DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah kembali menggelar Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) 2025 mulai Agustus hingga November mendatang. Program tahunan ini merupakan langkah strategis melindungi anak-anak usia sekolah dari Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), serta mendukung target eliminasi campak-rubella pada 2026 dan eradikasi polio di Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan mengoordinasikan pelaksanaan imunisasi di sekolah-sekolah dasar, termasuk menjangkau anak yang belum bersekolah atau belum mendapat imunisasi lengkap melalui puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
“Imunisasi bukan hanya perlindungan individu, tetapi juga kunci menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Ini merupakan tanggung jawab bersama,” kata dr. Gertrudis Tandy, MKM, Ketua Tim Kerja Imunisasi Bayi dan Anak, Kemenkes RI, dalam webinar Sosialisasi BIAS 2025, yang dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
Jadwal dan Sasaran Imunisasi
BIAS 2025 menyasar anak-anak usia sekolah dasar dengan jadwal sebagai berikut:
Kelas 1 SD (±7 tahun)
- Agustus: Campak-Rubella
- November: Difteri-Tetanus (DT)
Kelas 2 SD (±8 tahun)
- November: Tetanus-Difteri (Td)
Kelas 5 SD (±11 tahun)
- Agustus: HPV (Human Papilloma Virus)
- November: Tetanus-Difteri (Td)
Imunisasi HPV menjadi fokus utama tahun ini sebagai upaya pencegahan kanker serviks. Vaksin diberikan gratis kepada:
- Anak perempuan kelas 5 SD/MI atau sederajat (primer)
- Anak perempuan kelas 6 SD dan kelas 7 SMP yang belum divaksin (kejar)
Vaksin HPV diberikan dua kali (dua dosis) untuk anak usia 9-15 tahun. Anak yang tidak bersekolah tetap dapat mengakses imunisasi HPV di fasilitas kesehatan terdekat.
Sebelum pemberian imunisasi, setiap anak akan menjalani skrining kesehatan singkat mencakup suhu tubuh dan kondisi umum (demam, batuk, flu), riwayat alergi terhadap vaksin, konsumsi obat-obatan tertentu.
Jika tidak ditemukan hambatan medis, imunisasi dilakukan langsung di sekolah atau puskesmas sesuai jadwal.
Kesuksesan BIAS 2025 sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor, mulai dari tenaga kesehatan, guru, orang tua, kader PKK, tokoh masyarakat, media, hingga relawan dan komunitas lokal.
“BIAS bukan sekadar agenda rutin tahunan. Ini adalah investasi nyata untuk masa depan anak-anak kita yang lebih sehat, tangguh, dan produktif,” tegas dr. Gertrudis. [*]