Manusia vis a vis Sistem yang Baik: Upaya Memperbaiki Kerusakan Sistemik
Font: Ukuran: - +
[Jabal Ali Husin Sab, Esais, pegiat di Komunitas Menara Putih]
DIALEKSIS.COM | Opini - Kita hidup di abad 21, melampaui kemodernan, dimana institusi politik kita telah bertransformasi sedemikian canggih. Kita mengenal demokrasi yang memungkinkan kontrol rakyat atas kekuasaan, kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat, pembatasan kekuasaan, pembagian kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif, kontrol masyarakat sipil terhadap kinerja pemerintah dan kekuasaan, kontrol media massa, dan yang lainnya.
Namun fakta politik, khususnya di negara-negara berkembang yang institusi politiknya sudah modern, masih menunjukkan realitas yang bertolakbelakang dari harapan dibentuknya sistem dan institusi politik modern.
Penyalahgunaan kekuasaan melalui kolusi, praktik korupsi, tidak berjalannya mekanisme good governance yang mengutamakan pelayanan maksimal, lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat, minimnya upaya memutus rantai kemiskinan struktural, kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran, pelaksanaan aturan dan kebijakan yang tidak sesuai prosedur dan hal lainnya, masih menjadi corak utama institusi politik negara-negara berkembang.
Upaya penegakan hukum tidak berjalan maksimal, bahkan aparatur penegakan hukumnya sendiri bermasalah. Upaya kontrol oleh masyarakat sipil dan media massa berjalan tidak sesuai harapan. Bahkan media massa dibeli lalu diasingkan dari fungsi kontrolnya. Alih-alih punya fungsi kontrol, media massa menjadi sebuah industri milik para pemilik modal dan oligarki sebagai senjata politik dalam upaya mengontrol dan mengarahkan opini publik.
Gonta-ganti peraturan, gonta-ganti pejabat dan aparatur serta kebijakan dan sistem yang coba diupayakan, tidak kemudian mengubah perilaku aktor-aktor di dalam sistem dan institusi untuk bekerja dengan baik.
Saya tidak menafikan bahwa sistem yang baik itu tidak perlu. Sistem yang baik memungkinkan orang-orang untuk bertindak baik. Namun ketergantungan hanya pada sistem tanpa memperhatikan kualitas, integritas dan kapabilitas manusia yang bekerja di dalam sistem dan institusi tidak akan menyelesaikan masalah.
Untuk itu, guna menyelesaikan masalah sistemik dalam institusi, kita perlu meletakkan perhatian pada manusianya. Dengan sistem dan institusi yang di isi oleh manusia yang baik, maka kemungkinan sistem berjalan buruk semakin minim.
Upaya Melahirkan Manusia yang Baik
Manusia yang baik adalah manusia yang berkesadaran. Contohnya adalah kesadaran terhdap kepentingan dan kemaslahatan umum (public interest). Di Barat atau negara-negara maju lain, kesadaran terhadap kepentingan umum dibentuk dan diarahkan oleh kurikulum pendidikan dalam pengajaran kewarganegaraan (civics), dipraktikkan oleh aparatur pemerintah dan aktor dalam masyarakat, sehingga konsep kepentingan umum menjadi nilai yang dipelajari dan diamalkan. Ia menjadi konsep yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Kepentingan umum dipercayai sebagai sebuah konsep yang menjaga kepentingan setiap orang di dalam masyarakat, membantu dan menjaga tatanan sosial berlangsung harmoni dan menghindari terjadinya chaos. Dengan menjaga kepentingan umum berarti juga menjaga hak-hak setiap orang. Dengan demikian, tujuan dan harapan bersama dapat tercapai.
Sementara di negara-negara berkembang, dengan masalah seperti kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, layanan masyarakat yang buruk, serta kualitas pendidikan yang rendah, kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai dalam masyarakat rendah. Keadaan ekonomi yang sulit membuat mereka hanya memikirkan soal keadaan diri sendiri. Akhirnya timbul pragmatisme. Tidak hadirnya kebijakan pemerintah yang memihak dan menyelesaikan persoalan masyarakat membuat masyarakat menjadi apatis dan skeptis terhadap pemerintahan dan institusinya. Hal tersebut memperkuat pragmatisme masyarakat. Setiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Untuk itu salah satu upaya perbaikan masyarakat adalah upaya menumbuhkan kesadaran soal kepentingan bersama, soal tanggungjawab sosial, soal rasa persaudaraan antar satu sama lain. Soal kejujuran, soal empati, soal sikap saling tolong-menolong, soal kepedulian sosial, soal mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, soal profesionalitas, integritas, dan yang lainya.
Semua hal yang disebutkan di atas adalah hal-hal yang diajarkan dan diatur dalam konsep akhlaq di dalam Islam. Penekanan terhadap pentingnya akhlaq sebagai sebuah sifat ini telah ditekankan Nabi saw. Di dalam haditsnya bahwa Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Sementara tasawuf adalah cabang ilmu yang mengajarkan, mengatur dan menjelaskan perkara akhlaq yang baik, mulai dari dalam hati hingga menjelma dalam perbuatan.
Dengan akhlaq yang baik, suatu masyarakat akan mudah dalam mencapai tujuan-tujuan bersama, serta berdampak pada keteraturan tatanan soisla. Dengan pengajaran akhlaq melalui ilmu tasawuf akan membantu memperbaiki kualitas manusia, sehingga berdampak pada perbaikan terhdap sistem dan institusi yang ada.
Di dalam konsep akhlaq tertanam tanggungjawab kepada pencipta untuk berbuat dan bersikap baik. Juga persoalan reward dan punishment yang didapat oleh setiap individu yang beriman. Sementara konsep perilaku yang baik (good character) yang dimiliki oleh Barat hanya bertumpu pada kesadaran duniawi dan kebaikan kehidupan bersama dalam masyarakat. Dengan menekankan konsep akhlaq, seseorang akan lebih merasa tergerak dan terdorong untuk berbuat baik bukan hanya sebatas karena dampak sosialnya, namun karena rasa tanggungjawabnya sebagai hamba.
Penulis: Jabal Ali Husin Sab, Esais, pegiat di Komunitas Menara Putih