kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / LSM MaTA Kritisi Lawatan Ketua KPK ke Aceh, Diduga Untuk Mengulurkan Waktu Dari Pemanggilan Penyidik

LSM MaTA Kritisi Lawatan Ketua KPK ke Aceh, Diduga Untuk Mengulurkan Waktu Dari Pemanggilan Penyidik

Jum`at, 10 November 2023 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyikapi kedatangan Ketua KPK Firli Bahrluri ke Aceh. Kedatangan Ketua KPK ke Aceh kali ini menjadi sorotan publik secara serius. 

Lantaran sang ketua berstatus dalam penyelidikan oleh Polda Metro Jaya dan Dewan Pengawas KPK dalam kasus indikasi pemerasan dan penerimaan fasilitas yang dinilai sebagai bentuk gratifikasi atau terjadinya konflik kepentingan dalam penanganan perkara oleh KPK.

Selama menjadi Ketua KPK Firli paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik ke dewan pengawas KPK. mulai dugaan membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM, sewa halikopter mewah, bertemu pihak terkait perkara sampai pada memberhentikan Brigjen Endar atas dugaan menolak menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan karena belum menemukan niat jahat dan terakhir yang saat ini sedang menguras perhatian publik, dugaan ketua KPK menjadi saksi atas pemerasan terhadap tersangka SYL dan gratifikasi rumah sewa oleh seorang pengusaha.

Menyingkapi kunjungan ke Aceh sekaligus rekam jejak Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan selama kepemipinan KPK saat ini, kewibawaan, marwah KPK dan kepercayaan publik jauh dari kepemimpinan KPK sebelumnya.

"Sehingga publik menjadi resah atas rencana sejak revisi UU KPK dan terpilih orang orang yang sangat kita ragukan secara integritasnya dan hari ini menjadi sejarah paling pahit dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Alfian dalam keterangan kepada Dialeksis.com, Jumat (10/11/2023).

Atas realitas itulah sikap kelembagaan MaTA memandang kedatangan Ketua KPK ke Aceh sama sekali tidak ada relevansi dengan kerja antikorupsi karena integritasnya sangat bermasalah. Sehingga datang ke Aceh terkesan hanya mengulur ngulur waktu atas pemanggilan penyidik dan Dewan Pengawas KPK atas dugaan dialamatkan Firli sebagai ketua KPK yang menjadi perhatian serius publik selama ini.

Sang pimpinan MaTA Alfian dalam kesempatan yang sama turut mempertanyakan perkembangan penyelidikan 5 kasus dugaan kasus Korupsi di Aceh yang pernah KPK lidik dengan pagu anggaran 5.427 Trilyun yang sampai sekarang tidak ada kejelasan yang dimulai pada 03 Juni 2021 lalu dan memasuki pada 890 hari pasca penyelidikan.

Ia melanjutkan, kemudian KPK juga tidak merespon atas surat dari koalisi  masyarakat sipil Aceh sebanyak dua kali menyurati KPK perihal atas perkembangan kasus korupsi mendera bumi serambi mekah.

"Belum adanya kepastian hukum atas penyelidikan kasus - kasus  Aceh terkesan mangkrak tanpa kejelasan selama penyelidikan KPK  ke Aceh, bahkan terkesan di peti eskan," tegas Alfian.

Terkait ketidakjelasan kasus ditangani KPK di Aceh, MaTA menilai  KPK “bermain” dengan kasus yang kami maksud tersebut sehingga hasil lidik tidak ada perkembangan apa pun dan tidak ada kepastian hukum.

Kemudian, MaTA  juga mempertanyakan kepada KPK atas mekanisme pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang dilakukan terhadap siswa SMA/SMK Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. 

Bedasarkan surat yang kami dapatkan yang ditanda tangani atas nama kepala cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, dimana dalam surat yang ditujukan kepada kepala SMA/SMK, bernomor 421.7/3937 Perihal permintaan peserta kegiatan sosialisasi pendidikan antikorupsi, salah satu poinnya berbunyi dalam mengajukan pertanyaan peserta hendaknya tidak memojokkan suatu instansi atau lembaga tertentu. 

"Poin ini bagi kami adalah pembungkaman dan gaya feodal jadi harus dilawan. Pendidikan antikorupsi itu bagaimana mendidik manusia memiliki kesadaran kritis atas bahaya laten korupsi bukan membatasi atau mengitervensi anak didik. Kemudian acara tersebut menjadi beban anggaran bagi sekolah-sekolah yang melakukan mobilisasi siswa sementara tidak ada anggaran khusus untuk mobilisasi dan konsumsi dan ini menjadi potensi korupsi," ujarnya.

Hal lain MaTA juga menyampaikan respon keras dan mendukung penuh atas sikap AJI, IJTI dan PWI terkait pengusutan atas intimidasi terhadap dua jurnalis di Aceh. Dalam hal Ini menjadi pesan kepada publik, kedatangan pimpinan KPK ke Aceh jelas menghindar atas penyelidikan yang sedang berlangsung saat ini sehingga tidak memiliki kesiapan padahal pimpinan KPK adalah sebagai pejabat publik. 

"Kemudian kami juga mempertanyakan ada pejabat pemerintah aceh memfungsikan dirinya sebagai “pagar betis” ketika teman teman media aceh memintak wawancara ketua KPK, pejabat tersebut atas penelusuran kami ternyata sudah dua kali di periksa oleh KPK atas kasus korupsi pada pagu anggaran 5.427 Trilyun tersebut," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda