Dr. T. Saiful Bahri, Ahli Agribisnis, Menyambut Positif Kebijakan Impor Beras Pemerintah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
Dr. T. Saiful Bahri, SP.MP. Dosen Agribisnis Universitas Syiah Kuala serta Ketua PERHEPI Aceh. Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Nasional - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan rencana pemerintah untuk mengimpor kembali 3 juta ton beras pada tahun 2024 sebagai respons terhadap defisit beras yang diakibatkan oleh dampak El Nino.
Merespon langkah kebijakan pemerintah tersebut, Dr. T. Saiful Bahri, Dosen Jurusan Agribisnis Universitas Syiah Kuala, memberikan perspektif mendalam terkait kebijakan tersebut.
Dr. Saiful Bahri menyoroti bahwa keputusan untuk mengimpor beras perlu dipahami sebagai respons preventif terhadap perubahan iklim yang berpotensi signifikan memengaruhi produksi padi nasional.
Dampak ekstra dari El Nino, menurutnya, menekan produksi beras dalam negeri, menjadikan langkah impor sebagai kebijakan bijak dan proaktif.
"Dengan menghadapi perubahan iklim, kebijakan ini dapat dianggap sebagai langkah preventif untuk memastikan pasokan beras yang cukup dan stabil di dalam negeri," ungkap Dr. Saiful Bahri Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Aceh.
Dosen Universitas Syiah Kuala ini juga menekankan pentingnya melibatkan pelaku industri, petani, dan pemangku kepentingan terkait dalam koordinasi kebijakan impor beras. Baginya, keterlibatan semua pihak adalah kunci kelancaran pelaksanaan kebijakan ini dan penanggulangan tantangan produksi beras.
"Pentingnya keterlibatan semua pihak dalam menyusun langkah-langkah yang efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi tantangan produksi beras saat ini, apalagi saat ini kita sedang defisit beras sudah pas langkah kebijakan pemerintah tersebut" tambahnya.
Dalam pandangannya, transparansi dan komunikasi yang efektif dari pemerintah menjadi kunci untuk menjelaskan tujuan dan manfaat kebijakan impor beras kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari spekulasi dan kekhawatiran yang mungkin timbul di tengah-tengah masyarakat terkait kebijakan tersebut.
"Keterbukaan dan komunikasi yang efektif dari pemerintah sangat penting untuk menjelaskan tujuan dan manfaat dari kebijakan ini kepada masyarakat," paparnya.
Sebagai penutup, Dr. Saiful Bahri menegaskan bahwa langkah-langkah seperti ini harus terus dipertimbangkan dengan memperhitungkan berbagai faktor, termasuk kondisi iklim dan keberlanjutan pertanian, guna menjaga ketahanan pangan Indonesia.