Bocah SD Tewas di Bekas Galian C, YARA Desak Polisi Usut Pengusaha Ilegal
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Kepala Perwakilan YARA Aceh Besar, M. Nur. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tragedi kembali terjadi di bekas lokasi galian C di kawasan Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Kali ini, seorang bocah SD, M. Yudi Ardiansyah (10), kehilangan nyawanya setelah terperosok di lubang bekas galian yang diduga ilegal. Peristiwa ini menjadi yang ketiga kalinya terjadi di kawasan yang sama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Bocah malang tersebut merupakan siswa kelas 4B di SD Negeri Perumnas Neuheun, dan kejadian ini terjadi pada penghujung tahun 2024, menambah panjang daftar korban jiwa di lokasi bekas galian C di Desa Neuheun.
Tragedi ini pun memicu kemarahan dan keprihatinan banyak pihak, termasuk Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), yang segera meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan.
YARA, melalui Kepala Perwakilan Aceh Besar, M. Nur, secara tegas meminta kepolisian untuk segera menangkap pengusaha galian C yang bertanggung jawab atas lokasi tersebut.
"Kami meminta APH untuk segera menangkap pemilik galian C dan mengusut tuntas penyebab kematian M. Yudi Ardiansyah. Ini bukan pertama kalinya peristiwa serupa terjadi, dan sudah seharusnya ada tindakan tegas," ujar M. Nur kepada Dialeksis.com pada Kamis (19/9/2024).
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber di lokasi, lubang bekas galian C tersebut telah beberapa kali memakan korban jiwa.
Pada tahun 2022 dan 2023, dua bocah lainnya juga dilaporkan tewas di tempat serupa, namun hingga kini tidak ada tindakan serius untuk mengatasi persoalan ini.
Bekas galian C yang berada di kawasan Neuheun tersebut adalah lokasi penambangan bahan material seperti tanah, batu, dan pasir.
Namun, penambangan yang berlangsung diduga dilakukan secara ilegal dan tanpa pengawasan ketat. Seharusnya, setelah proses penambangan selesai, pengusaha galian memiliki kewajiban untuk menutup kembali lubang bekas galian.
"Ini tidak dilakukan karena diduga lokasi tersebut adalah galian ilegal," tegas M. Nur.
YARA mendesak agar pihak kepolisian segera bergerak cepat dan mengusut para pengusaha yang terlibat dalam aktivitas galian C ilegal di kawasan tersebut.
"Jika tidak ada tindakan tegas dari APH, kami khawatir kejadian serupa akan terus berulang. Kehidupan anak-anak yang tidak bersalah terus terancam akibat kelalaian dan keserakahan para pengusaha yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memikirkan keselamatan lingkungan dan masyarakat sekitar," lanjut M. Nur.
Tidak hanya itu, YARA juga menuntut adanya evaluasi menyeluruh terkait perizinan dan pengawasan lokasi galian C di Aceh Besar.
Mereka menilai bahwa peran pemerintah daerah dan instansi terkait sangat krusial dalam mencegah terjadinya kecelakaan serupa di masa depan.
M. Nur menekankan, pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk bersama-sama menekan praktik galian ilegal yang mengancam keselamatan jiwa.
Bekas galian C yang dibiarkan terbuka memang kerap menjadi lubang kematian bagi anak-anak yang bermain di sekitar kawasan tersebut.
Tanpa adanya upaya rekonstruksi dan penutupan yang benar, lubang-lubang tersebut menjadi ancaman serius bagi warga setempat, terutama anak-anak yang kerap menjadikan lokasi bekas galian sebagai tempat bermain.
Peristiwa ini semakin mempertegas betapa pentingnya penegakan hukum yang lebih kuat terhadap praktik galian C ilegal.
Pemerintah daerah diharapkan lebih sigap dalam mengawasi dan mengendalikan operasi penambangan yang berlangsung di Aceh Besar, guna menghindari adanya korban tambahan di masa depan.
M. Nur menyampaikan harapannya agar aparat kepolisian segera mengambil tindakan yang konkret, menangkap pelaku yang bertanggung jawab, dan menutup lokasi-lokasi galian yang beroperasi secara ilegal.
"Kami tidak ingin lagi mendengar ada korban berikutnya. Ini sudah terlalu sering terjadi, dan nyawa yang hilang akibat kelalaian ini tidak dapat dikembalikan," pungkasnya. [nh]