Disbudpar Aceh Kaji Rencana Pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif
Font: Ukuran: - +
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal menyampaikan pihaknya sedang mengkaji lembaga khusus ekonomi kreatif dengan menggelar diskusi lintas stakeholder . [Foto: instagram/disbudpar_aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh semakin serius menangani sektor ekonomi kreatif (ekraf) dengan berbagai inisiatif strategis. Melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, aspirasi dari berbagai pihak dihimpun untuk mengembangkan sektor tersebut, sesuai arahan Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) RI, Teuku Riefky Harsya.
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal, menyebutkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memisahkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi dua lembaga baru, yakni Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Kebijakan ini diatur melalui Perpres Nomor 199 Tahun 2024 dan Perpres Nomor 200 Tahun 2024.
Saat berkunjung ke Aceh pada 16 November 2024, Menekraf Teuku Riefky Harsya mendorong pembentukan dinas ekonomi kreatif di tingkat daerah untuk mengoptimalkan potensi sektor tersebut. Menindaklanjuti arahan itu, Disbudpar Aceh menggelar diskusi dengan pelaku ekraf, akademisi, dan pengambil kebijakan pada Senin, 25 November 2024.
Bentuk Komite Ekraf Aceh
Diskusi yang dipimpin oleh Ismail, Kepala Bidang Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan Disbudpar Aceh, bertujuan menyusun rencana pembentukan Komite Ekraf Aceh.
"Kami ingin menghimpun pendapat dari berbagai pihak terkait regulasi dan lembaga penanggung jawab sektor ekraf," kata Almuniza Kamal, Sabtu (30/11/2024).
Ia menambahkan bahwa 17 subsektor ekonomi kreatif telah diidentifikasi sebagai potensi unggulan, seperti kuliner, fesyen, dan kriya. Prioritas lainnya termasuk aplikasi, musik, permainan, film, animasi, dan video.
Menurut Almuniza, kemajuan ekonomi kreatif membutuhkan kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, komunitas, dan media.
"Dukungan pemerintah untuk memprioritaskan penggunaan produk lokal menjadi modal utama," ujarnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Iskandarsyah Madjid, menilai pentingnya pembentukan lembaga khusus ekonomi kreatif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Dengan semakin berkurangnya dana Otonomi Khusus (Otsus), ekraf menjadi peluang besar untuk meningkatkan PAD," jelasnya.
Rencana Strategis dan Regulasi Khusus
Akademisi Hamdani mengusulkan penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif (Rindekraf) Aceh untuk memperjelas arah pengembangan.
"Selain itu, diperlukan regulasi berupa Qanun sebagai landasan hukum yang kuat," tambahnya.
Sementara itu, Khairul dari IFC mengusulkan agar Aceh meniru event seperti Lombok Fashion Festival untuk mendorong sektor fesyen lokal.
"Pemerintah perlu menghadirkan kurator ahli dalam setiap event dan kebijakan, serta menyediakan beasiswa bagi pelaku ekonomi kreatif," katanya.
Diskusi ini diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret kepada Gubernur Aceh untuk menjadikan ekonomi kreatif sebagai solusi mengatasi pengangguran dan kemiskinan di Aceh. Disbudpar juga berencana membentuk tim kecil guna merumuskan langkah strategis demi memajukan sektor ekraf di Aceh. [adv]