Aceh Masih “Pungo”
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
DIALEKSIS.COM | Aceh - Tahun 2010 sebuah tekad mulia pernah ditegaskan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. 200 orang orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dibebaskan dari pasung, rantai, atau dikurung untuk dibawa ke rumah sakit jiwa.
“Kami berharap tidak ada lagi warga yang dipasung karena mengidap gangguan jiwa,” kata sosok yang akrab disapa Bang Wandi, 15 tahun lalu.
Tekad itu disampaikan gubernur saat menjemput M. Nur (45), penderita gangguan jiwa yang dipasung selama 17 tahun di rumahnya di gampong Krueng Blang, Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
Efiknya, Irwandi yang langsung membuka rantai yang sudah mengikat kaki M Nur selama 8 tahun. Sebelumnya, kaki M Nur dipasung dengan kayu selama 9 tahun.
“Mereka juga manusia dan menjadi kewajiban memperlakukan secara manusiawi," tambah sosok yang kembali memimpin Aceh pada 2017.
Tekad membebaskan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) kembali ditegaskan pada periode kedua Bang Wandi memimpin Aceh.
Pada Jumat 7 Juli 2017, Irwandi Yusuf mencanangkan program “Aceh Bebas Pasung” yang pernah dicetuskan pada 2006 dalam rangka membebaskan Aceh dari pasung dan penyakit gila.
“Program Aceh bebas pasung akan saya lanjutkan lagi. Kalau dalam bahasa Aceh namanya Aceh hana jadeh pungo,” kata Irwandi yang disambut tawa hadirin.
Saat itu, Irwandi sedang melantik Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh Periode 2017-2022 di Gedung DPR Kota Banda Aceh, Jumat 7 Juli 2017.
Sebelumnya, pada 2012 saat Aceh dipimpin Zaini Abdullah - Muzakir Manaf terungkap ada 16 ribu lebih kasus orang gila yang disebut orang dengan masalah kejiawaan (ODMJ) Kejiwaan. Di tahun 2016 malah meningkat mejadi 22 ribu kasus lebih.
Beberapa bulan sebelum Irwaandi - Nova dilantik di media keluar kabar dengan judul “Provinsi Aceh Rangking 1 Nasional terkait Jumah Orang Gila”.
Pewartaan bertanggal 27 Maret 2017 itu mengungkap laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013.
Tekad Irwandi Yusuf tetap dilanjutkan oleh Nova Iriansyah. Sekda Taqwallah bahkan meminta agar siapapun yang menemukan ODGJ dipasung dimintai untuk melapor ke pemerintah kabupaten/kota setempat agar dapat dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Aceh.
“Pemerintah Aceh memiliki tekad untuk membebaskan masyarakat yang mengalami gangguan jiwa agar bebas dari pasung,” kata Taqwallah saat mengikuti kegiatan rutin zikir dan doa pagi Senin (7/2/2022) di lorong Gedung Rumah Sakit Jiwa Aceh bersama petugas dan pasien setempat.
Tekad membebaskan ODGJ dari pasung juga disetujui oleh Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki.
“Pemerintah Aceh sepakat perlu adanya keberlanjutan program jemput pasung dan droping," kata Achmad Marzuki, di Banda Aceh, Kamis, (3/8/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Achmad Marzuki dalam jawaban atas pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPR Aceh dalam sidang paripurna DPRA, di Banda Aceh.
Dalam sidang paripurna, Juru Bicara Banggar DPRA M Rizal Falevi Kirani meminta Pj Gubernur Aceh melakukan program “jemput ODGJ” mengingat adanya potensi ODGJ menjadi lebih banyak kedepannya.
Terkini, Pemerintah Aceh melaporkan, setidaknya ada 21 ribu ODGJ, setengahnya dengan gejala kejiwaan berat, 114 diantaranya diperakukan dengan cara di pasung.
Atas dasar itu, Pj Gubernur Aceh, Safrizal mencanangkan lagi penghapusan pasung orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pada Jumat (7/2) di Pidie Jaya.
Pada Juni 2024 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merilis Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, yang salah satunya mencatat prevalensi penderita gangguan jiwa psikosis/skizofrenia.
Dalam SKI 2023, Provinsi DIY dinyatakan sebagai wilayah dengan prevalensi tertinggi untuk skizofrenia, baik yang masih gejala maupun yang sudah diagnosis.
Keadaan masyarakat Aceh dengan gangguan jiwa itu akan menjadi “pekerjaan rumah” berikutnya di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf - Fadhlullah. Melanjutkan program bebas pasung dan perawatan ODGJ jelas penting. Pada saat yang sama juga penting menghapus penyebab warga mengalami gangguan jiwa, diantaranya kemiskinan, pengangguran dan narkotika. []