Enam Tersangka Korupsi Dana Bantuan Ikan Kakap Aceh Timur Diseret ke Pengadilan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Tim JPU Kejari Aceh Timur secara resmi melimpahkan berkas perkara serta enam tersangka kasus dugaan korupsi dana bantuan ikan Kakap ke PN Tipikor Banda Aceh. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur secara resmi melimpahkan berkas perkara serta enam tersangka kasus korupsi dugaan dana bantuan ikan Kakap ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Kasus ini melibatkan dana sebesar Rp15.713.864.890 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun Anggaran 2023, yang semestinya diperuntukkan sebagai bantuan bagi masyarakat korban konflik di wilayah tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Ali Rasab Lubis, S.H., menyatakan bahwa pihaknya telah melengkapi seluruh dokumen dan bukti yang diperlukan sebelum melimpahkan berkas perkara.
"Kasus ini sudah memasuki tahap akhir di Kejaksaan dan kami telah melimpahkan berkas perkara yang mencakup enam tersangka dengan empat berkas ke pengadilan. Kami optimis, proses hukum ini akan memberikan keadilan yang layak bagi masyarakat Aceh Timur yang seharusnya mendapatkan manfaat dari bantuan ini,” ujar Ali Rasab Lubis dalam keterangan kepada Dialeksis.com, Senin (4/11/2024).
Enam tersangka dalam kasus ini adalah Suhendri, A.md bin (Alm) Gazali Usman, Zulfikar bin (Alm) M. Ali, Muhammad, S.P bin Abdullah, Mahdi, S.Pd., M.Pd bin (Alm) Abdul Hamid, Zamzami bin (Alm) Nurdin, dan Hamdani bin Safaruddin.
Mereka didakwa dengan dua jenis dakwaan, yaitu dakwaan primair dan dakwaan subsidair, yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi.
Dalam dakwaan primair, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2), dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dakwaan subsidair mencakup pelanggaran Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama.
Proyek ini berawal dari Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPA-P) 2023 oleh SKPA Badan Reintegrasi Aceh, yang mencantumkan alokasi dana sebesar Rp15,7 miliar untuk program pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah.
Program ini, dalam perencanaan awal, diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi 9 kelompok penerima manfaat dari kalangan masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Dana tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bibit ikan kakap dan pakan rucah melalui mekanisme e-purchasing, yang diatur dalam peraturan pengadaan barang dan jasa.
Namun, fakta mengejutkan muncul saat tim penyidik menemukan bukti-bukti yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi.
Berdasarkan keterangan para saksi dari Badan Reintegrasi Aceh (BRA) serta pihak terkait lainnya, ditemukan bahwa sembilan kelompok penerima manfaat tidak pernah menerima bantuan berupa bibit ikan kakap dan pakan rucah tersebut. Selain itu, tidak ada bukti penandatanganan berita acara serah terima bantuan.
"Penerima manfaat menyatakan bahwa mereka tidak menerima bantuan apapun sesuai program, sehingga bantuan yang seharusnya sampai kepada mereka ternyata tidak direalisasikan," jelas Ali Rasab Lubis.
Menurut Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) No. 700/02/PKKN/IA-IRSUS/2024 tanggal 1 Juli 2024, kerugian yang dialami oleh negara akibat tindak pidana ini mencapai Rp15.397.552.258.
Ali Rasab Lubis menekankan bahwa angka tersebut merupakan kerugian nyata atau actual loss, yang artinya negara telah kehilangan jumlah dana tersebut secara pasti.
“Hasil audit menunjukkan bahwa dana sebesar lebih dari Rp15,3 miliar ini tidak hanya disalahgunakan, tapi sama sekali tidak memberi manfaat kepada masyarakat yang sangat membutuhkannya,” pungkasnya. [nh]