Sabtu, 20 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / AI Desak Perpanjangan Dana Otsus Aceh dan Pembentukan Badan Khusus Pengelola

AI Desak Perpanjangan Dana Otsus Aceh dan Pembentukan Badan Khusus Pengelola

Sabtu, 20 September 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Penggalan kertas kebijakan yang dirilis The Aceh Institute. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - The Aceh Institute merilis policy paper (kertas kebijakan) terbaru berjudul “Perpanjangan Dana Otonomi Khusus Aceh: Menuju Tata Kelola Baru untuk Perdamaian Berkelanjutan dan Pembangunan Pasca-Konflik”. 

Dokumen ini menyoroti urgensi perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang akan berakhir pada 2027 serta pentingnya pembentukan badan khusus yang independen dan profesional untuk mengelolanya. 

Policy paper ini disampaikan kepada para pemangku kebijakan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi Aceh, agar menjadi dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan fiskal ke depan.

Dalam kajiannya, The Aceh Institute menekankan bahwa Dana Otsus yang sudah mengalir ke Aceh sejak 2008, dengan jumlah lebih dari Rp95,9 triliun, belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Selama ini alokasi cenderung didominasi untuk infrastruktur (±45%) sementara pemberdayaan ekonomi rakyat hanya sekitar 10%, sehingga dampak pengganda ekonomi relatif kecil. 

Dengan tingkat kemiskinan Aceh yang masih 12,33% (BPS, 2025), Aceh dinilai sangat membutuhkan perpanjangan Dana Otsus sebagai penyangga fiskal sekaligus instrumen perdamaian jangka panjang.

“Masalah lain yang menonjol adalah ketika dana otsus larut begitu saja dalam mekanisme APBA/APBK, alih-alih menjadi instrumen strategis untuk mendorong transformasi ekonomi Aceh, dana otsus sering kali terpecah dalam ratusan kegiatan kecil yang tidak memberikan dampak signifikan.” Demikian salah satu bunyi Policy Paper The Aceh Institute.

Policy paper ini menawarkan sejumlah rekomendasi kebijakan strategis. Pertama, Dana Otsus Aceh harus diperpanjang dengan prinsip berkelanjutan sebagaimana Papua yang telah memperoleh 2,25% dari DAU Nasional hingga 2041. 

Kedua, dibentuk Badan Khusus Pengelola Dana Otsus Aceh dengan model tata kelola meniru keberhasilan BRR Aceh-Nias pasca-tsunami. Badan ini harus memiliki dewan pengawas yang melibatkan unsur pemerintah, DPRA, akademisi, dan masyarakat sipil, serta dipimpin manajemen profesional melalui seleksi terbuka. 

Ketiga, orientasi penggunaan dana harus bergeser dari konsumtif ke investasi produktif melalui pembangunan sektor unggulan seperti pertanian modern, perikanan, industri pengolahan, energi terbarukan, serta penguatan dunia usaha. Keempat, penyusunan peta jalan kemandirian fiskal Aceh untuk mengurangi ketergantungan terhadap transfer pusat, dengan fokus pada peningkatan PAD, reformasi birokrasi perizinan, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif.

“Dana Otsus tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai instrumen belanja, melainkan harus dijadikan modal abadi pembangunan Aceh. Keberlanjutan perdamaian sangat terkait dengan keberhasilan mengubah dana ini menjadi investasi produktif yang menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah,” tulis tim perumus dalam policy paper tersebut.

Policy paper ini disusun melalui kajian literatur, analisis data sekunder, Focus Group Discussion (FGD) dengan pembina dan analis The Aceh Institute, wawancara dengan pemangku kepentingan.. Tim perumus terdiri dari sejumlah akademisi, peneliti, dan aktivis Aceh, di antaranya Prof Dr Nazamuddin Basyah Said, Dr Fuad Mardhatillah, Dr Otto Syamsuddin Ishak, Dr Saiful Mahdi, Lukman Age, Risman A Rahman, Tarmizi, Dr Fajran Zain, Prof Dr Saiful Akmal, Dr Chairul Fahmi, Muazzinah Yacob, Dr Muhammad Syuib, dan Cut Famelia.

The Aceh Institute berharap wacana publik terkait masa depan Dana Otsus Aceh semakin konstruktif, dan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dapat mengambil langkah kebijakan yang tepat demi mewujudkan perdamaian berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid