Kamis, 18 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Akademisi Unimal Minta Forbes Aceh Tetap Kawal Revisi UUPA di Senayan

Akademisi Unimal Minta Forbes Aceh Tetap Kawal Revisi UUPA di Senayan

Kamis, 18 September 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Akademisi dan Dosen Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Teuku Muzaffarsyah. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Langkah Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang telah menyerahkan draf usulan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) beserta naskah akademiknya ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendapat apresiasi dari kalangan akademisi.

Draf usulan itu kini sudah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). 

Salah satu poin krusial yang diperjuangkan adalah agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Aceh tetap dialokasikan sebesar 2,5 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional tanpa batas waktu.

Akademisi dan Dosen Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Teuku Muzaffarsyah, menegaskan bahwa keberlanjutan dana Otsus merupakan nafas pembangunan Aceh. 

Menurutnya, setiap upaya untuk memangkas atau membatasi dana tersebut akan berdampak besar terhadap kesejahteraan rakyat.

“Dana Otsus adalah nafas pembangunan Aceh. Kalau ini dipotong atau dibatasi, tentu akan berdampak besar bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu, keberlanjutan dana ini harus dijamin di dalam revisi,” ujarnya kepada media dialeksis.com, Rabu, 17 September 2025.

Teuku Muzaffarsyah juga memberikan apresiasi kepada Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh yang dinilainya konsisten mengawal aspirasi rakyat Aceh dalam rapat-rapat bersama Baleg DPR RI.

Menurutnya, posisi Forbes sangat strategis sebagai jembatan antara kepentingan daerah dan pusat. Ia menilai, kerja-kerja politik semacam ini penting untuk memastikan substansi revisi UUPA tidak keluar dari semangat perdamaian Aceh.

“Kita harus mengapresiasi Forbes Aceh karena telah menunjukkan keseriusan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat di tingkat nasional. Namun, perjuangan ini tidak boleh berhenti hanya di meja rapat, harus benar-benar dikawal sampai keputusan final,” katanya.

Lebih jauh, Teuku Muzaffarsyah mengingatkan bahwa revisi UUPA tidak boleh dilakukan secara setengah hati. Ia menekankan, UUPA adalah turunan langsung dari Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) yang menjadi fondasi perdamaian Aceh sejak 2005.

“Revisi UUPA harus sesuai dengan MoU Helsinki, karena ini penting supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah Pusat harus serius,” tegasnya.

Ia mendukung penuh pernyataan anggota DPR RI asal Aceh, TA Khalid, yang sebelumnya menegaskan bahwa revisi UUPA harus diarahkan untuk memperkuat perdamaian, bukan sebaliknya.

Menurut Teuku Muzaffarsyah, keberhasilan revisi UUPA sangat ditentukan oleh soliditas elemen-elemen lokal Aceh. Ia menyebutkan Pemerintah Aceh, DPRA, akademisi, politisi, hingga ulama perlu bersatu menyuarakan aspirasi rakyat dalam proses revisi ini.

“Revisi UUPA merupakan isu penting yang menyangkut masa depan Aceh. Jangan sampai kita lengah. Semua pihak harus terlibat, agar substansi MoU benar-benar terjaga,” ungkapnya.

Ia pun menegaskan sejumlah poin krusial yang wajib dipertahankan dalam revisi UUPA. Pertama, penguatan syariat Islam sebagai bagian dari identitas Aceh. 

Kedua, keberlanjutan dana Otsus yang menjadi instrumen utama pembangunan daerah. Ketiga, jaminan pengelolaan di sektor pendidikan dan kesehatan yang sudah diamanahkan dalam MoU Helsinki.

“Banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama menyangkut syariat Islam, kedua dana Otsus, serta bidang pendidikan dan kesehatan. Semua itu sudah dicantumkan dalam MoU dan harus disempurnakan, jangan dihilangkan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid