Beranda / Pemerintahan / Harga Tiket Pesawat Domestik Mahal, Prof Sofyan Minta Pemerintah Evaluasi Biaya Avtur

Harga Tiket Pesawat Domestik Mahal, Prof Sofyan Minta Pemerintah Evaluasi Biaya Avtur

Rabu, 06 November 2024 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Prof. Sofyan M. Saleh, akademisi dan pengamat transportasi dari Universitas Syiah Kuala (USK). [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tingginya harga tiket pesawat domestik menjadi sorotan berbagai pihak di Indonesia, termasuk di Aceh, di mana harga tiket ke sejumlah kota dalam negeri seperti Medan dan Jakarta seringkali jauh lebih mahal dibandingkan tiket ke Kuala Lumpur, Malaysia. 

Meski pemerintah sudah menunjukkan upaya untuk mengatasi masalah ini, beberapa pengamat menilai solusi yang diambil perlu mempertimbangkan lebih banyak faktor, terutama terkait harga bahan bakar avtur.

Prof. Sofyan M. Saleh, akademisi dan pengamat transportasi dari Universitas Syiah Kuala (USK), mengapresiasi inisiatif pemerintah untuk menekan harga tiket pesawat domestik, namun menyarankan agar langkah-langkah yang diambil tidak hanya berhenti pada solusi sementara. 

"Saya kira kita perlu berpikir positif atas upaya pemerintah untuk menurunkan harga tiket. Namun, mahalnya harga tiket ini bukan hanya soal avtur. Meski Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan harga avtur Indonesia sudah kompetitif, faktanya masih banyak komponen biaya yang perlu ditinjau," ujar Prof. Sofyan dalam wawancara kepada Dialeksis.com di Banda Aceh, Rabu (6/11/2024).

Prof. Sofyan memberikan contoh konkret bahwa tiket penerbangan dari Aceh ke Medan justru bisa lebih mahal dibandingkan tiket ke Kuala Lumpur.

“Ini menjadi persoalan yang ironis. Sebagai perbandingan, harga tiket ke Kuala Lumpur seringkali lebih murah karena biaya avtur di Malaysia lebih rendah. Di sana, harga bahan bakar premium seperti Pertamax RON 95 hanya sekitar Rp 7.100 atau 2,2 ringgit per liter, sedangkan di Indonesia bisa mencapai Rp 13.000 per liter. Harga avtur tentu mengikuti tren harga ini,” jelasnya.

Menurutnya, selain faktor avtur, ada juga faktor lain seperti pengelolaan maskapai penerbangan, serta potensi praktik monopoli dalam distribusi avtur. 

"Jika distribusi avtur masih tertutup atau didominasi oleh satu pihak, maka maskapai tidak memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Ditambah lagi, ada komponen pajak dan biaya operasional lainnya yang juga berpengaruh besar pada harga tiket,” lanjut Prof. Sofyan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Menteri BUMN Erick Thohir telah mengumumkan pembentukan tim khusus yang terdiri dari Kementerian BUMN, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Perhubungan, yang bertujuan untuk menurunkan harga tiket pesawat dan mendukung pengembangan pariwisata nasional. 

Erick Thohir mengungkapkan bahwa satgas khusus ini akan berfokus pada sinergi kebijakan untuk menciptakan solusi ideal bagi wisatawan domestik dan meningkatkan aksesibilitas transportasi udara dalam negeri.

“Kita akan membentuk tim bersama untuk memberikan solusi yang efektif. Kolaborasi lintas kementerian ini selaras dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto, dan diharapkan bisa mulai bekerja dalam satu hingga dua minggu ke depan,” terang Erick dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (31/10).

Selain itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut menyatakan bahwa salah satu penyebab utama tingginya harga tiket pesawat adalah keterbatasan dalam distribusi avtur dan adanya potensi monopoli. 

“Distribusi avtur masih tertutup, di mana hanya ada satu pemasok utama. Hal ini menjadi faktor signifikan yang membuat harga tiket pesawat sulit dijangkau oleh masyarakat luas,” ungkap Anggota KPPU Budi Joyo Santoso.

KPPU juga menyoroti komponen pajak dan biaya lain yang dibebankan kepada maskapai yang pada akhirnya berdampak langsung pada harga tiket.

Menurut Budi, diperlukan regulasi yang lebih terbuka agar maskapai bisa memperoleh bahan bakar dengan harga yang lebih kompetitif, serta pengawasan untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan konsumen.

Dalam pandangan Prof. Sofyan, penurunan harga tiket harus menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan. "Banyak masyarakat di Aceh yang bergantung pada transportasi udara untuk aktivitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Kalau harga tiket ke kota-kota besar seperti Medan saja lebih mahal dibanding ke Kuala Lumpur, ini akan menghambat mobilitas dan mengurangi daya tarik pariwisata lokal," tegasnya.

Ia berharap sinergi lintas kementerian yang diinisiasi oleh pemerintah dapat melibatkan lebih banyak pakar dan pengamat transportasi untuk menghasilkan kebijakan yang benar-benar tepat sasaran. 

Masalah harga tiket pesawat ini telah menjadi topik diskusi hangat di Aceh, mengingat tingginya ketergantungan masyarakat terhadap transportasi udara sebagai satu-satunya moda transportasi cepat ke berbagai daerah di luar Aceh. 

Dalam konteks ekonomi, harga tiket yang mahal juga berdampak pada aktivitas bisnis dan pariwisata yang menjadi sektor strategis bagi Aceh. 

Dengan banyaknya wisatawan yang memilih destinasi luar negeri dengan biaya lebih murah, sektor pariwisata Aceh mengalami tantangan untuk bersaing menarik kunjungan wisatawan domestik.

Dengan adanya satgas yang dibentuk, harapan besar muncul di kalangan masyarakat bahwa upaya ini bisa membawa perubahan signifikan dan menghilangkan hambatan biaya yang selama ini dirasakan.

"Harga tiket yang terjangkau tidak hanya mendukung pariwisata tetapi juga memperkuat konektivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kita perlu solusi yang menyeluruh, bukan sekadar penanganan sementara," pungkas Prof. Sofyan. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda