Beranda / Politik dan Hukum / Akademisi Sebut Perlu Aturan Turunan Hukum agar Kewenangan dalam UUPA Terimplementasi

Akademisi Sebut Perlu Aturan Turunan Hukum agar Kewenangan dalam UUPA Terimplementasi

Kamis, 30 Maret 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Syiah Kuala, Saddam Rafsanjani. [Foto: dok. pribadi]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wacana revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Pemerintah Aceh terus bergulir, penyusunan draft revisi UUPA tersebut kini sedang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan direncanakan akan diserahkan bulan depan ke pemerintah pusat.

Menanggapi hal itu, Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Syiah Kuala (USK), Saddam Rafsanjani menyebutkan dua hal pokok yang perlu diperjuangkan dalam UUPA. 

Pertama, menambahkan periode tambahan alokasi dana otonomi khusus (Otsus) dengan persentase tertentu. 

Kedua, perlu dibuat aturan-aturan turunan hukum agar kewenangan yang telah diberikan dalam UUPA dapat diimplementasi. 

“Inilah yang sebenarnya dihadapi Aceh selama hampir 18 tahun UU tersebut dijalankan, terutama kewenangan dalam bidang ekonomi. Ada kewenangan, tapi tidak bisa diimplementasi,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Kamis (30/3/2023). 

Padahal, menurutnya, jika kewenangan di bidang ekonomi bisa dijalankan, Aceh ini akan hebat bisa membuat cemburu daerah-daerah lain. Namun sayangnya, kita tidak pernah upayakan agar kewenangan tersebut bisa dijalankan. 

Di sisi lain, Saddam khawatir jika proses revisi tidak terkawal dengan baik, terutama di parlemen. Dikhawatirkan revisi tersebut bukan memperkuat tapi justru bisa terancam makin lemah. 

“Padahal ketiadaan aturan hukum turunan itulah yang buat kewenangan dalam UUPA itu tidak bisa kita jalankan seperti yang tertuang dalam Pasal 156 dan seterusnya,” jelasnya. 

Di samping itu, ia juga khawatir jika revisi itu justru akan mendistorsi kewenangan-kewenangan yang telah ada. Apalagi menurutnya, posisi tawar menawar Aceh dengan pusat rada melemah. 

Menurutnya, sangat naif kewenangan dapat dijalankan tanpa dibuat aturan turunan. Misal PP, Perpres, atau Permen. 

“Tidak mungkin kita turun dari UU ke Qanun-Qanun, sampai kiamat tidak bisa kita jalankan kewenangan itu,” imbuhnya. 

Ia menyebutkan, salah satu PP No 23/2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas Aceh merupakan contoh nyata yang sangat bagus, perlu diperlebar ke sektor ekonomi lain agar kewenangan tersebut dapat berjalan. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda