Beranda / Opini / Makanan Terbuang Selama Ramadhan

Makanan Terbuang Selama Ramadhan

Minggu, 27 Mei 2018 16:03 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi. (Shutterstock)


Oleh Dr. Rahmat Fadhil, M.Sc

Dosen Universitas Syiah Kuala dan Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI)

E-mail: rahmat.fadhil@unsyiah.net

Sejak awal ramadhan, kita sudah terbiasa menyaksikan sejumlah iklan untuk berbuka puasa di berbagai restoran, hotel, fastfood shop, dan lain sebagainya. Semua penawaran itu menyajikan berbagai jenis makanan yang dapat dinikmati dengan hanya mengeluarkan beberapa ribu rupiah saja untuk satu porsi atau per person (all you can eat). Namun apakah semua makanan yang telah disiapkan itu habis semua dalam sekali kegiatan berbuka puasa?, tentu saja pasti berlebih. Karena setiap perusahaan makanan itu pastilah menyiapkan makanan yang berlebih untuk mengantisipasi berbagai permintaan yang selalu harus tersedia untuk pelanggannya. Inilah yang senantiasa terjadi, sehingga berlebihan makanan tak dapat dihindari.

Perdebatan seputar peningkatan limbah makanan selama bulan ramadhan telah menjadi bagian dari wacana publik di masyarakat muslim di seluruh dunia. Ecomena.org melaporkan bahwa hampir seperempat dari makanan yang dibeli atau disiapkan selama ramadhan hanya berakhir di tempat sampah. Hal ini berarti ribuan ton makanan berharga yang bisa digunakan untuk memberi makan puluhan juta orang kelaparan di negara-negara miskin di Asia, Afrika dan tempat lain.

Fakta Makanan Terbuang

Malaysiandigest.com pada tahun 2016 melaporkan bahwa di Malaysia, sepanjang ramadhan masyarakat selalau bersikap royal terhadap makanan. Hal ini mulai dari menyajikan santapan untuk takjil (makanan pembuka puasa: kurma, kue dan minuman), makanan besar (nasi dan lauk-pauk), kemudian juga tersedia berbagai makanan tambahan (kolak pisang, bubur, mie, dan lainnya) untuk konsumsi selepas shalat tarawih dilakukan. Fenomena ini terlihat kontras sekali antara kemewahan yang ditunjukkan berbanding lurus dengan pemborosan yang terjadi. Agaknya juga mirip dengan di negara kita Indonesia dalam masalah ini. Kebiasaan kita untuk membeli makanan yang banyak dijual sepanjang jalan di bulan ramadhan, sehingga cukup menggiurkan selera. Belum lagi tawaran-tawaran yang dapat dipesan secara online dari tempat masing-masing dengan diskon yang cukup menggoda. Semua ini menjadi fakta begitu mudahnya sebahagian orang mengakses makanan ini secara cepat dan gampang untuk mendapatkannya.

Sebelum berbuka, seolah-olah semua makanan enak kelihatannya, karena perut dalam kedaaan lapar, namun setelah berbuka biasanya tidak akan sanggup mencicipi seluruh makanan yang tersedia. Akibatnya tentu sebahagian makanan yang masih belum tersentuh itu tidak dapat digunakan kembali karena tidak bertahan lama, sebahagian yang bekas dimakan tetapi tidak habis juga menjadi terpaksa dibuang saja. Inilah yang terjadi setiap hari kita saksikan saat ini dan mungkin fenomena ini juga terjadi di rumah-rumah kita masing-masing. Cobalah membayangkan betapa banyak makanan yang tidak habis termakan, akhirnya terpaksa dibuang dengan sia sia.

SWCorp sebuah lembaga Limbah Padat dan Perusahaan Umum Pembersih melaporkan bahwa di Malaysia sekitar 15 ribu ton makanan setiap hari terbuang sia-sia, dimana sekitar 3 ribu ton masih layak untuk dikonsumsi. Jumlah ini semestinya cukup untuk memberi makan 2 juta orang yang kelaparan, sungguh suatu fakta yang sangat menyedihkan. Ditengah krisis makanan dibelahan dunia yang lain, sementara disatu tempat begitu mudahnya makanan itu tersia-siakan. Fakta lebih menyedihkan bahwa setiap ramadhan sekitar 9 ton makanan rata-rata dibuang setiap hari, setara dengan 270 ribu ton makanan per bulan, begitulah SWCorp melaporkan.

Ecomena.org juga melaporkan bahwa sekitar 15-25 persen dari semua makanan yang dibeli atau disiapkan selama ramadan akan berakhir di tempat sampah, bahkan sebelum makanan tersebut dikonsumsi. Professor Khodran Al-Zahrani dari Department of Agriculture and Rural Sociology di College of Food and Agricultural Sciences (CFAS) di King Saud University (KSU) sekitar 1,3 juta makanan yang masih layak konsumsi, terbuang dengan percuma di Saudi. Bahkan lebih dari 40 persen terjadi di tingkat ritel dan konsumen, ini setara dengan 1,2 juta riyal (Rp.4,2 milyar) setiap hari. Di Bahrain lebih dari 400 ton per hari limbah makanan organik dihasilkan dari limbah rumah tangga atau sekitar 11 persen dari jumlah sampah kota. Ini hampir sama dengan yang terjadi di Uni Emirat Arab (UAE) yang dilaporkan mencapai 500 ton perhari makanan terbuang sia-sia selama ramadhan. Indonesia juga ternyata menyumbang sampah makanan yang tidak sedikit, Waste4change, organisasi yang begerak di bidang lingkungan, mencatat bahwa ada sekitar 7.500 ton sampah perhari di Indonesia dan sebanyak 4.050 ton adalah sampah makanan.

‘Pikirkan Sebelum Anda Menjadikannya Limbah’

Ini adalah tagline program kampanye untuk merespon banyaknya makanan terbuang sia-sia di UAE. Agaknya kita juga bisa menggunakan jargon ini sebagai pengingat kita semua. Bagaimanapun pemborosan makanan adalah dosa dan penyimpangan dari hakikat ramadhan yang sesungguhnya. "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (QS. Al-A’raf: 31)

Cara terbaik untuk mengurangi limbah makanan adalah dengan senantiasa menumbuhkan solidaritas terhadap jutaan orang-orang di seluruh dunia yang menghadapi kelaparan dan kesulitan untuk mendapatkan makanan setiap hari. Marilah kita lebih mawas diri dan tidak membuang makanan atau minuman, mulai dari rumah tangga kita masing-masing. Kita perlu berpikir dua kali sebelum meletakkan limbah makanan ke tempat sampah. Kesadaran ini mestilah tumbuh dari pribadi kita masing-masing, sambil kita mengingatkan keluarga dan orang-orang terdekat kita. Semoga ramadhan tahun ini semakin sedikit makanan yang terbuang sia-sia dan kita semakin banyak mendapatkan berkah atas inisiatif yang baik ini. Amiin Ya Rabb. []

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda