DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Data dari Dinas Syariat Islam, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh menunjukkan tren penurunan jumlah kasus pelanggaran syariat Islam. Pada 2024, tercatat 115 kasus pelanggaran, menurun drastis dibanding 204 kasus pada 2023. Meski demikian, hukuman cambuk naik dari 25 kasus pada 2023 menjadi 35 kasus pada 2024, seiring berkurangnya pencatatan rehabilitasi dan pembinaan bagi pelanggar.
Baru-baru ini, di bawah kepemimpinan WaliKota IIlliza Sa'aduddin Djamal, dan komando Kepala Satpol PP bersama WH Banda Aceh Muhammad Rizal berhasil membekuk 25 remaja dan seorang oknum TNI yang menggelar pesta miras di sebuah kafe karaoke pinggir kota.
“Ini bagian dari gerakan zero tolerance terhadap pelanggaran syariat,” ujar Muhammad Rizal, S.STP, M.Si. Kepala Satpol PP dan WH Banda Aceh.
Selain itu, aparat juga menangkap dua mahasiswa pria, yang terjaring saat melakukan hubungan sesama jenis di area publik Taman Bustanussalatin, Rabu (16/4/2025).
“Kasus ini mengingatkan kita bahwa pelanggaran syariat bisa terjadi di mana saja, sehingga pengawasan harus terus digencarkan,” tambah Rizal.
Menanggapi capaian ini, Dialeksis menghubungi Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc, MA, pimpinan Dayah Mini Banda Aceh.
“Secara umum saya mengapresiasi gebrakan Wali Kota Illiza menegakan syariat Islam di Banda Aceh ini bukti langkah tegas dan kepedulian terhadap kondisi perilaku masyarakatnya. Namun, peningkatan kasus pelanggaran syariat Islam perlu dibarengi pendekatan preventif agar tidak hanya menghukum, tetapi juga membina.”
Lebih jauh, Tgk. Umar mengusulkan beberapa langkah strategis, mulai dari penguatan lembaga penegak, aktivasi kembali potensi gampong, tertibkan hunian sewa, standarisasi perhotelan dan homestay, dan kontrol kafe pinggir jalan & sungai.
“Dengan pendanaan yang memadai dan kolaborasi seluruh elemen pemerintah, ulama, tokoh adat, hingga masyarakat insyaAllah Banda Aceh tidak hanya indah dalam fisik kota, tetapi juga bersih dari kemungkaran,” saranya.
Tgk. Umar juga menambahkan pentingnya masyarakat luas di Banda Aceh diharapkan turut berperan aktif. Bukan hanya sebagai objek pengawasan, tapi juga pelapor dan pendukung program pencegahan.
“Dengan sinergi yang terus diperkuat, Banda Aceh berpeluang menjadi contoh kota beradab dalam menegakkan syariat sekaligus bersahabat dalam mendidik masyarakat menuju kehidupan yang berkah,” tutupnya.