Beranda / Opini / Menakar Polemik Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2023

Menakar Polemik Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2023

Senin, 23 Januari 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Mujiburrahman MAg. [Foto: Ist]


Selanjutnya adalah tafsir bagi persyaratan “mampu” yang melekat bagi calon jemaah haji. Agama menggarisbawahi kata mampu yang mengacu tak hanya pada kemampuan fisik namun juga bagi kemampuan finasial.

Artinya mampu memahami bahwa biaya haji adalah hitungan-hitungan yang bergerak natural sesuai dengan kebutuhan zaman dan calon jemaah haji juga harus menyesuaikan kadar kemampuan mengikuti hara yang sesuai sunnatullah zaman. Naiknya harga minyak, penambahan harga perawatan kesehatan, biaya pemondokan, katering, transportasi lokal dan lain-lain adalah faktor-faktor yang berbading lurus dengan sunnatullah zaman.

Selanjutnya perlu bagi masyarakat mengetahui dan mengakui bahwa biaya haji yang harus dibayar jemaah asal Indonesia meski dengan angka terbaru yang diusulkan oleh Gus Men Yaqut untuk BPIH tahun 2023 masih merupakan biaya haji termurah dibanding biaya yang harus dibayar oleh saudara-saudara kita sesama Muslim yang berdiam di negeri-negeri jiran di Asia Tenggara.

Sebagai contoh seorang Muslim di Malaysia harus membayar 28.632 RM atau setara 100 juta rupiah. Jemaah haji asal Singapura membayar SGD 6.900 hingga 12.000 SGD atau setara 79 juta hingga 140 juta rupiah. Sementara Brunei Darussalam mematok harga terendah setara 176 juta rupiah. Bahkan negara-negara yang jiran Arab Saudi seperti Qatar, UEA, Mesir hingga Tunisia yang secara hitungan biaya transportasi lebih murah dari keberangkatan dari Indonesia mematok harga rata-rata di atas 120 juta rupiah per jamaah.

Haji yang Adil dan Berkelanjutan

Sebagai i’tibar penutup, penting kiranya sekali lagi kita memahami bahwa penyelenggaraan haji tidak mungkin ditinjau dari perspektif ritual rukun agama saja karena haji adalah ibadah yang dalam melibatkan berbagai faktor seperti kondisi ekonomi, diplomasi politik, keamanan, teknologi, hingga kesehatan global. Regulasi bagi penyelenggaraan haji bagi jemaah Indonesia pun telah diatur dengan undang-undang dimana negara berperan utama dalam menyediakan pembinaan, pelaksanaan dan perlindungan bagi jemaah haji.

Meski begitu karena kondisi dunia yang dinamis dan tatakelola yang harus up to date dengan zaman maka selalu harus ada inovasi, penyesuaian, bahkan gebrakan untuk mengkoreksi praktik lama yang bisa merugikan kondisi jemaah, kualitas maupun kontinuitas penyelenggaraan haji. Apa yang diusulkan oleh Gus Men dalam mengajukan BPIH 2023 harus dipahami sebagai gebrakan demi terpenuhinya prinsip keadilan dan keberlangsungan manfaat pengelolaan dana haji bagi seluruh masyarakat Indonesia dan kita berharap DPR menyetujui usulan mulia tersebut dengan penuh pertimbangan dan kearifan.

Penulis: Prof Dr Mujiburrahman MAg

Rektor Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh


Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda