Selasa, 07 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Mualem Ajukan Inpres Perumahan Eks GAM, Risman Soroti Soal Data Sensitif

Mualem Ajukan Inpres Perumahan Eks GAM, Risman Soroti Soal Data Sensitif

Selasa, 07 Oktober 2025 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn
 

Pemerhati politik dan pemerintahan, Risman Rachman. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gubernur Aceh, Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem mengajukan usulan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) kepada Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen Perkim) untuk mempercepat realisasi program perumahan bagi eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Usulan ini disampaikan langsung oleh Mualem dalam pertemuan resmi pada Senin, 6 Oktober 2025.

“Kami meminta dukungan Bapak Wamen atas permohonan ini. Semoga Bapak dapat membantu agar program ini terealisasi,” ujar Mualem.

Langkah ini dinilai sebagai manuver politik yang berani, karena Mualem memilih jalur pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pusat, bukan dari Dana Otonomi Khusus (Otsus). 

Menurut pemerhati politik dan pemerintahan, Risman Rachman, keputusan tersebut bukan sekadar administratif, melainkan bentuk desakan konkret agar Pemerintah Pusat menunaikan komitmen dalam MoU Helsinki melalui kebijakan tertinggi negara.

Namun, Risman mengingatkan bahwa keberanian ini membawa risiko besar. Pendanaan APBN berarti kontrol penuh berada di tangan pusat, dan menuntut akuntabilitas ketat. Di balik Inpres, tersimpan syarat teknis yang krusial: data valid by name by address para eks kombatan. “Pertanyaannya, siapkah Komite Peralihan Aceh (KPA) menyerahkan data sensitif tersebut?” ujar Risman.

Empat Skenario Politik: Jalan Terjal Menuju Realisasi

Risman memetakan empat skenario utama yang mungkin terjadi dari usulan ini:

Skenario 1: Penolakan Pusat

Pemerintah pusat menolak usulan dengan alasan program sudah tercakup dalam Dana Otsus atau skema subsidi reguler Kementerian PUPR. Konsekuensinya, program melambat drastis dan Mualem berpotensi kehilangan legitimasi politik.

Skenario 2: Alih ke Kementerian Pertahanan

Proposal dialihkan ke Kementerian Pertahanan dengan dalih stabilitas keamanan nasional. Program bisa berjalan cepat, namun kontrol mutlak berada di tangan pusat. Aceh kehilangan fleksibilitas pelaksanaan.

Skenario 3: Diterima Penuh, Kontrol PUPR

Inpres disetujui dan dana APBN dialokasikan, namun pelaksanaan diambil alih oleh Kementerian PUPR. Program berjalan akuntabel, tetapi Aceh kehilangan kendali dan manfaat ekonomi lokal minim.

Skenario 4: Kontrol Bersama (Shared Control)

Skenario ideal: pendanaan dan pengawasan oleh pusat, pelaksanaan oleh Aceh melalui Dinas Perkim atau BRA. Penyerahan data valid dari KPA menjadi syarat mutlak. Proyek dapat terwujud dengan komitmen akuntabilitas penuh.

Ketegangan Sosial dan Ujian Moral

Langkah Mualem membuka babak baru dalam relasi Aceh-Jakarta, namun juga berpotensi memicu konflik internal. Ketegangan bisa muncul di antara eks kombatan, terutama terkait daftar penerima manfaat. KPA dituntut memastikan kriteria penerima bersifat inklusif dan adil.

Di sisi lain, masyarakat miskin non-kombatan bisa merasa terpinggirkan, terutama jika program ini mengurangi kuota rumah layak huni bagi kelompok umum. Pemerintah Aceh perlu merancang skema penyandingan agar ketegangan horizontal dapat diredam.

Risman menegaskan, tantangan utama BRA dan KPA adalah memvalidasi data penerima tanpa memecah belah basis loyalitas. “Di sinilah ujian moral dan politik dari langkah berani ini benar-benar dimulai,” tutupnya. []

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI