat di sekitar empat pulau tersebut terlayani dengan baik oleh pemerintah daerah” katanya.