Kejati Aceh Gelar Penyuluhan Hukum Tentang UU ITE di Radio Nikoya FM
Font: Ukuran: - +
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kembali menggelar penyuluhan hukum kepada masyarakat Aceh melalui program "Jaksa Menyapa". Acara ini disiarkan langsung di Radio Nikoya FM, Lampaseh Kota, Banda Aceh, pada Kamis (11/7/2024). [Foto: dok. Kejati Aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kembali menggelar penyuluhan hukum kepada masyarakat Aceh melalui program "Jaksa Menyapa". Acara ini disiarkan langsung di Radio Nikoya FM, Lampaseh Kota, Banda Aceh, pada Kamis (11/7/2024).
Kejati Aceh bekerja sama dengan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian (Diskominsa) Aceh untuk memberikan pemahaman tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) guna mencegah tindak pidana terkait ITE berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2016.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Plt Kasipenkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, didampingi oleh Firmansyah Siregar, S.H., Kasi Sosial, Kebudayaan, dan Kemasyarakatan di Kejati Aceh, serta M. Imam Jaya, Kabid Persandian Diskominsa Aceh. Acara ini dipandu oleh penyiar Radio Nikoya 106 FM, Dika Tobby.
Ali Rasab Lubis menyoroti pentingnya pemahaman UU ITE di era digitalisasi, di mana banyak pengguna media sosial tidak bijak dan rentan terjerat tindak pidana.
“Oleh karena itu, perlu sosialisasi dan pemahaman tentang UU ITE guna mencegah terjadinya tindak pidana,” ungkap Ali.
Ali juga menyoroti perubahan pada pasal yang mengatur perbuatan yang dilarang, seperti pasal 27 tentang pencemaran nama baik. Hukuman maksimal dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 yang sebelumnya 4 tahun, kini menjadi 2 tahun dalam UU Nomor 1 Tahun 2024.
Selain itu, pasal tentang fitnah tetap mempertahankan hukuman 4 tahun. Perubahan lainnya adalah peningkatan hukuman untuk pelaku kejahatan online, yang meningkat dari 6 tahun menjadi 10 tahun.
Ali mengatakan pentingnya perubahan ini untuk melindungi korban dari tindak pidana ITE dan mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Ali Rasab Lubis juga menekankan bahwa dalam beberapa kasus, meskipun orang lain yang diundang, pelakunya adalah mereka yang menyerang korban. Oleh karena itu, perubahan undang-undang ini menegaskan bahwa hanya korban yang dapat melaporkan pencemaran nama baik.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya memerangi kejahatan online. Peningkatan hukuman untuk pelaku kejahatan online dari 6 tahun menjadi 10 tahun mencerminkan komitmen pemerintah dalam memerangi kejahatan siber.
"Perubahan ini diperlukan untuk mengantisipasi meningkatnya kejahatan di dunia digital dan melindungi masyarakat dari ancaman siber," tegas Ali.
Dalam diskusi ini, narasumber lain, M. Imam Jaya, Kabid Persandian Diskominsa Aceh, menambahkan pentingnya keamanan informasi, terutama dalam mencegah kebocoran data dan mengatasi maraknya judi online. Pemerintah Aceh melakukan takedown terhadap situs-situs yang terlibat dalam praktik judi online untuk melindungi sistem elektronik dari ancaman siber.
Meskipun Diskominsa Aceh tidak memiliki kewenangan hukum untuk menindak pelaku, mereka berupaya menjaga agar situs pemerintah tidak disusupi oleh situs judi online dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif dari judi online. [*]