DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Polemik klaim empat pulau milik Aceh oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terus menyita perhatian publik. Kali ini, Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Ishak Hasan, M.Si., turut menyuarakan pandangannya. Ia mendorong agar pemerintah pusat, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), segera memfasilitasi ruang dialog antar pihak secara terbuka dan adil.
Menurut Prof. Ishak, penyelesaian konflik tapal batas ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa kepastian. Ia menegaskan bahwa duduk bersama antara Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Aceh, Pemerintah Sumut, dan institusi terkait lainnya merupakan langkah fundamental yang tidak bisa ditunda.
“Jangan ada pihak yang mengedepankan kepentingan politik atau ego sektoral dengan menafikan data dan fakta valid. Mari semua pihak jujur dan obyektif meletakkan persoalan ini di atas fondasi hukum, sejarah, dan administrasi yang sah,” ujar Prof. Ishak dalam keterangan tertulisnya kepada Dialeksis, Rabu (11/6/2025).
Ia menekankan, jika empat pulau yang disengketakan”yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang”memang bagian dari wilayah Aceh secara historis, administratif, dan hukum, maka tidak boleh ada upaya apapun yang bersifat sepihak untuk mengklaim atau bahkan merampasnya.
Lebih lanjut, Prof. Ishak menyampaikan, jika ada keinginan untuk mengembangkan potensi ekonomi, pariwisata, atau sumber daya alam di kawasan pulau-pulau tersebut, maka pendekatannya harus dilakukan secara sinergis, bukan konfrontatif.
“Kuncinya adalah komunikasi dan koordinasi. Kemitraan yang harmonis justru akan membuka lebih banyak peluang bagi pembangunan bersama. Bukan sebaliknya, memancing ketegangan sosial antar daerah yang bisa melukai persatuan kita sebagai bangsa,” tegasnya.
Rektor UTU yang dikenal cukup responsif dalam mencermati isu - isu strategis Aceh ini berharap agar pemerintah pusat tidak hanya bertindak sebagai penengah, tetapi juga menjadi penjaga integritas hukum dan keadilan antar daerah. Ia mengajak semua elemen untuk menurunkan ego sektoral dan menjunjung tinggi kepentingan bersama.
“Kami percaya, jika persoalan ini dikelola secara bijak, adil, dan transparan, maka Indonesia justru akan menjadi lebih kuat. Bukan karena siapa yang menang atau kalah, tapi karena mampu menyelesaikan perbedaan dengan kepala dingin dan hati terbuka,” ungkap Prof. Ishak Hasan.
"Menjadi bahan renungan bagi para pengambil kebijakan di tingkat pusat”bahwa negeri ini butuh lebih banyak dialog dan lebih sedikit klaim sepihak. Karena ketika keadilan ditegakkan, maka semua pihak, termasuk pemerintah pusat, akan memanen senyum rakyat dan ketenangan pikiran dalam merawat kesatuan negeri, "tutup Rektor UTU.