DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf (Mualem) mulai merealisasikan komitmen kampanyenya untuk membangun pemerintahan yang bersih dan transparan. Salah satu langkah konkret terlihat dari pelibatan langsung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengawasan proyek strategis dan bantuan sosial di Aceh.
KPK melalui surat resmi bernomor B/5380/KSP.00/70-72/08/2025 tertanggal 21 Agustus 2025, telah menyurati 24 kepala daerah di Aceh, termasuk Gubernur Aceh. Dalam surat tersebut, KPK meminta data terkait 10 proyek strategis, daftar pokok pikiran (Pokir) DPRD, hibah, dan bantuan sosial, dengan batas waktu penyampaian paling lambat 3 September 2025.
Langkah ini dinilai sejalan dengan janji politik Mualem - Dek Fadh saat Pilkada Aceh 2024. Dalam debat kandidat yang digelar pada 2 November 2024, pasangan ini menegaskan komitmen untuk bekerja sama dengan KPK dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih.
“Kami dapat memastikan akan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna mewujudkan pemerintahan yang bersih. Apa yang sekarang membuat masyarakat gempar, ke depan akan kami tuntaskan,” ujar Fadhlullah dalam debat yang dikutip dari berita Dialeksis berjudul “Mualem-Dek Fadh Soroti Kasus Wastafel, Janji Bersihkan Mafia Anggaran di Aceh.”
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah sorotan terhadap kasus pengadaan wastafel dan dugaan praktik “mafia anggaran” yang mencuat saat itu. Mualem menegaskan tidak akan mentolerir praktik korupsi berjamaah di tubuh birokrasi Aceh dan akan mengambil langkah tegas untuk membersihkan pemerintahan.
Sejak dilantik sebagai Gubernur Aceh, komitmen tersebut mulai tampak. Surat KPK terbaru menjadi bukti bahwa pengawasan terhadap jalannya pemerintahan Aceh kini berada dalam radar lembaga antirasuah. Surat yang ditandatangani Plt. Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Agung Yudha Wibowo, menekankan pentingnya transparansi anggaran di daerah.
“Data ini untuk memperkuat transparansi sekaligus bagian dari supervisi KPK terhadap potensi rawan korupsi di daerah,” bunyi surat tersebut.
Dengan tenggat waktu yang ketat, seluruh pemerintah kabupaten/kota di Aceh kini bergerak menyiapkan data yang diminta. Surat tersebut dikirim kepada Gubernur Aceh, 18 bupati, dan 5 wali kota. KPK juga memberi sinyal bahwa jika ada keterlambatan atau indikasi penutupan data, pengawasan akan ditingkatkan menjadi supervisi langsung hingga penyelidikan lebih lanjut.
Langkah proaktif KPK ini dinilai sejalan dengan ajakan Mualem untuk berkolaborasi dalam pemberantasan korupsi dan membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah. Masyarakat Aceh menyambut baik pengawasan ini sebagai wujud nyata dari janji kampanye Gubernur Mualem dalam menghadirkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. []