kip lhok
Beranda / Opini / Siwak, Sunnah Rasulullah yang Mulai Ditinggalkan Generasi Millenial

Siwak, Sunnah Rasulullah yang Mulai Ditinggalkan Generasi Millenial

Selasa, 13 April 2021 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Nazhiatul Hiqmah
Ilustrasi siwak. [Foto: Ist.]

Kehadiran sikat gigi dan bahkan elektrik membuat banyak orang kini hampir tak lagi mengenal sikat gigi tradisional seperti siwak. Padahal, dulu ranting atau batang dari pohon arak (persicasavadora) ini menjadi pilihan utama dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kenapa siwak?

Untuk menjaga kebersihan mulut, Nabi Muhammad menggunakan bagian dari pohon siwak. Laman Gulf News menulis, pohon siwak berukuran kecil dengan dahan melengkung seperti kurva dan kulit pecah-pecah. Ranting pohon ini memiliki serat yang bisa digunakan seperti sikat gigi, memiliki aroma yang enak serta rasa yang tajam. Namun umumnya, akar pohonnya lah yang digunakan sebagai siwak.

Pohon arak atau siwak ini mempunyai daun berbentuk lonjong dan bunga kecil-kecil berwarna hijau kekuningan dan buah bulat berwarna pink dan merah segar. Pohon siwak mampu hidup di lingkungan yang sangat kering sehingga tak heran jika pohon ini banyak ditemui di gurun serta tepi sungai di Jazirah Arab, sebagian Afrika Utara serta di India.

Ahlibotani, Dr Laurent Garcin, yang juga seorang traveller serta kolektor tanaman menamai pohon siwak dengan Salvadora persicapada 1749. Nama itu diambil untuk menghormati ahli obat dari Barcelona, Juan Salvador.

Bersiwak merupakan sunnah para rasul-rasul terdahulu. Yang pertama kali bersiwak adalah Nabi Ismail ‘alaihisallam. Terdapat banyak hadits yang menjelaskan tentang siwak dan motivasi untuk melakukannya. Ini menunjukkan bahwa siwak adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk diamalkan. (Al Mulakhos al Fiqhy)

Siwakmembuat bersih mulut dan mendatangkan ridho Allah” (H.R Ahmad, shahih)

Hadits ini menunjukkan dua manfaat penting bersiwak yaitu manfaat duniawi yaitu akan membersihkan mulut dan manfaat ukhrawi yaitu akan mendapatkan keridhoan Allah. Ini menunjukkan perbuatan yang ringan bisa menghasilkan kebaikan dan pahala yang agung. (AsySyarhu al Mumti’ ‘alaaZaadilMustaqni’)

Kebiasaan baik yang tercermin dalam keseharian Rasulullah adalah menjaga kebersihan, salah satunya kebersihan mulut dan gigi. Kebiasaan Nabi Muhammad bersiwak diabadikan dalam berbagai hadits. 

Menurut salah seorang sahabat, Abu Hurairah, Nabi pernah berkata, "Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak salat."Hal ini dimuat dalam Hadits riwayat Muslim nomor 252.

Hal serupa juga pernah disampaikan salah seorang istri Rasulullah, Sayyidah Aisyah. Menurutnya, Nabi Muhammad pernah mengatakan, "Bersiwak artinya menyucikan mulut dan menyenangkan Rabb."

Nabi Muhammad juga pernah menyeru kepada Umat Muslim di suatu Jumat yang kemudian diabadikan dalam Hadits Riwayat Bukhari nomor 880 dan Muslim nomor 846, "Mandi pada hari Jumat merupakan kewajiban bagi orang yang sudah baligh, dan agar bersiwak, dan memakai minyak wangi bila memilikinya."

Cara bersiwak adalah dengan menggosok gigi dan gusi dimulai dari sisi mulut sebelah kanan atas kemudian kekiri bawah lalu kiri atas selanjutnya kanan bawah seperti lambang tak hingga pada matematika (?).

Ada banyak kandungan alami di dalam siwak yang diyakini mampu menjaga kesehatan gigi dan mulut. Di antaranya yakni Alkaloid yang berfungsi sebagai anti bakteri. Lalu, ada silika yang berfungsi sebagai abrasi alami dan menghilangkan noda, serta Kalsium, klorida, dan fluorida, yang membantu remineralisasi struktur gigi.

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam sangat menyukai memulai pada bagian kanan saat mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam urusan yang penting semuanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Sebagian ulama berpendapat menggunakan tangan kanan. Bersiwak adalah termasuk sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihiwasallam, dan sunnah adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala. Ketaatan kepada Allah tidak layak dilakukan dengan yang kiri. Karena ini adalah termasuk ibadah maka yang lebih utama adalah menggunakan tangan kanan.

Sebagian ulama yang lain berpendapat yang lebih utama adalah dengan tangan kiri karena bersiwak adalah termasuk membersihkan kotoran. Kegiatan membersihkan kotoran adalah menggunakan tangan kiri seperti saat melakukan istinja’ atau isitijmar.

Sebagian ulama yang lainnya memberikan perincian. Jika niat bersiwak untuk membersihkan kotoran seperti saat bangun tidur atau membersihkan sisa makan dan minum maka menggunakan tangan kiri karena ini termasuk perbuatan membersihkan kotoran. Jika niatnya untuk melaksanakan sunnah maka menggunakan tangan kanan karena hal ini semata perbuatan ibadah. Seperti bersiwak ketika hendak wudhu atau ketika akan sholat maka menggunakan tangan kanan.

Menyikapi peerbedaan pendapat di atas, Syaikh Muhammad bin Shalihal‘Utsaimin rahimahullah menyimpulkan bahwa dalam masalah ini perkaranya luwes dan fleksibel, bisa menggunkan tangan kanan maupun tangan kiri. Tidak ada dalil yang jelas dan tegas dalam masalah ini. (Lihat AsySyarhu al Mumti’ ‘alaaZaadil Mustaqni’)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa siwak hukumnya sunnah dilakukan kapan pun saja di setiap waktu. Akan tetapi ada lima keadaan yang lebih ditekankan untuk bersiwak : (1) ketika hendak shalat, (2) ketika hendak wudhu, (3) saat hendak membaca Al Qur’an, (4) saat bangun tidur, dan (5) saat ada perubahan bau mulut seperti misalnya karena lama tidak makan dan minum, memakan makan yang berbau tidak enak, lama diam, dan banyak bicara. (Lihat SyarhShahih Muslim)

Penulis: Nazhiatul Hiqmah Mahasiswi IAIN LANGSA Prodi Pendidikan Matematika peserta KPM Tematik 2021


Keyword:


Editor :
Indri

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda