Beranda / Pemerintahan / Pemangkasan Dana Otsus Aceh Dinilai Keliru, Pakar Hukum: Bertentangan dengan Undang-Undang

Pemangkasan Dana Otsus Aceh Dinilai Keliru, Pakar Hukum: Bertentangan dengan Undang-Undang

Rabu, 05 Februari 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Muhammad Ridwansyah, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak Dhien. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemangkasan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh tahun 2025 menjadi Rp 4,309 triliun setelah sebelumnya ditetapkan Rp 4,446 triliun menuai kritik dari berbagai kalangan. Pengurangan sebesar Rp 156 miliar ini diputuskan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2024 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah (TKD).

Muhammad Ridwansyah, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak Dhien, menilai kebijakan ini keliru. Menurutnya, dana Otsus Aceh merupakan amanah langsung dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang dalam Pasal 183 ayat (2) menyatakan bahwa dana Otsus diberikan selama 20 tahun.

“Sepuluh tahun pertama besarannya 2% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional, lalu lima tahun berikutnya sebesar 2%, dan lima tahun terakhir menjadi 1%,” ujar Ridwansyah kepada Dialeksis melalui keterangan tertulisnya, Rabu (05/02/2025).

Ia menegaskan bahwa pemangkasan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Keputusan Menteri Keuangan tidak bisa mengesampingkan Undang-Undang. Ini keliru besar,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Aceh masih membutuhkan dana besar untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan.

Ridwansyah meminta para pemangku kepentingan di Aceh untuk segera berdiskusi dengan Pemerintah Pusat guna mencari solusi.

“Pemerintah Pusat memang sedang melakukan efisiensi anggaran, tetapi bagi Aceh ini bisa berbahaya karena sektor swasta masih lemah dan perekonomian bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA),” jelasnya.

Ia khawatir pemangkasan ini justru meningkatkan angka kemiskinan di Aceh, mengingat mayoritas usaha mikro di provinsi ini bergantung pada belanja pemerintah daerah.

Ia juga menyoroti potensi dampak negatif dari kebijakan pemangkasan ini.

“Kita khawatir dana yang seharusnya untuk Aceh malah dialihkan ke kebijakan yang konsumtif, padahal Aceh membutuhkan kebijakan yang lebih substantif,” ujarnya.

Menurutnya, dalam waktu tiga tahun ke depan, Aceh harus memiliki strategi yang jelas untuk menghadapi berakhirnya masa berlaku dana Otsus pada 2027.

Ridwansyah menegaskan bahwa kebijakan pemangkasan dana Otsus Aceh perlu dikaji ulang agar tidak menghambat pembangunan di provinsi tersebut.

“Harus ada kebijakan strategis yang bisa menopang masa depan Aceh pasca-Otsus,” pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI