Diskominfo Aceh Sebut Dinamika Kebutuhan Informasi Publik Butuh Pendampingan Rutin
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian Aceh, Marwan Nusuf. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Informasi Aceh (KIA) menggelar acara refleksi 12 tahun pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Aceh pada Rabu (11/12/2024).
Kegiatan yang berlangsung di aula Komisi Informasi Aceh ini mengangkat tema "Mendorong Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik pada Badan Publik di Provinsi Aceh".
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian Aceh, Marwan Nusuf menyampaikan bahwa keterbukaan informasi publik di Aceh terus mengalami peningkatan, meskipun masih ada tantangan dan ruang untuk perbaikan.
Ia menegaskan pentingnya refleksi bersama untuk mengevaluasi kualitas pelaksanaan keterbukaan informasi oleh badan publik di Aceh.
"Kalau kita lihat, keterbukaan informasi publik di Aceh sudah semakin baik. Ini bukan berarti tanpa masalah, tetapi kita berbagi untuk menemukan solusi atas tantangan yang ada," ujar Marwan kepada media dialeksis.com, Rabu (11/12/2024).
Menurutnya, banyak badan publik telah melakukan upaya signifikan dalam meningkatkan transparansi, seperti memperbarui informasi di situs resmi mereka.
Namun, beberapa hal masih perlu diperbaiki, terutama terkait dinamika kebutuhan informasi publik yang terus berubah.
Marwan menjelaskan bahwa tantangan utama dalam keterbukaan informasi publik adalah sifatnya yang dinamis. Informasi yang relevan di satu tahun belum tentu tetap relevan di tahun berikutnya. Oleh karena itu, pendampingan terhadap badan publik menjadi prioritas.
"Misalnya, ada informasi tertentu yang bisa dibuka untuk publik, tetapi ada juga yang memerlukan kehati-hatian karena bersifat sensitif. Kami secara rutin, sekitar dua atau tiga bulan sekali, memberikan pendampingan kepada dinas terkait," tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya masukan dari masyarakat, wartawan, dan organisasi masyarakat sipil untuk memahami kebutuhan informasi publik yang beragam.
"Kadang-kadang, kita tidak tahu apa sebenarnya kebutuhan informasi masyarakat. Oleh karena itu, masukan ini penting untuk memandu kita dalam memprioritaskan jenis informasi yang harus dibuka," jelas Marwan.
Marwan mengungkapkan bahwa beberapa dinas di Aceh telah menunjukkan kemajuan dengan memperbarui informasi secara berkala di website resmi mereka. Namun, masih ada dinas yang perlu diingatkan untuk lebih proaktif.
"Beberapa dinas sudah saya cek, mereka mulai rutin mengunggah informasi seperti rencana kerja dan penggunaan anggaran. Tetapi ada juga yang baru mengunggah setelah kita berikan masukan. Ini menjadi perhatian kami ke depannya," tegasnya.
Marwan juga menggarisbawahi perlunya peningkatan kualitas data, terutama untuk daerah-daerah yang masih tergolong "blind spot" dalam akses informasi. Data awal yang kurang diperbarui menjadi tantangan tersendiri yang perlu segera diatasi.
Acara refleksi ini tidak hanya dihadiri oleh perwakilan badan publik, tetapi juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM), wartawan, dan organisasi profesi.
Diskusi yang berlangsung mempertemukan berbagai perspektif untuk memperbaiki kualitas keterbukaan informasi publik di Aceh.
"Hari ini, kami hadir bersama teman-teman dari LSM, wartawan, dan organisasi lainnya. Ini menjadi kesempatan untuk mendengarkan masukan dan memperbaiki kekurangan yang ada," pungkasnya.[nh]