DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah Aceh melalui Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) menggelar pertemuan strategis dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) di Jakarta, Senin (21/10), untuk mengevaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun Anggaran 2025.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperkuat efisiensi tata kelola keuangan daerah sekaligus memastikan sinkronisasi kebijakan Aceh dengan arah pembangunan nasional.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Kepala BPKA, Reza Saputra, SSTP., M.Si., dan diterima langsung oleh Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si..
Keduanya membahas berbagai aspek penting dalam evaluasi APBA-P, mulai dari efektivitas belanja publik, kualitas perencanaan program, hingga keterpaduan antar sektor pembangunan.
“Setiap rupiah dalam APBA harus memberi dampak nyata bagi rakyat Aceh. Atas arahan Bapak Gubernur, kami terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat agar anggaran benar-benar berdaya guna,” ujar Reza Saputra.
Menurut Reza, evaluasi kali ini juga difokuskan pada peningkatan efisiensi anggaran, terutama untuk kegiatan yang memiliki dampak ekonomi luas, seperti pembangunan infrastruktur dasar, penguatan ketahanan pangan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Efisiensi bukan berarti memangkas, tetapi memastikan setiap alokasi memiliki output dan outcome yang terukur,” tambahnya.
Sementara itu, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni, menegaskan bahwa proses evaluasi APBA-P Aceh merupakan bagian dari mekanisme nasional untuk menjamin konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah.
“Evaluasi ini bukan sekadar formalitas administratif, tetapi langkah substantif untuk memastikan APBA berjalan secara akuntabel dan mendukung prioritas nasional,” ujar Fatoni.
“Aceh termasuk daerah dengan potensi fiskal yang strategis. Karena itu, pengelolaan anggaran harus benar-benar diarahkan untuk memperkuat fondasi pembangunan berkelanjutan.”
Penekanan pada Akuntabilitas dan Transparansi
Pertemuan ini juga menjadi tindak lanjut dari arahan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang menegaskan pentingnya prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam seluruh proses pengelolaan keuangan daerah.
Pemerintah Aceh, kata Reza, berkomitmen memperkuat sistem monitoring dan evaluasi internal agar setiap program dapat diukur keberhasilannya secara objektif.
“Kami terus memperbaiki sistem pelaporan, memperkuat kapasitas aparatur keuangan, dan memastikan pelaksanaan anggaran tidak menyimpang dari koridor aturan,” jelasnya.
“Semangatnya adalah bagaimana APBA menjadi instrumen nyata dalam mempercepat kesejahteraan masyarakat, bukan hanya angka-angka di atas kertas.”
Sinkronisasi dengan Agenda Nasional
Salah satu fokus utama dalam pembahasan tersebut adalah sinkronisasi program Pemerintah Aceh dengan kebijakan nasional. Kemendagri menilai pentingnya daerah menjaga konsistensi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), terutama dalam bidang ekonomi hijau, digitalisasi layanan publik, serta pemerataan pembangunan di kawasan tertinggal.
“Daerah seperti Aceh harus bisa membaca arah kebijakan fiskal nasional, termasuk transformasi ekonomi yang kini menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Fatoni.
“Kemampuan daerah untuk menyesuaikan diri dengan prioritas nasional akan menentukan efektivitas penggunaan anggarannya.”
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Syiah Kuala, Dr. Zulfikar, M.Ec.Dev., menilai langkah BPKA ini sebagai bentuk kematangan tata kelola fiskal.
Menurutnya, selama ini banyak daerah masih menghadapi masalah ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Dengan adanya evaluasi bersama Kemendagri, potensi inefisiensi dapat ditekan sejak awal.
“Sinergi pusat dan daerah sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih program. Evaluasi seperti ini harus dilihat bukan sebagai kontrol, tetapi bagian dari proses pembelajaran fiskal yang berkelanjutan,” ujar Zulfikar.
Dorongan untuk Efektivitas Belanja dan Pembangunan Inklusif
Dalam kesempatan itu, BPKA juga menyampaikan komitmennya memperkuat pengelolaan belanja modal dan sosial agar lebih inklusif dan berdampak langsung pada masyarakat.
Sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, dan infrastruktur konektivitas menjadi prioritas untuk didorong dalam revisi APBA-P.
Pemerintah Aceh juga mengupayakan agar setiap belanja publik diarahkan pada peningkatan produktivitas ekonomi lokal, terutama di sektor-sektor unggulan seperti pertanian, perikanan, dan industri kecil menengah (IKM).
Hal ini sejalan dengan upaya nasional dalam memperkuat basis ekonomi daerah berbasis potensi lokal.
Langkah Lanjut dan Rekomendasi Teknis
Kemendagri dijadwalkan akan memberikan rekomendasi teknis final sebelum revisi APBA-P disahkan menjelang akhir tahun anggaran.
Rekomendasi tersebut akan menjadi panduan dalam penyesuaian program, termasuk dalam aspek penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting).
“Kami ingin memastikan APBA-P 2025 benar-benar adaptif terhadap dinamika fiskal nasional dan tetap berpihak pada kepentingan rakyat Aceh,” tegas Reza.
Pemerintah Aceh berharap hasil evaluasi ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur, memperkuat layanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Melalui sinergi pusat dan daerah, Aceh diharapkan mampu menciptakan model pengelolaan keuangan yang efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan rakyatnya.