kip lhok
Beranda / Pemerintahan / Animo Masyarakat Terhadap Pemimpin Berkurang Pasca Penangkapan Gubernur Irwandi Yusuf

Animo Masyarakat Terhadap Pemimpin Berkurang Pasca Penangkapan Gubernur Irwandi Yusuf

Kamis, 25 April 2024 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan dari UIN Ar-Raniry, Reza Idria. Foto: dok Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan dari UIN Ar-Raniry, Reza Idria mengatakan bahwa kondisi sosial dan animo masyarakat untuk memilih pemimpin Aceh masih berkurang.

Menurutnya, kejadian hilangnya animo masyarakat dan berubahnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan di Aceh tidak terlepas dari satu peristiwa tragis yang terjadi pada tahun 2017 yaitu peristiwa penangkapan Gubernur Irwandi Yusuf atas tuduhan korupsi.

"Kondisi sosial dan animo masyarakat Aceh jika diukur dari sejak kejadian Tsunami dan masa perdamaian Aceh, Saya pikir memang ada satu peristiwa yang dalam asumsi keilmuan sosial, masyarakat seolah-olah hilang pemimpin," kata Reza Idria dalam diskusi Siapakah Sosok Gubernur Aceh Ke Depan yang diselenggarakan oleh Aceh Resource Development di Banda Aceh, Kamis 25 April 2024.

Reza mengatakan bahwa peristiwa penangkapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf merupakan satu pukulan yang sangat besar secara psikologis karena efek setelah itu ada satu posisi yang sangat berjarak antara pemimpin dengan masyarakat. 

Menurutnya, kondisi itu bukan gubernur atau pemimpin yang tidak mendekati masyarakat tapi memang ada suatu pemisahan antara gubernur dan masyarakat baik dari segi relasi, psikis dan politik di Aceh.

Dikatakan, hal ini disebabkan adanya kondisi ketidakpercayaan dalam diri masyarakat Aceh terhadap pemimpin di Aceh baik PJ, PLT, dan Gubernur Definitif setelah terjadi peristiwa penangkapan Gubernur Irwandi Yusuf karena kasus korupsi.

"Peristiwa ini tiba-tiba saja terjadi, masyarakat seakan-akan tidak punya pemimpin dan negara hanya memilih PJ, Plt dan Gubernur Definitif, kondisi itu saya pikir, berlanjut hingga kini," ujarnya.

Reza Idria mengatakan bahwa animo masyarakat Aceh terhadap pemimpin sejak 2018 hingga sekarang berkurang. Padahal Aceh secara legal spesialis mempunyai wewenang khusus apalagi untuk membuat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2022.

Menurutnya, wewenang khusus Aceh tersebut secara tidak langsung hilang dan kesempatan itu lepas sehingga tidak jadi buat Pilkada pada tahun 2022.

Ia mengatakan bahwa masyarakat Aceh itu permisif terhadap kesempatan tersebut. Artinya tidak ada upaya yang betul-betul serius baik itu dari politisi maupun sejumlah elemen masyarakat lain yang dapat mempengaruhi dan mempertahankan kewibawaan pemimpin di mata masyarakat Aceh.

"Sebenarnya lex spesialis Aceh terhadap pemimpin Aceh ini seperti apa sehingga kondisi itu lepas dan masyarakat seakan bingung," ujarnya.

Lanjutnya, kondisi ini membuat Provinsi Aceh kehilangan ciri khas atau karakteristik di dalam perpolitikan di Indonesia yang sudah sama sistemnya seperti di daerah lainnya. Ini juga berbanding lurus dengan berubahnya kepemimpinan di Pemerintahan Pusat.

"Ada yang mengatakan bahwa rezim setelah SBY tidak terlalu paham terhadap kondisi Aceh," ujarnya.

Dalam banyak sekali diskusi, lanjut Reza, Aceh itu banyak kehilangan momentum. Hal ini dibantu oleh sikap permisif masyarakat yang semakin apatis. 

"Kalau kita memicu pada Pilkada yang paling dekat ini, saya melihat tidak ada upaya dari masyarakat untuk mencoba suatu kondisi yang baru. Banyak yang mempredisksi bahwa tren kursi di Partai Aceh akan mengalami penurunan tapi prediksi ini salah dan Partai Aceh pada Pemilu 2024 mengalami penambahan kursi legislatif di DPRA," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda