Kesbangpol Banda Aceh Imbau Masyarakat Hindari Sedekah Subuh dan Golput di Pilkada 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Kepala Bakesbangpol Kota Banda Aceh, Heru Triwijanarko dalam sosialisasi bertajuk Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (23/11/2024), di Banda Aceh. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Banda Aceh berharap masyarakat dapat menjadi aktor utama dalam mewujudkan Pilkada yang damai, aman, dan bebas dari politik uang.
Hal ini disampaikan Kepala Bakesbangpol Kota Banda Aceh, Heru Triwijanarko dalam sosialisasi bertajuk Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (23/11/2024), di Banda Aceh.
"Mari kita jadikan Pilkada 2024 sebagai pesta demokrasi yang mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kebersamaan," ujarnya kepada Dialeksis.com.
Ia juga mengungkapkan sejumlah isu strategis dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pilkada.
Heru memaparkan, terdapat empat isu utama yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan Pilkada di Banda Aceh yaitu yang pertama, netralitas aparatur sipil negara (ASN) selalu menjadi sorotan, terutama pada masa pemilu dan Pilkada.
“ASN harus berada di posisi netral, tidak berpihak pada salah satu pasangan calon atau partai politik,” tegas Heru.
Selain itu, penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) oleh pendukung pasangan calon sering menjadi alat memengaruhi masyarakat.
“Ini adalah ancaman serius yang dapat memecah belah masyarakat jika tidak diantisipasi,” lanjutnya.
Heru juga menyoroti praktik politik uang yang masih terjadi, seperti fenomena sedekah subuh menjelang hari pemungutan suara.
"Hal ini merusak integritas demokrasi. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa suara mereka tidak boleh dibeli,” ujarnya.
Yang terakhir, kata Heru, Golongan putih (golput) dan gerakan mencoblos semua pasangan calon menjadi kekhawatiran tersendiri.
"Tugas kita adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilih untuk menentukan masa depan kota ini,” kata Heru.
Selain isu strategis, Heru mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pilkada, Sebagian masyarakat belum memiliki pemahaman yang cukup tentang sistem politik dan pentingnya suara mereka dalam Pilkada.
"Kondisi ini dapat menimbulkan apatisme politik,” jelasnya.
Banyak warga yang merasa tidak percaya pada sistem politik akibat kekecewaan terhadap kasus korupsi, ketidakadilan, atau kinerja pemerintah.
"Hal ini memicu pesimisme bahwa Pilkada tidak akan membawa perubahan nyata,” tambahnya.
Meskipun teknologi semakin canggih, tidak semua masyarakat memiliki akses yang sama terhadap informasi akurat. Tekanan ekonomi membuat sebagian masyarakat mudah tergoda oleh politik uang.
"Berita palsu dan misinformasi bisa memengaruhi keputusan politik masyarakat, Kita harus memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung bersih dan menghasilkan pemimpin yang kompeten,” tegasnya.
Heru menegaskan, keberhasilan Pilkada tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua elemen masyarakat.
Penyelenggara pemilu seperti KIP, Panwaslih, dan DKPP harus bertindak netral dan berintegritas. Partai politik, pasangan calon, dan pendukungnya diimbau untuk menjauhi politik uang, kampanye hitam, hoaks, serta kecurangan lainnya.
“Media massa juga memiliki peran penting dalam menyediakan informasi yang akurat dan berimbang, serta menghindari pemberitaan yang bersifat provokatif,” pungkasnya. [nh]