DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemerintah Aceh menegaskan bahwa pembayaran utang proyek Multi Years Contract (MYC) senilai Rp43,9 miliar sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2024 telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun anggaran tersebut tidak tercantum secara eksplisit dalam dokumen resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2024, pemerintah menyatakan seluruh mekanisme telah melalui proses verifikasi dan reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Penjelasan tersebut disampaikan oleh Drs. Muhammad Diwarsyah, M.Si, Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh sekaligus Plt Sekda saat itu, saat dikonfirmasi Dialeksis, Sabtu (28/6/2025). Ia menegaskan bahwa pembayaran itu bukan hanya untuk proyek multiyears semata, melainkan mencakup seluruh kewajiban Pemerintah Aceh kepada pihak ketiga yang timbul pada masa pemerintahan sebelumnya.
“Bukan cuma utang proyek MYC saja yang dibayar, tetapi semua kewajiban Pemda Aceh kepada pihak ketiga, tanpa memandang siapa gubernurnya. Ini agar tidak membebani keuangan daerah di masa depan. Dan semuanya sudah direviu oleh APIP sebelum dibayarkan,” kata Diwarsyah.
Lebih lanjut, Diwarsyah menjelaskan bahwa pembayaran utang ini dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari komitmen Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf untuk menjaga kredibilitas fiskal dan menjamin tata kelola anggaran yang transparan dan akuntabel.
“Kita ingin Pemda Aceh bersih dari utang, agar ke depan bisa lebih fokus pada pembangunan dan pelayanan. Itu sebabnya, utang-utang yang sudah diverifikasi dan direviu kita selesaikan,” tambahnya.
Ia menjelaskan, dasar pelaksanaan pembayaran tersebut berlandaskan sejumlah regulasi penting, mulai dari Undang-Undang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, hingga Permendagri yang mengatur pedoman pengelolaan APBD. Mekanisme pembayaran dilakukan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Penjabaran Perubahan APBA 2024.
“Perubahan alokasi dilakukan melalui penjabaran Perkada yang sah secara hukum. Itu semua termuat dalam kerangka perubahan APBA 2024, jadi bukan sesuatu yang mendadak atau di luar sistem,” tegas Diwarsyah.
Sejalan dengan penjelasan tersebut, Pemerintah Aceh menambahkan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pergeseran anggaran merupakan bentuk perubahan atas penjabaran APBA yang dimungkinkan dalam kondisi tertentu, terutama jika ada instruksi dari pemerintah pusat atau kebutuhan mendesak daerah. Dalam konteks ini, terdapat dua alasan utama yang menjadi dasar kebijakan tersebut:
1. Instruksi Pemerintah Pusat
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 416 Tahun 2024 dan surat Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Nomor S-145/PK/2024 tanggal 13 Desember 2024, Pemerintah Aceh mendapatkan tambahan Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun Anggaran 2024 untuk mendanai Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji guru ASN.
2. Pemenuhan Kewajiban kepada Pihak Ketiga
Pada saat yang sama, Pemerintah Aceh masih memiliki utang kepada pihak ketiga yang sudah memenuhi seluruh kriteria administratif. Oleh karena itu, anggaran pembayaran utang tersebut diakomodasi melalui Pergub tentang Penjabaran Perubahan APBA Tahun 2025. Langkah ini juga bertujuan untuk mengurangi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) serta mengoptimalkan penyerapan anggaran daerah.
Dalam ketentuan pengelolaan keuangan daerah, perubahan penjabaran APBA melalui Pergub memang tidak memerlukan revisi terhadap Qanun APBA. Namun, perubahan ini tetap akan dicatat dan dituangkan dalam Qanun tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Diwarsyah menambahkan bahwa seluruh proses dilakukan secara transparan dan dapat diaudit. Pelaksanaan pembayaran utang itu juga telah melalui reviu Inspektorat Aceh dan koordinasi intensif antara Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan APIP.
“Kita pastikan semuanya sesuai prosedur dan mendapatkan legalitas administratif serta akuntabilitas dari sisi teknis keuangan,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini juga merupakan langkah korektif untuk mencegah akumulasi beban anggaran di masa mendatang. Praktik semacam ini juga telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, sebagai strategi untuk menyelesaikan beban belanja yang tertunda dan memanfaatkan sisa dana yang tersedia.
“Setiap tahun pasti ada beban belanja yang belum sempat dibayarkan. Ini kalau dibiarkan, akan menumpuk dan jadi beban fiskal jangka panjang. Maka dari itu, kita ambil langkah menyelesaikannya, tentu dengan mekanisme yang legal dan akuntabel,” jelasnya.
Terakhir, Diwarsyah menyebutkan bahwa pelunasan utang ini juga bagian dari upaya menjaga stabilitas fiskal Pemerintah Aceh ke depan. Dengan tidak adanya utang yang membebani, pemerintah memiliki ruang fiskal lebih luas untuk menyusun program pembangunan yang berkelanjutan.
“Gubernur Muzakir Manaf sangat berkomitmen untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang sehat. Langkah ini bagian dari upaya untuk memastikan bahwa APBA benar-benar digunakan untuk rakyat, bukan untuk menutupi beban masa lalu,” pungkasnya.