DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dunia seni Indonesia berduka. Hj. Sudarwati, yang lebih dikenal sebagai Titiek Puspa, komposer, penyanyi, dan aktris legendaris tanah air, menghembuskan napas terakhir pada Kamis (28/9) pukul 16.30 WIB di salah satu rumah sakit Jakarta. Sosok multidimensi yang dijuluki "Ratu Lagu Pop Indonesia" ini meninggal dunia di usia 87 tahun setelah menjalani perawatan intensif. Kabar duka ini langsung menyebar, diiringi penghormatan dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Dalam pernyataan resminya, Dasco menyebut Titiek Puspa sebagai pilar penting dalam sejarah seni nasional. “Beliau adalah tokoh dan pekerja seni yang telah menghidupkan warisan budaya melalui karya-karyanya. Kontribusinya bagi bangsa ini tak ternilai,” ujarnya, sembari menyampaikan belasungkawa mendalam.
Ia juga mendoakan almarhumah agar ditempatkan di sisi terbaik Sang Pencipta. “Kami berharap Ibu Titiek Puspa khusnul khotimah. Al-Fatihah,” tambah politisi Partai Gerindra tersebut.
Titiek Puspa memulai karier di dunia hiburan pada era 1950-an dengan menjuarai kontes Bintang Radio di Semarang. Sejak itu, namanya meroket sebagai penyanyi sekaligus penulis lagu berbakat. Lagu-lagunya seperti “Bing”, “Kupu-Kupu Malam”, dan “Antara Anyer dan Jakarta” menjadi soundtrack zaman, mengisi gelombang udara hingga pelosok negeri.
Tak hanya di panggung musik, perempuan kelahiran Madiun ini juga merajai dunia televisi dan film. Ia terlibat dalam produksi sejumlah operet legendaris TVRI, seperti Bawang Merah Bawang Putih dan Kartini Manusiawi, bersama grup Papiko. Di layar lebar, aktingnya dalam film Inem Pelayan Sexy (1976) dan Apanya Dong (1986) menjadi bukti fleksibilitasnya sebagai seniman serba bisa.
Titiek Puspa tidak hanya dikenang sebagai penyanyi, tetapi juga sebagai pionir yang membuka jalan bagi generasi berikutnya. Lagu-lagunya kerap menyuarakan kisah perempuan dan kehidupan sehari-hari, menggabungkan harmoni tradisi dan modernitas. Dedikasinya diakui melalui sejumlah penghargaan, termasuk Anugerah Musik Indonesia (AMI) Lifetime Achievement Award pada 2017.
“Kepergian Ibu Titiek meninggalkan ruang kosong yang sulit terisi. Namun, karya-karyanya akan tetap hidup, menjadi inspirasi bagi anak muda untuk mencintai seni Indonesia,” tutup Sufmi Dasco Ahmad.